Mohon tunggu...
Didik Fitrianto
Didik Fitrianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mencintai Laut, Lumpur dan Hujan

Terinspirasi dari kata-kata ini "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Polemik Reklamasi, Belajarlah ke Demak

25 Juni 2016   13:13 Diperbarui: 21 Desember 2016   19:29 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sedimen yang terperangkap Hybrid Engineering

Reklamasi saat ini masih menjadi polemik tak berkesudahan di tengah masyarakat Indonesia.  pemberitaan yang bombastis di berbagai media, forum-forum diskusi, seminar, sampai obrolan di warung kopi tidak berhenti membahasnya.

Komentar dan analisanya kadang lebay juga terkadang sangat serius, mulai dari pakar yang memang kompeten, pengamat abal-abal, para aktivis, sejarawan, sampai politisi, mereka pro dan kontra. Reklamasi semakin seksi dan kian panas ketika ‘bumbu’ politik menjadi penyedapnya, apalagi ditambah Ahok menjadi menu hidangannya, lengkap sudah.

Perdebatan penting atau tidaknya reklamasi semakin liar, tidak produktif dan sangat  membosankan, alih alih mendapatkan solusi kongkrit, mereka masih berkutat pada kajian amdal, tinjauan sejarah dan aspek yuridisnya. Kalau pun ada solusi yang mereka tawarkan hanya sebatas peninjauan kembali atau pencabutan peraturan, seperti Perda, Pergub, Kepmen dan Keppres yang berkaitan dengan reklamasi.

Pertanyaannya adakah solusi kongkret untuk mengakhiri polemik ini? Tentu saja ada tetapi bukan dengan membangun Giant Sea Wall (tanggul laut raksasa) atau mereklamasi pulau kalau hanya untuk penanggulangan banjir rob atau abrasi. Sebagai salah satu solusi, pembangunan tanggul laut raksasa tidak direkomendasikan oleh para ahli karena dampaknya akan merusak ekosistem pesisir, air laut menjadi naik dan menjadi comberan terbesar di dunia.

Hasil diskusi PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Belanda yang menyatakan bahwa reklamasi teluk Jakarta dan membangun Giant Sea Wall adalah ide kuno memang ada benarnya. Di negara maju pendekatan hard infrastructure memang sudah mulai ditinggalkan. Salah satu negara yang menjadi referensi adalah Belanda yang menggunakan metode “sand nourishment” yaitu membuat jebakan-jebakan pasir di wilayah yang rawan abrasi. Metode ini lebih murah dan ramah lingkungan.

Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh ke Belanda untuk belajar membuat pengaman pesisir yang ramah lingkungan, murah dan lebih efektif. Di Kabupaten Demak sudah ada dua desa yang menerapkan pendekatan serupa, yakni Desa Timbulsloko dan Bedono.

Tanpa bumbu politik dan pemberitaan bombastis di berbagai media, masyarakat di dua desa tersebut sudah bekerja membangun pengaman pesisirnya dari ancaman banjir rob dan abrasi yang ramah lingkungan. Jadi kalau orang di Jakarta masih sibuk berwacana soal reklamasi, orang Demak sudah punya solusi kongkret.  

Hybrid Engineering Solusinya

Proses pembangunan Hybrid Engineering oleh masyarakat
Proses pembangunan Hybrid Engineering oleh masyarakat
Salah satu penyebab banjir rob dan abrasi semakin parah di wilayah pesisir Demak adalah akibat pembangunan yang tidak terkendali di wilayah Semarang. Dimulai sejak pembangunan pelabuhan tanjung emas, disusul reklamasi pantai marina, penggunaan air tanah yang membabi buta dan pembukaan kawasan industry baru yang tidak kenal kompromi.

Dampaknya mulai tahun 2005 sudah ada sekitar 758 H pantai terkikis abrasi, dua dusun di Desa Bedono, Dusun Senik dan Tambaksari hilang, 200 KK kehilangan tempat tinggal, dan ribuan nelayan dan petani tambak di kawasan pesisir Demak beralih profesi menjadi buruh murah di pabrik-pabrik.

