Mohon tunggu...
Mohammad Ichlas El Qudsi
Mohammad Ichlas El Qudsi Mohon Tunggu... profesional -

Berpikir, berkarya untuk Negeri dan Bangsaku

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Cermin Kita adalah Berita

26 Desember 2012   04:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:02 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Berita yang tak kalah hebohnya, menyangkut pernyataan Dahlan Iskan tentang 10 oknum anggota DPR yang "memeras" BUMN. Berita itu diikuti dengan rilis nama yang sontak membuat anggota DPR (yang disebutkan namanya) menjadi bulan-bulanan. Tanggapan di media muncul dengan caci maki dan hujatan, si anggota yang disebut namanya kalang kabut dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kalaupun melakukan perlawanan (hampir) percuma, sekuat apapun tak akan merubah wajahnya di depan media. Media benar-benar membuatnya tersungkur dan tak mampu bangkit lagi. Lihatlah tanggapan yang beredar di media online, bacalah dengan teliti, (mungkin) tak satupun berkata baik terhadap anggota DPR. Hampir seluruhnya menghujat DPR. Inilah zaman kebebasan, dimana setiap orang punya hak bicara apa saja.


Untungnya sejumlah nama kemudian direvisi oleh Dahlan Iskan sendiri dan Badan Kehormatan DPR merehabilitasi sebagiannya lagi karena tidak terbukti. Namun revisi dan rehabilitasi tak merubah nama menjadi semerbak, bau busuknya terlanjur tertulis dengan tulisan tebal disertai garis bawah. Menghapusnya harus dilakukan sendiri oleh sumber berita, namun hingga saat ini belum ada upaya nyata untuk itu, meskipun Dahlan Iskan telah meminta maaf. Namun keseimbangan antara apa yang diberitakan dengan ralatnya belumlah sepadan.


Pertanyaan penting bagi media, mengapa sejumlah berita yang tidak jelas sumbernya tersebut bisa begitu mudah dikutip dan menjadi berita utama di banyak media, bahkan tidak sembarang media yang menulisnya, diantaranya salah satu media nasional yang dikenal reputasinya mumpuni dalam bidang jurnalistik. Padahal kode etik jurnalistik telah menggariskan bahwa (pasal 4 kode etik jurnalistik) wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul yang ditafsirkan sebagai (a) Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.(b) Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. (c)Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. (d) Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. (e) Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.


DPR sendiri tidak menutup mata dengan perilaku negatif oleh oknum anggotanya. DPR saat ini telah menjadi ruang publik. DPR seperti akuarium besar yang dapat dilihat dari sudut mana saja. Hal ini cukup membuktikan bahwa DPR adalah institusi negara yang terbuka untuk diakses dan dipublikasi.


Bagi anggota DPR, kritik adalah suplemen yang dapat menambah stamina dalam meningkatkan kinerjanya. Kalimat sekasar dan sekeras apapun, tak dirisaukan anggota DPR sepanjang jelas sumber dan akurat data yang memandunya.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun