Mohon tunggu...
Boil
Boil Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja dalam soenyi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fatamorghana

30 Juni 2011   14:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:02 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu tiba-tiba saja aku terbangun dari tidurku, entah kenapa seribu bayang selalu hadir dengan berbagai macam raut muka yang membuatku semakin gelisah. Aku mencoba bangkit dari tempat tidurku, aku masih menatap gelas kosong sisa kopi susu sore masih namapak di atas meja kamarku. Di luar masih ramai lalu-lalang sepeda motor dan berbagai macam obrolan di depan warung kopi persimpangan rumahku.

Aku menatap jam dinding sudah menunjukan pukul dua belas malam, aku mencoba memungut bajuku yang tergelatak di lantai untuk segera aku pakai, aku mencoba menenangkan diri menuju ke arah warung kopi tersebut. Sesampainya di sana aku menatap wajah-wajah yang masih asing bagiku, tapi aku tidak menghiraukanya, dan aku mencoba memesan segelas teh hangat kepada pemilik warung. Namun sekali lagi aku masih nampak keheranan dan penuh dengan tanda tanya.

'' Kemana bapak yang biasa melayaniku di warung ini.

Namun aku mencoba menepisnya dengan pikiran lain lagi, namun dalam kepalaku selalu saja muncul pertanyaan demi pertanyaan tentang sang pemilik warung.

'' Achh, mungkin si Bapak sudah tidur dan di gantikan saudaranya yang baru datang.

Akupun mencoba menikmati secangkir teh panas yang telah di suguhkan oleh lelaki setengah baya di hadapanku, dengan tampang yang agak pucat dia mempersilakan hidangan di hadapanku. Sebatang kretek telah kunyalakan tuk menemaniku melepas kegelisahan di benaku. Aku menatap wajah-wajah di sekelilingku yang nampak masih asing.

'' Siapa mereka, padahal aku penduduk asli kampung sini, kenapa aku tidak mengenal mereka ?!

Suasana malam masih terasa ganjil bagiku, dan tiba-tiba saja seekor anjing jantan melolong di hadapanku, dia mencoba mendekatiku dan terus menyalak-nyalak di hadapanku. Aku semakin di buatnya penasaran oleh datangnya binatang ini.

'' Kenapa mereka masih begitu santainya bercanda, sedangkan anjing ini hanya menyalak di hadapan mereka saja... ?!

Pertanyaan demi pertanyaan semakin memenuhi otaku, tak terasa telah habis berbatang-batang kretek telah kuhisap, aku mencoba membayar segelas teh panas pesananku tadi.

'' Permisi Pak, berapa ya pesanan saya... ?

'' Cuma segelas teh ya Mas, seribu deh...

Lelaki separuh baya itupun mengambil selembar uang yang aku serahkan, namun aku sempat menatap telapak tanganya, aku lihat tidak sama dengan telapak tanganku yang rata-rata memiliki garis tangan, dan aku mencoba menatap bibirnya.

'' Ahh, ya Tuhan, dia tidak memiliki garis tengah bibir...

Lalau aku mencoba mencuri pandang kepada sekelompok orang-orang di depan warung tersebut.

'' Astaga, ternyata mereka sama-sama tidak memiliki garis pembelah yang membentuk bibir.

Lalau aku segera pergi menuju kehalaman rumahku, namun langkahku tiba-tiba saja terhenti, seorang lelaki tua mencoba menyapaku.

'' Dek dek, sebentar, Bapak mau nanya sama kamu.

'' Ya Pak, ada apa ya...?

'' Barusan adek sedang apa di depan sana ?

Bapak tua itu mencoba bertanya kepadaku sambil sesekali tanganya menunjuk kearah warung tadi.

'' Minum teh pak.

'' Tahu gak dek siapa mereka ?

Aku semakin dibuatnya penasaran oleh pertanyaan Bapak tua ini, lalu aku mencoba mendengarkan jawaban darinya dengan seksama.

'' Adek, malam ini malam selasa kliwon, dan kebetulan dulu di tempat tersebut pernah terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tidak di kenal.

'' Tapi Pak, itukan warung Pak Kardi...?!

'' Ha ha ha, adek salah, warung Pak Kardi disebelah sana...

Seraya tanganya menunjuk sebuah warung dari sebelah kanan tempatku berdiri, aku mencoba mencermatinya, ternyata benar, warung Pak Kardi sedang tutup.

'' Nah, saya rasa sekarang adik sudah tahu maksud saya bukan, mari bapak antar masuk kedalam rumah adek.

Lelaki tua inipun mencoba mengiringi langkahku, diapun memberiku sebotol air mineral tuk segera aku minum, setelah berbincang-bincang beberapa saat diapun undur diri dariku.

'' Jangan lupa ambil air wudhu dulu sebelum tidur ya, biar tidak geisah lagi tidurnya.

Aku mencoba berterimakasih kepadanya, namun tak berapa lama sebelum aku mencoba menyalami tanganya, lelaki tua itu sudah menghilang dari hadapanku.

-------- sekian -----------------

selatan borneo di pinggir trotoar

bvb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun