Lagi-lagi hati ini berdesir dan menggeram melihat segala hal positif yang dia torehkan. Sekilas, tak berniat aku membuka catatannya, tapi hati ini tergerak ingin tahu bagaimana dia dalam dunia jejaring sosial. Harus kuakui, kemampuan menulisnya semakin "menjadi" sejak terakhir kali ku berbincang dengan ukhti yang satu itu. Sekejap mata ia memang gadis yang luar biasa. Cantik, pandai, cerdas, aktivis, serta muslimah yang saya kira taat.
Bertahun yang lalu, dada ini merintih menyaksikan segala sukses yang ia raih. Tapi, kali ini rasa itu bergelora lebih gila. Tuhan, janganlah engkau bawa hambamu ini dalam feel yang sama. Dalam dosa yang sama. Saya hanya ingin rasa iri tak bersemi kembali, yang nyatanya malah berbuah busuk.
Tapi, sekarang aku paham. Terima kasih Tuhan, Kau yakinkanku jikalau rasa ini bukanlah iri. Melainkan pecut motivasi yang senantiasa membayangiku. Dan terima kasih pula, Kau telah pertemukanku dengannya. Walau aku tahu, sulit bagiku untuk melupakan bagaimana rasa ini tak kunjung meranggas walau muali detik ini sudah kukatakan, yang ada hanya pecut motivasi.
Hari ini aku paham, aku harus berlari mengejar sukses yang sudah ada di pelupuk mata. Melintasi lorong-lorong gelap, menaiki tangga besi berdebu, melewati insan bermuka seribu, merasa sakit sekujur hati, dan akhirnya Tuhanlah yang membawaku pada sebuah penantian. Penantian yang sebenarnya. Karena aku tahu, Dia ...