Mohon tunggu...
Boil
Boil Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja dalam soenyi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kabut

29 Mei 2011   05:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:05 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kabut putih, pekat mengelilingi kepala, menutupi mata yang masih sembab oleh tangis kemarin malam.
Secangkir kopi terasa pahit, namun gurauan pagi merangsang keterpurukan tuk segera bangkit, berharap kabut kan tersibak oleh sang surya, walau bayu masih sedikit mengantuk berhembus di pepohonan.

letih dan lelah pikir.
hati cahayanya meredup pelan, namun jendela mengajak memandang, menarik pikir tuk turut keluar mengajak mata yang sedikt sayu, menatap luar jendela dibalik kabut, warna-warni diluar jendela, membungkam gelisah pacu semangat.

keindahan itu tak hanya sebatas puji, caci maki tak harus menyakiti, dan manis itu membahayakan sang pahit menyelamatkan.

kabut putih sedikit merintih.
mendekati siang yang terus menantang, jendela terbuka lebar, pintu tak lagi terkunci, sebab atap rumah terus terbakar mengundang pengap yang menggelisah keringat.
keluarlah dan kemudian masuk lagi, sebab terlalu banyak didalam tidak membakar kalori, keseringan diluar tak juga menyehatkan ragawi.

kabut putih akan tersingkap.
sebab diluar sana tak seperti disekitar sini, berbeda malam dengan siang, namun masih sama-sama diatas bumi.

*****
pinggir trotoar pada siang hari
salam
bvb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun