Mohon tunggu...
Mukhlisin Mustofa
Mukhlisin Mustofa Mohon Tunggu... -

Rasional dan Kalem

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan untuk Anak

20 Maret 2017   11:48 Diperbarui: 20 Maret 2017   12:07 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan Untuk Anak 

Oleh: Mukhlisin[*]

Manusia adalah komunitas tunggal. Semua berasal dari warisan Adam. Membincangkan anak berarti membicarakan sisi lain keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang saling berhubungan. Di keluarga anak-anak dibesarkan dan bertempat tinggal. Dalam keluarga pula anak menerima pendidikan. Fungsi lainnya, keluarga juga tempat seleksi budaya.

Berbicara mengenai pendidikan anak tidak lepas dari upaya merekayasa potensi akal manusia itu sendiri. Pendidikan dalam keluarga berperan aktif membentuk kepribadian seseorang. Untuk itu setiap keluarga dituntut dapat menciptakan lingkungan keluarga paedagogis-religius. Langkah ini diambil untuk mengatasi baik buruknya karakter anak.

Orang tua merupakan kunci keberhasilan anak-anak. Orang tualah yang pertama dipahami anak sebagai orang hebat di luar dirinya. Dan dari orang tualah anak pertama kali mengenal dunia. Melalui mereka anak mengembangkan seluruh aspek pribadinya. Dalam konteks ini orang tua tidak hanya melahirkan anak, namun juga mengasuh, melindungi dan memberikan kasih sayang.  

Anak adalah investasi. Investasi masa depan untuk kepentingan orang tua. Untuk itu, sudah seharusnya orang tua memelihara, membesarkan, merawat dan mendidiknya. Mendidik dengan tanggungjawab dan penuh kasih sayang. Harapannya akan lahir anak-anak berprestasi dan membanggakan bagi keluarganya. Tegasnya, orang tua adalah pendidik dan pemimpin bagi anak-anaknya.

Anak berprestasi tidak dilahirkan, tetapi dibentuk dan dibina melalui pendidikan. Pendidikan dan pembinaan harus seimbang. Pendidikan harus memperhatikan aspek manusia: hati, akal dan fisik. Ketiganya harus berjalan beriringan. Mengutamakan fisik akan lahir manusia hayawaani,buas. Pendidikan dengan porsi akal lebih utama akan melahirkan manusia syaithaani,angkuh dan sombong. Sementara jika yang ditonjolkan pendidikan hati akan menghasilkan manusia semu, tidak realistik karena seperti malaikat (Yunahar, 2002).  

Mendidik anak bukan tanpa problem. Dalam mendidik anak setiap orangtua pasti menghadapi berbagai persolan dari yang ringan hingga yang paling pelik dan rumit. Untuk itu, menurut hemat penulis setidaknya ada sembilan cara dalam mendidik anak. Pertama, orang tua berkewajiban melatih dan mendidik anaknya untuk kritis. Dari sini anak diharapkan dapat mengembangkan dan mengasah kemampuan berpikirnya. Anak yang sedari kecil dilatih dan dididik tentang persoalan yang dihadapi keluarga, kelak ia menjadi manusia pemberani. Berani menyatakan ide dan gagasannya secara bebas dan terbuka kepada siapapun dan tentang persoalan apapun.

Kedua, problem apapun dalam keluarga harus diselesaikan secara demokratis dan dialogis. Bukan subtansi dari dialognya, melainkan approach atau cara pendekatan orangtua terhadap anaknya. Dengan melibatkan anak dalam mengurai masalah keluarga, anak merasa dihargai pendapatnya. Sehingga seberat apapun persolan rumah tangga tidak diselesaikan secara otoriter.

Ketiga, orangtua sepantasnya menyampaikan pendidikan secara terbuka kepada anaknya. Terlebih lagi berkaitan tentang nasib anaknya sendiri. Cara mendidik seperti ini agar anak mampu bertanggungjawab. Selain itu, anak akan memahami kemampuan orangtua. Tak hanya itu, anak juga bisa membedakan antara kebutuhan dan hanya keinginan. Ringkasnya, keterbukaan dalam mendidik anak akan menumbuhkan saling pengertian. Selainnya, akan terbangun hidup yang harmonis dalam keluarga.

Keempat, tak ada salahnya orangtua sejak dini menanamkan jiwa patriotisme. Dengan pendidikan ini, anak akan terlatih menghadapi aneka rintangan hidup. Hidup secara sportif dan tegar menghadapi cobaan. Kelima, rela berkorban. Orangtua harus mendidik anaknya untuk memiliki kerelaan berkorban. Rasa peduli terhadap sesama. Dengan hidup saling berdampingan serta hidup bergotong royong jiwa sosial anak akan terbntuk.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun