Mohon tunggu...
Rohayati Aya
Rohayati Aya Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer/A wife/A mother

S.KPm, IPB 2012 M.Si, IPB 2017 Pernah bekerja di lembaga pendidikan tinggi dan kementerian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Orang Miskin Tidak Berhak untuk Bermimpi

22 November 2016   07:35 Diperbarui: 22 November 2016   14:27 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari: http://posfilm.com/nil-battey-sannata-perjuangan-ibu-mendidik-putri-pemalas/

Orang miskin tidak berhak untuk bermimpi. Sebenarnya itu adalah kalimat yang salah. Justru sebaliknya, orang yang tidak punya mimpi itu yang sangat miskin. Dalam keadaan apapun semua orang berhak untuk bermimpi.

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah film India berjudul Nil Battey Sannata. Nil Battey Sannata adalah sebuah peribahasa India yang kurang lebih artinya mendapat nilai pas-pasan di Matematika (jika salah mohon dibenarkan). 

Film drama komedi ini sudah dirilis sejak April 2016. Meskipun dibalut dengan komedi, namun tidak menghilangkan pesan moral dalam film ini. Bahkan diakhir cerita saya terpaksa harus menitikkan air mata karena terenyuh dengan perjuangan seorang ibu untuk anaknya. Lalu apa kaitannya film ini dengan kemiskinan?

India merupakan negara di Asia Selatan yang kini tengah mengalami pertumbuhan ekonomi. Sayangnya negara tersebut masih harus membenahi kemiskinan yang melanda warganya. Badan Statistik India seperti yang dilansir oleh Daily Mail, 2015 dalam berita yang dilansir Okezone, menyatakan bahwa sebanyak 360 juta warga India dinyatakan miskin. (Potret Kemiskinan di India)

Sumber dari: http://redaksiindonesia.com/read/india-negara-paling-ramah-dengan-si-miskin.html
Sumber dari: http://redaksiindonesia.com/read/india-negara-paling-ramah-dengan-si-miskin.html
Kemiskinan yang terjadi di India selalu digambarkan pada setiap adegan film bollywood tak terkecuali film Nil Battey Sannata. Film berdurasi 90 menit ini akan membawa penonton pada kehidupan sehari-hari orang miskin di India. 

Sahay Chanda adalah seorang single parent yang harus bekerja sehari penuh untuk menghidupi putri semata wayangnya, Apheksa (Appu). Saat pagi hari, Chanda bekerja sebagai asisten rumah tangga, siangnya ia bekerja menjemur kain-kain saree, dan sorenya ia bekerja sebagai buruh sepatu. 

Appu adalah siswa kelas 9 SMP yang seharusnya sudah lulus dan lanjut ke SMA, namun karena tidak lulus ujian ia terpaksa harus menetap di kelas 9 SMP. Appu malah menganggap dirinya telah masuk ke kelas 10 SMA. Dan anehnya, Appu tidak pernah merasa bersalah atau berusaha agar dirinya bisa lulus ujian. Sebaliknya, dia selalu malas dan sering mendapatkan hukuman dari gurunya. 

Appu merupakan harapan terbesar Ibunya, ia tidak ingin Appu seperti dirinya yang hanya sebagai buruh. Namun apa boleh dikata, Appu tumbuh menjadi gadis yang keras kepala, pemalas, dan tidak suka belajar apalagi matematika. Karena itu nilai pelajaran matematikanya selalu rendah. 

Ibunya sering menceramahi Appu agar mau belajar dengan sungguh-sungguh. Ia pun sering menanyakan apa cita-cita (Impian) Appu jika sudah dewasa. Dan dengan santainya Appu menjawab ingin menjadi pembantu seperti Ibunya. Appu beranggapan bahwa, jika orang tuanya sebagai dokter anaknya pun menjadi dokter, jika orang tuanya insinyur anaknya pun menjadi insinyur, dan seterusnya. 

Mendengar itu Chanda berkonsultasi kepada Oma di tempat ia bekerja. Menurutnya sudah banyak contoh orang sukses di India yang berasal dari keluarga miskin. Dalam meraih kesuksesan hanya butuh dua modal yaitu keberuntungan dan kerja keras. 

Oma sempat menawarkan tempat bimbel yang mungkin dapat membantu Appu. Sayangnya tempat bimbel tersebut hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang pintar. Anak-anak dengan nilai rendah dan berasal dari keluarga miskin tidak diberikan kesempatan untuk belajar di bimbel. Selain biayanya mahal, diskon hanya berlaku untuk anak-anak dengan nilai matematika diatas 50 persen. Itu artinya Appu harus bekerja keras agar nilai matematikanya bisa diatas 50. 

Melihat kelakuan Appu yang malas belajar, Chanda tidak yakin jika Appu dapat meraih nilai 50. Chanda kembali berkonsultasi dengan Oma, ia khawatir jika kedepannya Appu benar-benar menjadi pembantu. Chanda pun berandai, seandainya saja dirinya dapat mengajari Appu di pelajaran matematika. Mendengar itu, Oma pun memiliki ide untuk menyekolahkan Chanda di tempat Appu sekolah. Oma beranggapan bahwa, jika Chanda tidak mampu mengajarinya setidaknya mampu menjadi panutan untuknya. 

Awalnya ide Oma tidak diresponon oleh Chanda. Namun melihat Appu yang tidak memiliki semangat belajar, akhirnya tawaran Oma pun diterima. 

