Mohon tunggu...
Mangapul Sagala
Mangapul Sagala Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Dosen

Alumnus Fakultas Teknik UI Doctor Theology dari Trinity Theological College, Singapore, Cambrige, Roma.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebangkitan Kristus dan Kepastian Hidup Orang Percaya

1 April 2018   06:09 Diperbarui: 1 April 2018   08:33 1947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu menjadi kekuatan menjalani hari esok. Kebangkitan Kristus kembali membuktikan bahwa Dia adalah Allah yang sanggup mengalahkan maut. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Dia (Yohanes 10:18b). Kebangkitan Kristus juga menjadi dasar yang kokoh untuk mempercayai Alkitab. Perjanjian Lama telah menubuatkan berita yang 'tidak mungkin' secara akal dan pengalaman itu (Yesaya 25:8)

 Demikian juga,  dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri telah menubuatkan kebangkitanNya berkali-kali, minimal empat kali (Matius 16:21; 17:22-23;20:19; 26:1-2). Karena itu, kebangkitan Kristus juga mendorong umat untuk hidup kudus dan benar, tidak menikmati dosa (1Korintus 15:32-34).

Akhirnya, Kebangkitan Kristus juga  memberi motivasi yang sangat kuat untuk mengabarkan Injil, Kabar Baik, Kabar Keselamatan. Itu sebabnya, keempat Injil: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes mengakhiri kisah Kristus dengan Amanat Agung (contoh, Matius 28:16-20).

Hal itu bertujuan, bukan Kristenisasi, tetapi agar berita pengampunan dosa, hidup kekal yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus dialami oleh semua orang berdosa, tanpa kecuali (Yohanes 3:16).

 12. Berita kebangkitan Kristus itulah yang dialami oleh Gary Habermas, seorang yang menerima gelar  doktor dari Emmanuel College, Oxford dengan disertasi kebangkitan. Pada  tahun 1995, Habermas sangat terpukul dan sedih akibat kepergian Debbie,  istrinya yang meninggal akibat penyakit kanker.

Tiga tahun kemudian,  Habermas menulis: "Kehilangan istri saya adalah pengalaman paling  menyakitkan yang pernah saya hadapi. Namun jika kebangkitan Kristus  dapat  menolong saya melewatinya, itu dapat menolong saya melewati apa  saja. Itu bagus untuk tahun 30 Masehi, itu bagus untuk tahun 1995 -ketika Debbie meninggal- dan itu bagus untuk waktu-waktu seterusnya" (Lee  Strobel: The Case for Christ, 327).

 13. Kiranya pengalaman  Habermas itu juga menjadi pengalaman kita, sehingga segala macam  kesulitan, tantangan, jalan buntu bahkan ketidakmungkinan yang kita  hadapi, di dalam kuasa kebangkitanNya, kita sanggup menghadapinya.

Bukankah Kebangkitan itu sendiri adalah ketidakmungkinan yang menjadi  mungkin?  Bersama rasul Paulus, mari kita serukan "Yang kukehendaki  adalah mengenal Dia dan KUASA KEBANGKITANNYA" (Fil.3:10).

 SEKALI LAGI, SELAMAT PASKAH BAGI SEMUA REKAN2KU YTK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun