Dari paragraf pertama saja kita bisa tahu orang macam apa si Budi Setiawan ini. Dia bukan Petani Kata-Kata tetapi Penjahat Kata-Kata. SKH Bintang Timur pada tahun 1964 pernah melabeli orang-orang yang melakukan tindakan plagiat seperti Budi Setiawan ini sebagai orang paling hina dalam kehidupan kebudayaan.
Untuk itu, seperti yang ia tulis di cerpen jiplakannya bahwa 'Menggali kubur ternyata lebih gampang' sebaiknya ia juga masuk ke dalamnya sebagai bentuk pertanggungjawaban, itu lebih kesatria.
Apa yang dilakukan oleh Budi Setiawan mengingatkan kita pada kasus plagiat cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon yang ditulis oleh Dadang Ali Murtono yang pernah dimuat di Harian Kompas, 30 Januari 2011. Cerpen tersebut ternyata hasil plagiat dari cerpen karya Akutagawa Ryunosuke yang berjudul Rashomon. Isinya sama, hanya sang plagiat memindahkan paragraf saja.
Sebagai bentuk kejahatan, plagiarisme tidak bisa kita toleransi. Permintaan maaf tidaklah cukup karena akan membuka peluang ke depannya bisa dilakukan oleh siapa pun. Efek jera harus diberikan.
Untuk itu, rencana Pangeran Kunang-Kunang memburu si Petani Kata-Kata ke ranah hukum harus kita dukung. Dua kali melakukan plagiat karya orang lain sudah patut si Budi Setiawan ini dikirim ke bui.
tulisan ini juga tayang di laman qureta penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H