Meskipun hal itu tidak disetujui oleh Appu, namun Chanda tetap memberanikan diri untuk masuk sekolah Appu. Di sekolah, mereka berdua tidak saling sapa. Bahkan selain kepala sekolah tidak ada yang tahu jika Appu adalah putri semata wayang Chanda. 

Sumber dari: http://www.bollywoodmdb.com/movies/large/nil-battey-sannata/16136/27437
Sumber dari: http://www.bollywoodmdb.com/movies/large/nil-battey-sannata/16136/27437
Beruntung, Chanda duduk sebangku dengan anak terpintar di kelas dan duduk di depan. Berbeda dengan Appu yang duduk di bangku paling belakang bersama anak yang sepadan dengan Appu. 

Kini, kegiatan Chanda tidak hanya bekerja namun juga belajar sambil mengawasi anaknya. Hari-hari telah berlalu dan Chanda menunjukkan prestasi yang baik di kelas. Hal itu tentu membuat Appu cemburu dan dia pun melakukan perlawanan dengan belajar sungguh-sungguh serta mendekati anak terpintar di kelas. 

Usaha itu akhirnya membuahkan hasil, Appu berhasil mendapatkan nilai diatas 50. Namun hal itu justru membuat dirinya makin menjauh dari ibunya. Bahkan ia berkata bahwa menjauh dari ibunya menjadikan dia dapat belajar sungguh-sungguh. 

Ibu mana yang tak sedih mendengar perkataan seperti itu dari anaknya sendiri. Namun, Chanda adalah ibu yang kuat. Dia justru tetap pergi ke sekolah agar anaknya tetap belajar dengan sungguh-sungguh. 

Meski hatinya masih sedih, Chanda tetap berusaha untuk berkomunikasi dengan anaknya. Namun, Appu justru memberi respon yang berbeda. Ia malah mencuri tabungan ibunya dan menghabiskannya untuk foya-foya. 

Mengetahui itu Chanda sangat marah, itu artinya ia harus menabung dari nol lagi. Bukannya bersimpati, Appu malah melawan perkataan ibunya dengan berdalih untuk apa ibunya menabung karena pada kenyataannya orang miskin tidak bisa bermimpi untuk menjadi sukses. 

Chanda hampir putus asa, namun ia tak mau kalah dengan anaknya. Ia memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Pagi, siang, dan malam ia gunakan semua waktunya untuk bekerja agar bisa mengumpulkan uang untuk anaknya. Bahkan dalam keadaan sakitpun ia tetap bekerja. 

Di sekolah, Appu tidak seceria biasanya. Teman-temannya pun heran dengan perubahannya. Si anak terpintar di kelas mencoba untuk menanyakan perubahan Appu. Namun, Appu tidak ingin diganggu dan tidak ingin dicampuri urusannya. Si anak pintar itu pun menceritakan bahwa sebenarnya ia tahu bahwa Chanda adalah Ibu dari Appu. Ia juga tahu kenapa Chanda tidak masuk sekolah akhir-akhir ini. Si anak pintar itu mengajak Appu untuk bertemu di suatu tempat malam itu. 

Malam harinya Appu menemui si anak pintar. Dan ia baru tahu jika si anak pintar itu ternyata memiliki keadaan yang sama dengan dirinya, yaitu hidup dalam kemiskinan. Si anak pintar itu pun meninggalkan pekerjaannya di bengkel untuk menemani Appu ke suatu tempat. 

Di tempat itu ia menunjukkan Chanda yang tengah bekerja di salah satu kedai makanan. Saat itu Chanda tengah mencuci perkakas kedai. Appu yang melihat dari kejauhan hanya bisa terdiam dan sedih melihat ibunya harus bekerja di tempat seperti itu. 

Si anak pintar menjelaskan, salah satu impian terbesar Chanda adalah Appu. Karena itu, sebaiknya Appu jangan menyia-nyiakan harapan ibunya. 

Sepulangnya dari tempat itu, Appu menangis dan lansung mendekap ibunya yang baru pulang bekerja. Ia pun meminta maaf atas kesalahannya dan ia berjanji akan selalu serius dalam belajar. 

Chanda berkata kepada Appu, seperti ini kira-kira "gagal itu biasa, namun jangan sampai kegagalan itu menghancurkan mimpimu. Ketika kamu punya mimpi maka genggamlah mimpimu seerat mungkin. Meski dalam perjalanannya kamu akan menemui orang-orang yang bisa menggagalkan mimpimu. Di satu sisi kamu juga akan bertemu dengan orang-orang yang paham dengan mimpimu. Dekatilah orang-orang yang paham dengan mimpimu, karena mereka tahu jalan mana yang harus kamu tempuh"

Appu dewasa berhasil menempuh ujian UPSC, salah satu ujian sebagai syarat menjadi seorang kolektor. Menjadi seorang kolektor adalah impian ibunya, karena saat itu ia tidak sengaja bertemu dengan seorang kolektor yang baik hati. Paham dengan Appu yang tidak tahu menjadi apa, Chanda mengarahkan mimpi Appu. Setidaknya ia memiliki pandangan yang lebih baik dibanding ibunya yang hanya seorang buruh dan asisten rumah tangga. 

Film ini mendapatkan penilaian 8.5 dari IMDb. Dan tentu saja film ini ditujukan untuk semua Ibu di seluruh dunia. 

"Makhluk Tuhan yang paling baik diciptakan adalah Ibu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun