Mohon tunggu...
Mahmudi Udi
Mahmudi Udi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahmudi, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Uin Maulana Malik Ibrahim Malang. Kegiatan sebagai penulis lepas. Pekerja sosial, dan kemanusian.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perjalanan Hidup 3

2 November 2013   06:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:42 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ustad Galak (Wali murid)

Satu hari aku di dalam kelas, saat itu aku duduk di atas bangku sambil bercerita pada teman-teman yang lain. Walau aku bukan anak yang ahli bercerita pada hari itu aku berani duduk di atas bangku dan bercerita pada teman-teman. Tepat di depan samping saya ada seorang anak, dia adalah adik kelas aku, saat aku kelas IV dia masih kelas III. Anak itu adalah anak dari salah seorang ustad di salah satu padepokan di kampung.

Teman-teman yang melihat aku duduka di atas bangku, mereka pun menegurku, “kamu jangan duduk di atas, itu kan anak ustad” ungkap temanku. Sebenarnya teguran bertujuan baik. Teman-teman yang meminta agar aku tidak duduk diatas bangku sebab ada anak ustad, karena kepedulian mereka terhadap aku. Namun aku tidak menghiraikan tenguran teman-teman.

Sikap pengabaian aku pada teguran ternyata membuat teman-teman jengkel. Mereka pun mengancam akan melaporkan pada orang tuanya, mereka bilang. “eh… kamu akan kulaporkan ke orang tuanya”, ungkap sebagian teman pada saat itu.Aku tetap bersantai sambil menjawab lirih “laporkan saja”.

Entah kenapa, atau memang hari sial aku saat itu, ada orang tua dia lewat di sekolah. Dan mungkin ada teman yang melihat dia lewat. Kemudain ada yang melaporkan tentang sikap aku di kelas. Aku terkejut bukan kelapang. Hati berdetak kencang, kok bisa. Masuklah orang tua itu kekelas dan tanpa banyak kata, dia menayakan namaku, di mana yang nama Mahmudi, teman-teman menunjukkan padaku. Aku hanya duduk diam dan pasrah terhadap apa pun yang akan terjadi.

Bakulan Air untuk Jajan di sekolah

Di sekolah ada ibu penjual bakso, dan ibu ini sering meminta bantuan teman-teman untuk mengambilkan air minum di sumur. Ibu penjual bakso itu sangat baik, dia memiliki badan yang agak subur, suaminya tinggi dan kurus, aku sering bercanda atau bercerita. Bukan itu saja aku juga sering mengambilkan air untuknya.

Untuk kegiatan mengambil air maka aku selalu berangkat lebih pagi dari teman-teman yang lain. Aku berangkat pagi, karena aku harus mengambil air minum yang menjual bakso di sekolah. Sedangkan tempat untuk mengambil air + 30 m dari sekolah. Aku biasa mengambil air dengan teman, dengan cara diusung diangkat bersama-sama menggunakan pikulan. Dari mengambil air ini aku dan teman mendapat bagian bakso atau sekedar kerupuk. Bagian itu cukup menambah atau berjajan di sekolah.

Ibu penjual bakso, sebut saja Nyi Muhammad ini tidak hanya berjualan bakso, Dia berjualan serabutan lainnya, seperti manan anak-anak, makanan ringan. Aku paling suka membeli kerupuk dengan sambel yang sudah dicampur dengan kecap, rasa menantang dan pendesnya membuat ketagihan. Rasa baksnya sebenarnya standar, maklum 150-250 sudah bisa dapat bako.

Karena saat itu belum terjadi krisis, meskipun nomila nominal kecil bisa dapat banyak pilihan dalam hal ini membeli beranika ragam jajanan. Saat saya masih SD uang Rp. 25 Rupiah bisa dapat kerupuk empat. Dan ketika SD saya kadang hanya dikasi uang jajan Rp. 100-200, itu sudah banyak.Tapi kadang juga tidak dapat uang jajan, tergantung kondisi orang tua.

Nah ketika ngak ada uang jajan itu nyambi mengambilkan air itu jadi solusi, aku bisa berjajan dan mendapat makan gratis. Saat aku mengambil air untuk penjual bakso aku tidak merasa sungkan atua risih, mengalir saja. Lagi pula itu timbale balik, aku membantu mengambilkan air dan aku dikasih jajanan.

Ayam Tetangga Sekolah Mati, Penggaris Patah Di Betis

Seumur-umur baru saat itu aku mendapat pukulan dari penggalir kayu yang panjangnya sekitar 1 m. kejadian pemukulan itu berawal dari laporan warga yang ayamnya mati. Konon kematian itu disebabkan oleh ulah teman-teman di sekolah. Aku sendiri ngak tau, dan memang tidak merasa melakukan apa pun terkait kasus kematian ayam tetangga sekolah.

Laporan itu diterima oleh guru muda di sekolah sebuat saja Asnan, dia agalah salah satu guru agama di sekolah. Aku dan beberapa teman dipanggil oleh guru agama, berkenaan kasus kematian ayam tetangga di sekolah. Dari semua teman-teman tidak ada yang mengaku, “barang kali memang kena penyakit pak” ujar teman aku. Tapi guru agama rumapa sedikit tau bagaimana kronologi kematian ayam itu.

Pada satu hari anat berpesta kerupuk di warung sekolah, namu tak disangka ada ayam yang mencuri kerupuk itu. Sontak teman marah dan mengejar ayam itu, dan memang ayam itu tergolong ayam yang bandel. Mungkin tidak dikasi makan oleh si pemilik sehingga selalu mendekat pada anak sekolah yang jajan. Sudah banyak teman-teman yang menjadi korban pencuirian ayam itu.

Rupanya teman-teman jengkel dan memburu ayam itu. Aku sendiri tidak tau bagaimana nasip ayam itu, yang jelas ada sekita 5 orang yang mengejar ayam yang mencuri kerupuk itu. Aku pun tidak tau kalau sampai ayam itu mati, dan bagaimana sampai mati aku juga tidak tau. Kemungkinan teman melemparnya dengan batu kena kepalanya, yang mengakibatkan ayam itu meninggal.

Dalam kasus kematian ayam ini, aku benar-benar tidak tau. Tapi toh aku dapat getahnya juga. Teman-teman yang pesta kerupuk, termasuk aku yang juga pesta dipanggil. Padahal aku ngak ikut mengejar atau memburu ayam itu. Ada sekitar 8 anak yang dipaggil kedepan, setiap anak ditanya satu persatu dan tidak ada yang mau mengaku.

Setiap anak ditanya secara bergiliran. Bukan hanya ditanya mereka pun mendapat hadiah pukulan, karena saat itu guru agama sambil memegang sebuah penggari yang ukuran sekitar 1 m, dengan lebar 5 cm. pukulan dengan penggaris cukup keras dan membuat aku mengkidik juga. Tiba pada giliranku aku memejamkan mata dan setelah penggaris itu mendarat di kedua betisku patah.

Teman-teman tersnyum tipis, tapi suasana ruangan di kelas masih menegang. Karena masih ada beberapa teman yang belum dapat giliran. Dan guru agama itu belum juga kapok meski pun penggarisnya patah. Sisa patahan dari penggaris itu di balik, dan dipukulkan lagi pada teman-teman yang masih belum mendapat hadiah pukulan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun