Mohon tunggu...
Yuliana Lestari
Yuliana Lestari Mohon Tunggu... Administrasi - civic teacher

Menulis adalah keberanian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Long Distance Marriage (LDM), Semoga Menuai Hikmah

20 Juni 2019   19:44 Diperbarui: 21 Juni 2019   08:09 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Long Distance Marriage bukan hal yang mudah bagiku. Meskipun dulu pas masa pacaran (ups taaruf ) ding sempet LDR (Long Distance Relationship) cukup lama. Tapi pas menikah sudah sepakat bahwa gak bakal lagi long distance. 

Seringkali aku bilang "Aku ojo dikongkon lungo" Tapi apalah daya Tuhan berkehendak lain.  Karena tuntutan profesi mau nggak mau harus menjalani pekerjaan di luar kota.

Berat memang apalagi untuk ukuranku yang merupakan ibu muda dengan seorang anak yang baru berusia satu tahun. Seharusnya bisa mengASI  sampai usia 2 tahun tapi terpaksa hanya sampai 1 tahun. 

Tidak hanya itu, sempat merasa gagal menjadi ibu karena tidak akan bisa melihat perkembangan buah hati  setiap menitnya. Tidak bisa melihat tangis dan tawa nya setiap saat. Tidak bisa menyuapinya, bermain, memandikan dan momen-momen lain yang seharusnya menjadi masa bonding ibu dan anak.

Sedih pastinya, galau dan uring-uringan saat tahu penempatan yang bakal jauh dari keluarga. Apalagi untuk urusan anak terasa berat banget. Ibu mana sih yang nggak sedih jauh dari anak? Bukan 1- 2 hari tapi entah beberapa tahun, meskipun  tiap minggu setidaknya bisa pulang. Tapi tetap saja banyak momen-momen terlewatkan dan harus dikorbankan.

Sempat pula berfikir untuk tidak mengambil peluang pekerjaan ini tapi ingat betapa banyak perjuangan yang telah dilakukan. Begitupun doa-doa dari orang terdekat utamanya ibu bapak. Akan terasa sia-sia pengorbanan dan ikhtiar selama ini bila peluang tersebut tidak diambil. Akhirnya pilihanku tetap mengambil jalan yang telah dibuka oleh Allah. 

Berusaha lapang dada dan berfikir positif tentang rencana Allah.  Gusti Allah lebih tahu jalan terbaik yang harus aku tempuh, lebih tahu seberapa kesanggupanku menjalani semuanya dan tentunya semua dimulakan dengan bismillah.

Tak apalah saat ini berjauhan, hanya sementara. Bismillah, bekerja diniatkan untuk ibadah. Jarak tak akan jadi masalah tetapi akan menuai banyak hikmah. Begitulah kira-kira aku menghibur diri. Berusaha ikhlas menjalani dan mengakrabkan diri dengan jarak. Berjauhan bukan berarti sendirian. 

Kami tetap bersama meski raga di kota yang berbeda. Kami menitipkan pada Allah yang maha kuasa, Insyaallah Allah yang jaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun