Mohon tunggu...
Boil
Boil Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja dalam soenyi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tafakur

14 Juni 2011   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:32 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

saat dilema masa hitam telah meneror gelisahku
saat isi kepala telah habis tuk sebuah pikir
senyum malam begitu genitnya mengajaku tuk menyetubuhinya
dalam sebuah percumbuan serat jiwa yang lama terluka

Tafakur
munajad cintaku yang lama sirna
melemparkan segenap rasa-rasa yang merasa-rasa
dan menanggalkan satu demi satu pakaian yang memberatkanku
aku-pun harus telanjang

malam-malam yang senyap
saat lelap begitu sedapnya tuk dinikmati
saat itulah suara rindu sejati merangsang tangis
mengajak berkeluh kesah diantara udara-udara yang bercampur basah
menyerahkan pasrah lalu bercumbu tanpa desah

ramai suara jangkrik tak terdengar jelas
sebab suara hati sedang bercerita kepada Illahi
tentang dosa-dosa yang mendarah daging
tentang mimpi-mimpi yang tertikam belati
dan tentang raut wajah muram diatas perjamuan hidup

Tafakur
melemparkan dengkur
menyambut kebebasan jiwa
melemparkan berbagai macam aku yang menghimpit isi dada besarkan kepala

Tafakur
di sepertiga dalam pelukan bulan
berkelana dalam diri demi jiwa yang hampir mati
lalu tersenyum penuh suka cita yang mengeringkan air mata luka lara
setelah tiada aku menuju Dia yang tercinta
------------------------------------------------
pinggir trotoar 14062011
bvb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun