Mohon tunggu...
Didik Fitrianto
Didik Fitrianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mencintai Laut, Lumpur dan Hujan

Terinspirasi dari kata-kata ini "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Merayakan Hari Lahan Basah Sedunia di Tano Sobusobu Tapanuli Selatan

20 Februari 2020   12:30 Diperbarui: 20 Februari 2020   14:25 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari sabtu 15 Februari 2020 menjadi hari istimewa bagi masyarakat di Kelurahan Muara Manompas, khususnya para pelajar SMP Negeri 1 Muara Batangtoru, Tapanuli Selatan.

Bersama Wetlands International Indonesia, mereka merayakan Hari Lahan Basah Sedunia. Perayaan untuk memperingati perjanjian international tentang lahan basah, yang ditandatangani pada 2 Februari 1972 di kota Ramsar, Iran.

Setiap tahunnya di seluruh dunia,  baik Lembaga pemerintah, NGO, kelompok masyarakat, dan perguruan tinggi mengambil peran untuk berpartisipasi dalam aksi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap nilai dan manfaat lahan basah. Termasuk di Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi Ramsar sejak tahun 1991 melalui Kepres nomor 48.

Tano Sobusobu salah satu ekosistem terpenting di Tapanuli Selatan

Perayaan Hari Lahan Basah di Tapanuli Selatan sengaja dilaksanakan di tano sobusobu Muara Manompas. Dalam bahasa Batak, tano sobusobu berarti tanah lembek atau lahan gambut.

Di lokasi inilah memori kolektif masyarakat dihadirkan kembali,  20 tahun yang lalu lokasi ini merupakan hutan gambut yang kaya akan keanekaragaman hayati, tumbuh aneka jenis pohon asli lahan gambut dan berbagai jenis satwa.

Lurah Muara Manompas, Maswat Hasibuan, membenarkan bahwa lokasi ini dulunya memang hutan gambut yang kaya dan mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.

Tapi, masih menurut Maswat, seiring perjalanan waktu masyarakat mulai membuka lahan dan merubah alih fungsi hutan gambut menjadi lahan perkebunan.

Dari sinilah berbagai masalah muncul, sengketa lahan dan rusaknya lahan gambut.

Kawasan Hutan Batangtoru
Kawasan Hutan Batangtoru
Alih Fungsi Lahan

Rusaknya hutan gambut di Muara Manompas dimulai saat masyarakat mulai menanam sawit, berbagai tanaman asli lahan gambut dibabat habis dan dibuatnya kanal-kanal untuk mengeringkan lahan gambut. Apa yang dilakukan masyarakat saat itu seiring masuknya perusahaan sawit besar di wilayah mereka.

Saat itu masyarakat sangat yakin sawit akan meningkatkan pendapatan ekonomi, juga kehidupan social yang lebih baik.

Sepuluh tahun kemudian harapan tinggal harapan, produktivitas sawit justru semakin menurun, banyak pohon sawit bertumbangan, rentan kebakaran dan konflik kepemilikan lahan justru semakin meningkat.

Perkebunan sawit dan kanal di lahan gambut
Perkebunan sawit dan kanal di lahan gambut
Mengingatkan kepada generasi milenial 

Pelibatan siswa siswi SMP N 1 Muara Batangtoru dalam perayaan Hari Lahan Basah Sedunia bertujuan untuk mengenalkan manfaat lahan gambut bagi kehidupan manusia.

Menurut Didik, dari Wetlands International Indonesia, gambut bisa mengurangi dampak pemanasan global, menyimpan cadangan air, mencegah bencana kebakaran dan banjir, sebagai sumber energi, tempat perlindungan keanekaragaman hayati, dan sumber perekonomian masyarakat.

Maryam Simamora, Kepala Sekolah SMP N 1 Muara Batangtoru menyambut baik kegiatan perayaan hari lahan basah.

Selain para siswa mendapatkan pengetahuan baru tentang lahan basah terutama lahan gambut, sebagai generasi penerus, para siswa mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan lahan gambut. Dan, tidak mengulangi kesalahan para pendahulunya yang memanfaatkan lahan gambut sebagai lahan pertanian yang tidak ramah lingkungan.

Siswa siswi SMP N 1 Muara Batabgtoru | dokpri
Siswa siswi SMP N 1 Muara Batabgtoru | dokpri
Penanaman tanaman asli lahan gambut

Untuk memperbaiki kembali lahan gambut yang rusak salah satu yang bisa dilakukan dengan membasahi kembali area lahan gambut dengan membuat sekat kanal agar air tidak keluar.

Selain itu, menanami lahan gambut dengan tanaman asli untuk merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi.

Dalam kegiatan perayaan siswa siswi melakukan penanaman di lahan gambut dengan tanaman asli gambut seperti sagu atau rumbia (Metroxylon Sagu), tanaman pinang merah (Areca Vestiria) dan tanaman pulai (Alstonia Scholaris). Mereka menanam di kanan kiri kanal yang berada di lahan gambut.

Kegiatan penanaman tanaman asli lahan gambut | dokpri
Kegiatan penanaman tanaman asli lahan gambut | dokpri
Ada potensi bencana di lahan gambut

Selain bermanfaat untuk kehidupan manusia, lahan gambut juga menyimpan potensi bencana.

Lahan gambut yang berasal dari timbunan materi organic seperti pepohonan, daun, dan hewan yang membusuk sangat mudah sekali terbakar. Bukan rahasia lagi 99% penyebab kebakaran akibat ulah manusia.

Pengetahuan tentang pengurangan resiko bencana juga menjadi salah satu materi yang diberikan kepada siswa siswi dalam peringatan hari lahan basah.

Mereka diperkenalkan dengan alat Early Warning Sistem berupa TMA (Tinggi Muka Air). Alat ini berfungsi sebagai pemantau tinggi rendah air di dalam gambut.

Pemasangan alat TMA | dokpri
Pemasangan alat TMA | dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun