Mohon tunggu...
Michael Gunadi Widjaja
Michael Gunadi Widjaja Mohon Tunggu... profesional -

L'ART POUR L'ART

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gendhing Pak Chokro

6 Desember 2010   07:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:58 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak lama orang merasakan bahwa dunia setelah Perang Dunia II,berada dalam dikotomi.Sebuah tatanan yang mau tidak mau memunculkan dikotomi Superior dan Inferior.Superioritas memiliki tatanannya tersendiri.Dan kutub ini mengarah kepada negara-negara di Eropa dan Amerika serikat.Superioritas ini nampak nyata dalam sosio kultural.Eropa dan Amerika begitu gencar dan fasih membuat trend gaya hidup dan popularitas budayanya.Di kutub yang lain,terdapat negara-negara seperti negara kita.Yang masih dipeluk dan disetubuhi oleh kutub inferioritas.Sebagai negara yang hanya terus menerus "sedang" berkembang.Budayanya dikagumi namun tetap kalah fasih berbicara di ajang dunia.Banyak faktor yang menyebabkan dikotomi semacam ini tetap berkembang.Muaranya berada pada kepedulian dan pencerahan pada diri kita sendiri.Untuk sampai pada suatu pemahaman bahwa kesejajaran,terutama dalam popularitas budaya,adalah hal yang harus diupayakan. Nampaknya upaya untuk fasih membicarakan budaya sendiri pada ajang dunia,masih diliputi kabut keniscayaan.Masih harus menguak belantara yang menutup rasa cinta yang berwujud kepedulian terhadap budaya sendiri.Salah satu yang nampak nyata adalah yang terjadi pada ranah seni musik.Khususnya musik tradisionil. Tulisan ini dimaksudkan sebagai sekedar telaah.Terhadap fenomena yang telah dialami seni musik tradisional Jawa.Gagasan dan muaranya adalah dengan sejenak menatap fenomenan sebuah contoh kesenian,merajut kepedulian dengan semburat pencerahan pemahaman sampai pada pengejawantahan laku bangga akan budaya sendiri.Sebuah syarat pokok agar seni dan budaya kita lebih fasih berbicara di ajang dunia. Saat mendengar kata gendhing(komposisi musik untuk gamelan Jawa),sebagian besar orang akan terpersepsikan pada sajian musik gamelan Jawa.Impresi yang dicecap inderawi orang,terutama para anak muda, adalah sebuah bebunyian yang "aneh".Aneh dalam artian mistis dan juga lambat,lamban dan tidak dinamis.Malah ada yang pasti tertidur jika mendengar sajian gendhing.Sebagian komunitas memang masih menunjukkan impresi antusiastik terhadap gendhing.Namun jumlah mereka tidak banyak.Dan jelas kalah fasih saat berhadapan dengan musik barat yang lebih merangsang melalui kemasan industrinya. Di bagian lain,gendhing mendapat tempat yang representatif.Bahkan prestisius.Anehnya,fenomena ini terjadi di Amerika Serikat.Sebuah negara simbol superioritas.Dan fenomena ini sebetulnya telah berlangsung sejak beberapa dekade silam.Adalah Lou Harrison,komposer musik kontemporer,yang bersama kawan-kawannya menempatkan gendhing dan juga gamelan Jawa pada tempat prestisius dalam semesta kesenian di Amerika Serikat. [caption id="attachment_76450" align="aligncenter" width="300" caption="Lou Harrison dengan peralatan buatan USA"]

12915948372072904743
12915948372072904743
[/caption] Lou Harrison lahir di Portland,USA pada 1917.Mengambil studi musik pada para komposer musik kontemporer terkemuka.Diantaranya berguru pada Arnold Schonberg.Seni gendhing dan gamelan Jawa,dipelajari Loe Harrison dari K.R.T Wasitodipuro yang menjadi dosen tamu di Berkeley.Setelah itu.Loe Harrison bersama kawan-kawannya,termasuk pakar gemelan Jody Diamond,mengedepankan konsep yang dikenal sebagai Aliran Gamelan Amerika.Banyak karya Lou harrison dalam format gendhing dan gamelan Jawa.Salah satu diantaranya adalah GENDHING PAK CHOKRO. Gendhing Pak Chokro adalah komposisi yang dibuat Lou Harrison sebagai penghormatan pada gurunya.K.R.T Wasitodipuro.Karya ini dibuat pada 1976.Dari segi auditif,Gendhing Pak Chokro adalah komposisi gendhing seperti yang lazim diperdengarkan di tanah air.Komposisi musiknya menggunakan titi laras slendro.Yang unik adalah,Gendhing Pak Chokro merupakan cermin dari keberadaan gamelan di Amerika Serikat. Keberadaan gamelan di Amerika tidak terlepas dari paradigma yang dianut para komposer Amerika.Paradigma komposer di Amerika cenderung bersifat horisontal yang mengarah pada multi kultural.Sedangkan bagi komposer Eropa,paradigma yang dianut adalah vertikal yang menjurus pada monokultural dan terikat dalam arus perkembangan sejarah.Proses komposisi gendhing dalam gamelan sangat menarik bagi komposer Amerika.Pada musik barat,komposisi dikerjakan dengan merancang plotline terlebih dahulu.Pada gamelan Jawa,gendhing lahir secara spontan bersamaan dengan kegiatan sehari-hari.Sublimasi musikal dan perilaku dalam gamelan inilah yang menjadi daya tarik bagi para komposer di Amerika. Ketertarikan para komposer Amerika dengan gamelan diwujudkan dengan membentuk kelompok gamelan yang profesional.Bay Area New Gamelan (Jody Diamond),Gamelan Son of The Lion (Barbara Benary),Berkeley Gamelan (Lou Harrison dan Philip Corner).Tidak hanya itu,di para komposer Amerika bahkan menjadikan seni gamelan,termasuk gendhing tentunya,sebagai sebuah pelajaran di tingkat universitas.Dan bahkan didirikan American Gamelan Institute.Sebuah institusi yang terus menerus mengadakan kajian dan merevitalisasi gamelan.Menurut pengalaman saya pribadi,di Amerika bahkan gamelan lebih populer dibanding musik tradisionil dari Jepang,Korea,Cina dan bahkan musik India. [caption id="attachment_76452" align="aligncenter" width="300" caption="Jody Diamond.Pendiri American gamelan Institute"]
12915950451659707308
12915950451659707308
[/caption] [caption id="attachment_76456" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana kelas gamelan di USA"]
12915951921604358851
12915951921604358851
[/caption] [caption id="attachment_76457" align="aligncenter" width="300" caption="Philip Corner dalam kegiatan musik outdoor"]
129159532872774666
129159532872774666
[/caption] Read more: http://imajiner07.blogspot.com/2013/09/gendhing-pak-chokro-by-michael-gunadi.html .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun