Aku punya sebuah kabar, kabar yang tersebar lewat goresan pena yang ditari-tarikan oleh sang penggores aksara, berliuk-liuk membentuk sebuah kata mirip sebuah lukisan yang menjakjubkan.
Katanya begini :
Sang raja disebuah negeri sedang merenung menyaksikan para punggawa-punggawanya serta para dewan istana sedang berpesta kebeberapa negeri tuk sebuah diskusi basi yang melukai hati, raja hanya bisa bernyanyi, karena itulah hobinya selama ini tuk menamba lara hati.
Akupun punya cerita tentang burung kakak tua :
Dia tak lagi segalak sewaktu dulu, dimana sering dinyanyikan dalam kholbu oleh penghuni negeri, dan kini hanya sebuah bagian dongeng anak negeri yang suka bercinta ala cleopatra.
Dan satu lagi ceritaku :
Seorang pencuri tertangkap basah disebuah pasar, padahal perutnya sedang lapar, dan baru kali pertama dia mencuri, dan itupun hanya satu bungkus nasi, diapun dipukulin beramai-ramai, lalu ditelanjangi dan kemudian diarak berkeliling pasar sebelum diserahkan kepada para petugas polisi yang perutnya gendut suka manggut-manggut gut gut gut...wuaahemmm...
Ah, kasian sekali sipencuri dinegeri yang beragama ini, sungguh hina perbuatanmu, begitu kata para penggebuk pencuri yang suka ibadah setiap hari.
Ah, ceritaku hanyalah sebuah fiksi, sebab aku adalah serangkaian kata yang tergores membentuk kalimat-kalimat tuk bisa dinikmati pembaca, karena aku adalah fiksi, dan aku adalah sebuah imaginasi yang tidak nyata, karena Penciptakupun tidak nyata namun ada kenyataanya.
Yeah, mari seduh kembali kopi ini...
'' ssssffffff...fusssssssshhhhhhhhhhhh...
pinggir trotoar sedang cerah
salam
bvb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H