Istilah neoliberalisme memang sudah tidak asing lagi bagi kita, paham neoliberalisme awal mulanya dari diskursus yang dikembangkan oleh para pakar ekonomi yang berada di washington DC AS, untuk menyikapi terjadinya krisis ekonomi di amerika latin pada era 1980-an terutama yang menimpa negara besar seperti meksiko, brazil dan argentina. Para pakar ekonomi yang terlibat dalam diskursus tersebut semuanya bernaung di washington DC AS yang terdiri dari IMF, Bank dunia, Departemen keuangan AS, yang pada akhirnya kendali kebijakan ekonomi tetap ditangan ekonom yang bermadzab neoliberal yang memasarkan resep konsensus washington. Adanya neoliberalisme privatisasi, liberalisasi dan deregulasi berakibat privatisasi dilakukan dengan menjual BUMN kepada pihak asing kemudian peran pemerintah atau negara semakin terkikis dan diserahkan pada mekanisme pasar sebebas-bebasnya karena dianggap distorsi terhadap pasar, liberalisasi juga dilakukan dengan menghilangkan proteksi dan subsidi kemudian investasi asing masuk dengan fasilitas yang mudah dan luas tanpa kendali. Keadaan ini juga telah menciptakan dominasi asing dalam kepemilikanunit-unit korporasi yang mengakibatkan ekonomi rakyat makin tersisih, siapakah yang kuat dialah yang menang dan terjadi kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya tidak ada kesamarataan. Pembangunan ekonomi juga hanya dinikmati segelintir orang atau golongan tertentu saja. Neoliberalisme adalah formula generik yang sebenarnya mengandung hal-hal yang bebas contohnya disiplin fiskal dan prioritas belanja pemerintah untuk mengurangi disparitas pendapatan, bukankah kebijakan tersebut secara esensial jelas sekali berpihak kepada rakyat namun, jenis apapun obat jika diberikan dengan dosis yang berlebihan serta timingnya tidak tepat hasilnya malah kontraproduktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H