Melestarikan lingkungan baik restorasi, konservasi maupun rehabilitasi sebuah Kawasan tidak bisa dilakukan tanpa melibatkan masyarakat di sekitarnya. Sayangnya pelibatan masyarakat sering kali menemukan kegagalan, masyarakat hanya dijadikan objek atas nama pemberdayaan.Â
Salah satu penyebabnya penguatan kapasitas masyarakat tidak dibarengi dengan penguatan ekonomi. Jejak kegagalan ini banyak ditemukan pada 'project lingkungan' yang dilakukan oleh pemerintah, tidak sedikit di kalangan NGO sendiri.
Salah satu praktek baik yang patut diadopsi terutama oleh pemerintah, apa yang sudah dilakukan oleh Wetlands International Indonesia di Tapanuli Selatan, NGO lingkungan yang fokus di lahan basah ini berhasil memadukan kegiatan mitigasi bencana di lahan gambut sekaligus melakukan pemberdayaan ekonomi dengan memberikan pendanaan inovatif  kepada kelompok-kelompok tani.
Melalui program Peningkatan Ketangguhan Masyarakat melalui Ecosystem-based Disaster Risk Reduction (EU DEVCO/ECO DRR) yang fasilitasi konsorsium PfR (Partner for Resilience), Wetlands International Indonesia membentuk 15 kelompok petani di Kelurahan Muara Manompas dan Desa Terapung di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk bekerjasama melestarikan lahan gambut.
Nasib Petani di Lahan Gambut
Kebakaran lahan gambut merupakan salah satu kejadian bencana yang sering terjadi di Kelurahan Muara Manompas dan Desa Terapung, penyebabnya karena kurangnya kesadaran para petani dalam mengelola lahan gambut, salah satunya untuk membersihkan lahan mereka masih melakukannya dengan cara membakar.
Selain masalah kebakaran, masalah lain yang ditemukan di dua wilayah tersebut adalah kerusakan lahan gambut yang diakibatkan tanaman sawit, dan banyaknya kanal-kanal yang dibuat untuk mengeluarkan air dari lahan gambut, akibatnya gambut kering dan terjadi subsiden di lahan gambut, rentan terbakar di musim kemarau dan banjir saat musim penghujan.
Kondisi diperparah dengan kehidupan para petaninya, miskin dan minim akses pengetahuan tentang pengelolaan lahan gambut. Tanaman sawit yang dulu jadi andalan, sepuluh tahun terakhir produksinya menurun dan pohonnya pun mulai bertumbangan. Belum lagi masalah klasik yang dihadapi para petani, kesulitan akses modal atau bantuan baik dari pemerintah maupun perbankkan.
Ada dua masalah yang dihadapi para petani, ancaman bencana dari kerusakan lahan gambut dan kesulitan ekonomi akibat sawit yang produktitas buahnya menurun.Â
Untuk mengatasi kedua masalah tersebut dibutuhkan pendekatan yang integral, memperbaiki lingkungannya sekaligus mengatasi kesulitan ekonominya secara bersamaan. Lalu bagaimana caranya?
Pendanaan Inovatif Bio-Rights
Dalam konsep pendanaan Bio-Rights apa yang terjadi di Kelurahan Muara Manompas dan Desa Terapung, telah memenuhi kriteria untuk diberikan pendanaan Biorights.Â
Apa saja kriterianya? Pertama, lokasi lahan gambut milik petani mempunyai potensi untuk dilestarikan secara alami, apabila sudah rusak, memiliki potensi untuk direhabilitasi. Kedua, lokasi lahan gambutnya memiliki nilai penting untuk kenakeragaman hayati.
Ketiga, para petaninya secara ekonomi masih memerlukan peningkatan pendapatan, Keempat, setatus kepemilikan lahan harus jelas, kelima ada dukungan dari pemerintah setempat (desa atau kelurahan. Terakhir, para petani memiliki komitmen dan antusiasme untuk terlibat dalam semua kegiatan yang ditawarkan oleh program.
Prinsip pendanaan Bio-Rights adalah pendanaan untuk mengatasi degradasi lingkungan dengan menyediakan dana pinjaman untuk kegiatan konservasi dan restorasi lingkungan yang berkelanjutan. Dana pinjaman ini tentunya tidak diberikan begitu saja, tetapi bersyarat dan dituangkan dalam bentuk kontrak Kerjasama.
Syarat yang harus dipenuhi oleh para petani antara lain, pertama para petani harus menghimpun diri dalam kelompok, kedua keanggotaan kelompok 10 -- 15 orang dan wajib melibatkan perempuan, ketiga kelompok harus memiliki rencana kerja, keempat mengadakan pertemuan rutin kelompok setiap bulannya, kelima kelompok disahkan oleh Lurah atau Kepala Desa. Terakhir kelompok mempunyai rekening atas nama kelompok tani.Â
Kewajiban Kelompok Tani
Setelah kelompok terbentuk dan sudah memenuhi semua persyaratan, kelompok menandatangani kontrak Kerjasama secara resmi dengan Wetlands International Indonesia. Didalam kontrak kerjasama tersebut kelompok memiliki hak dan kewajiban, juga sanksi-sanksi apabila melanggar  selama masa kontrak berlangsung.
Dalam program Peningkatan Ketangguhan Masyarakat melalui Ecosystem-based Disaster Risk Reduction (EU DEVCO/ECO DRR), kewajiban kelompok antara lain, dilarang membakar lahan, terlibat aktif dalam kelompok masyarakat peduli api, menanam tanaman asli lahan gambut atau paludikultur, melakukan pengamatan Tinggi Muka Air (TMA) di lahan gambut, merawat sekat kanal yang dibangun, melakukan pencegahan dan penanganan karhutla dan banjir. Â
Untuk penguatan ekonomi, anggota kelompok melakukan usaha mata pencaharian alternatif, syaratnya usaha yang dikembangkan harus ramah lingkungan dan tidak melanggar hukum.Â
Mata pencaharian alternatif bisa dilakukan dalam skala rumah tangga, misalnya ternak ayam, budidaya ikan, tanam sayur, kerajinan tangan, dan usaha lain yang disesuaikan dengan modal pinjaman yang diterima.
Dalam kontrak Bio-Rights  apabila kelompok bisa melakukan kewajiban-kewajibannya dengan baik dan tidak ada kewajiban yang dilanggar, diakhir program status dana pinjaman akan diubah menjadi dana hibah.
Sebaliknya apabila kelompok melanggar perjanjian, kelompok berkewajiban mengembalikan dana yang diterima sesuai dengan skor nilai yang didapat dari hasil monitoring yang dilakukan oleh program.
Lingkungan Lestari, Kehidupan Petani BerseriÂ
Dalam sebuah diskusi salah seorang petani pernah menyatakan, bahwa sehebat apapun cara untuk memperbaiki lingkungan yang rusak apabila masyarakat yang dilibatkan perutnya masih lapar akan percuma saja.Â
Pernyataan tersebut menemukan jawabannya dengan pendanaan Bio-Rights, dimana perbaikan lingkungan dibarengi dengan penguatan ekonomi masyarakatnya.
Melalui program UE Devco sebanyak 15 kelompok tani di Tapanuli Selatan telah mendapatkan  pinjaman pendanaan Bio-Rights senilai Rp 1.125.000.000 untuk melakukan kegiatan restorasi dan mitigasi di lahan gambut. Selain itu kelompok tani juga akan mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan.
Pendanaan inovatif Bio-Rights akan menjadi harapan baru dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, dimana kelompok petani menjadi actor utama untuk mewujudkan lahan gambut yang lestari, dan aman dari ancaman bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H