Berbeda dengan masyarakat pesisir Jakarta yang cenderung manja dan gampang dimanfaatkan secara politik, masyarakat pesisir Demak masih berpegang teguh pada kearifan lokal seperti gotong royong untuk menyelamatkan wilayah pesisirnya. Salah satu yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membangun Hybrid Engineering.

Hybrid Engineering adalah salah satu pendekatan perlindungan pesisir dengan tujuan akhir mengembalikan pertahanan pantai secara alami. Bentuknya berupa bendungan permeable dengan bahan murah meriah dan mudah di dapat seperti bambu, kayu, dan ranting. Fungsi bangunan ini untuk mengembalikan kondisi pantai melalui proses alami seperti sedimentasi, juga untuk meredam gelombang, bahasa sederhananya alat perangkap sedimen.

Bagaimana cara kerja dari bendungan permeable ini? sangat sederhana, pertama gelombang akan mengaduk dan mensuspensi sedimen di laut, kemudian sedimen akan melewati celah berpori saat pasang surut masuk ke pantai, gelombang yang berkurang memicu kondisi air menjadi tenang dan mengendapkan sedimen, struktur permeabel (berpori) yang menjadikan sedimen terperangkap, sedimen yang terperangkap membuat kondisi ini sesuai untuk pertumbuhan spesies pionir mangrove, setelah pertumbuhan mangrove mulai kuat konstruksi baru dibangun lagi didepannya, terakhir hutan mangrovelah yang pada akhirnya akan memberikan perlindungan pantai dan proses sedimentasi alami.

Proses terperangkapnya sedimen di Hybrid Engineering
Proses terperangkapnya sedimen di Hybrid Engineering
Hybrid Engineering memang bukan solusi instan untuk mengatasi banjir rob dan abrasi. Tetapi pendekatan ini lebih beradab daripada melakukan reklamasi yang lebih banyak dampak negatifnya baik dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial.

Saat ini bendungan permeable yang dibangun masyarakat Desa Timbulsloko dan Bedono menunjukkan hasilnya sangat menggembirakan. Sejak dibangun bulan September 2015 sampai sekarang sedimen yang terperangkap sudah mencapai ketinggian 45 cm – 70 cm, dan dibelakang struktur mulai tumbuh mangrove jenis api-api (avicennia) secara alami.

Sayangnya upaya masyarakat membangun pengaman pesisir tersebut mendapat ‘ancaman’ berat. Salah satunya dari para pemilik modal yang mengincar kawasan pesisir untuk kepentingan investasi. Bukan rahasia lagi kawasan pesisir Demak merupakan daerah yang sangat startegis untuk dijadikan kawasan industri sebagai penyangga kawasan industri di Semarang yang sudah kelebihan beban. Selain itu rencana tata ruang dan wilayah pemerintah daerah juga belum mendukung partisipasi publik untuk menyelamatkan kawasan pesisir.

Terlepas dari semua permasalahan diatas apa yang sudah dilakukan masyarakat Desa Bedono dan Timbulsloko menjadi jawaban bagi pengambil kebijakan baik di pusat maupun di daerah bahwa persoalan banjir rob dan abrasi tidak harus diatasi dengan menghabiskan biaya yang sangat mahal.

Rakyat Indonesia sudah tahu penyakit di republik ini, bahwa ketika sebuah program dijalankan oleh pemerintah dengan pendanaan besar bisa dipastikan ada penumpang gelap bernama korupsi dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik oleh para opurtunis.

Sudah saatnya polemik soal reklamasi diakhiri, dan kita belajar ke Demak yang masyarakatnya sudah mengadopsi model pembangunan lingkungan yang cerdas dan beradab.  Lingkungan yang rusak tidak bisa lagi kita perbaiki dengan pendekatan kekuasaan, kerakusan para pemodal dan kebijakan angkuh. Mari kita bergandengan tangan membangun bersama alam dengan kerendahan hati dan ketulusan untuk kehidupan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun