Lembar itu,... Ya. Â Aku mengerti. Tentang tinta yang kau torehkan. Tentang sajak yang kau rangkai. Abjad demi abjad. Kalimat demi kalimat. Paragraf demi paragraf. Untuk melangkah pada sajak berikutnya tentu engkau membutuhkan tinta yg tepat. Mungkin ada, bahkan banyak tinta yg sudah terpercik, namun mungkin juga kau sengaja menghapusny, karna -sekali lg- mungkin tinta itu bukan membantu menorehkan sajak yang kau harapkan, malah merusaknya. Sehingga kau pun cepat2 untuk menghapusnya. Atau engkau sendiri yang belum mengerti jauh tentang tinta itu? Memang, tinta itu tidak sebaik tinta yang ada pada dirimu wahai pena.... namun tinta yang telah melekat pada pena itu tak lelah untuk menjadi lebih baik. Sehingga dapat menorehkan pula dgn tinta terbaiknya...percikan tinta yang mencoba berjalan dari huruf ke huruf. Dari lembar ke lembar berikutnya. Dari satu buku ke buku yang lain. Semata untuk menambah kualitas tintanya. Namun jika tinta itu tidak menemukan sang pena yang menjadi do'anya. Semoga Tuhan memberikn jalan yg terbaik untuk kau -sang pena- menemukan... tinta yang menjadi harapanmu... Wahai pena....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H