“Nis, ayo ikut aku naik mobil!” Ajak Shelly.
“Tidak usah! Aku jalan kaki saja. Aku juga masih mampu jalan kaki, kok.”
“Baiklah kalau begitu. Aku pulang duluan ya, Nis!”
Shelly pun pergi meninggalkan Anis. Dengan langkah gontai, Anis berjalan menuju rumahnya. Pikirannya kalut.
Setiba di rumahnya, Anis kaget. Jantungnya berdegup kencang. Badannya terkulai lemas. Ia melihat ibunya terbujur kaku. Para tetangga berkumpul seraya membacakan doa-doa.
“Ibu……kenapa Ibu tinggalkan aku??? Jawab,Bu!!!! Kenapa Ibu hanya diam??? Bangun, Bu….Bangun!!!”
Anis mengguncang-guncangkan tubuh ibunya. Tiba-tiba Bu Marni, tetangga sebelah yang sudah seperti saudara sendiri, menghampiri Anis.
“Sabar ya, Nis..tadi ibumu mau menjemputmu ke sekolah naik sepeda. Di perjalanan, ada truk yang menabrak ibumu. Sopir truk itu lari entah kemana.” Ujar bu Marni.
“Apa??? Jadi tadi ibu pergi untuk menjemputku??”
Brukkkkk!!! Tiba-tiba tubuh Anis terjatuh. Ia tak sadarkan diri. Bu Marni segera membawa Anis ke kamar. Sementara itu, jasad ibunya Anis dimasukan ke dalam keranda untuk dimakamkan. Para tetangga pun pergi bersama-sama mengantarkan jasad itu ke makam.
Selama pingsan, Anis sempat bermimpi bertemu dengan ibunya yang berpakaian putih.