Mohon tunggu...
Mujahid Hamdan
Mujahid Hamdan Mohon Tunggu... -

Pemikir, Peneliti dan Penulis. UIN Ar-Raniry.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Gerakan Kampus Dikebiri?

24 Mei 2017   10:35 Diperbarui: 24 Mei 2017   11:04 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rezim Jokowi terkesan lebih sensitif terhadap ideologi, gerakan dan pemikiran. Buktinya berupa keputusan pembubaran ormas HTI, upaya respresif terhadap "radikalisme dan ekstrimis" dan pernyataan "gebuk dan tendang" pada PKI.

Kampus tak luput dari perhatian pemerintah. Nampaknya, pemerintah amat serius menangani arus pemikiran, ideologi dan gerakan di kampus yang dianggap membahayakan. Tak tanggung-tanggung, birokrasi kampus juga ikut serta dalam upaya tersebut. Fenomena birokrasi di beberapa kampus  yang "nimbrung" adalah di luar kelaziman di rezim-rezim sebelumnya. Bahkan, tindakan "nimbrung" itu sudah vulgar dan menjurus ke represif, kalau tidak disebut "norak".

Kampus adalah tempat yang amat potensial bagi pengembangan wacana dan gerakan pemikiran. Selain karena sebagai wadah berkumpulnya para cendikia, mahasiswa memang kelompok yang bergairah dengan eksistensi dan aktualisasi diri.

Kampus juga tempat bertumpunya harapan untuk melahirkan generasi emas. Hampir semua mereka yang memimpin di  berbagai bidang hari ini adalah produk aktivisme kampus. 

Sayangnya, upaya "kebiri" kampus dapat diniliai terlalu gegabah dan emosional. Bagaimana tidak, debat mengenai definisi radikal, ekstrim dan gerakan yang tidak sesuai dengan Pancasila terlalu dini dianggap selesai.

Semua gerakan di kampus amat bertalian dengan gerakan di luar kampus. Bahkan bisa dibilang, gerakan di dalam kampus amat krusial dan menjadi parameter mengukur konstalasi gerakan pemikiran nasional.

Mari kita memetakan gerakan apa saja yang bertumbuh dan berkembang di kampus. Gerakan dapat dibagi berdasarkan struktur organisasinya ke dalam gerakan internal dan gerakan eksternal. Gerakan internal adalah gerakan yang secara formal dibawah kendali birokrasi kampus. Sedangkan gerakan eksternal tidak memiliki hubungan koordinasi organisasi dengan birokrasi, tetapi wilayah pergerakannya di lingkungan kampus. Contoh gerakan eksternal seperti KAMMI, HMI, PMII, IMM, Gema Pembebasan dll.

Khsusus untuk gerakan internal, meskipun di bawah kendali birokrasi kampus, namun sesungguhnya pemikiran, muara dan model gerakannya sangat bertautan dengan gerakan yang ada di luar. Saya sebut model pertautan tersebut sebagai psoudoafiliasi. Model afiliasi semacam inilah yang berhasil merekrut kader-kader baru untuk gerakan yang ada di luar kampus.

Jika kita mau jujur, P*S dan H*I adalah gerakan yang sangat dominan di seluruh kampus di Indonesia, yang selanjutnya saya menyebutnya sebagai gerakan psoudoafiliasi. Bahkan, kampus adalah dapur utama bagi kedua gerakan ini. 

Saya menduga, "kebiri" kampus oleh rezim adalah kelakuan yang dipengaruhi oleh konstalasi politik nasional. Setidaknya ada dua alasan mengapa kegenitan ini begitu vulgar. Pertama, ada semacam paranoid terhadap gerakan psoudoafiliasi, kemudian gerakannya dibatasi kalau tidak disebut disuntik mati. Kedua, upaya ambil alih kampus lalu digantikan dengan gerakan lain.

Sayangnya, upaya pembatasan tersebut lebih bersifat politis dan nonakademis. Kalau gerakan psoudoafiliasi di kampus dibatasi, lalu peran-peran besar mendidik anak muda mau digantikan dengan apa. Padahal, daripada mengkebiri gerakannya, pemerintah semestinya adil dengan juga mengapresiasi kerja-kerja komunitas ini. Komunitas ini telah berhasil (i) menjadi wadah positif bagi mahasiswa, (ii) memberikan ruang eksistensi dan aktualisasi diri bagi mahasiswa, dan (iii) dinilai melahirkan kader yang punya wawasan kebangsaan, unggul dan kompetitif.

Tentu akan memunculkan beberapa pertanyaan. Pertama, bukankah salah satu gerakan psoudoafiliasi tersebut sudah dilarang? "Wacana ini belum selesai. Pemerintah terkesan terburu-buru kalau tidak disebut ejakulasi dini dalam menghakimi". Kedua, bukankah organisasi kampus tidak boleh berafiliasi dengan organisasi luar? "Ya. Tidak boleh. Tetapi, pemikiran itu tidak dibatasi oleh strukutur organisasi. Pemikiran akan terus bertumbuh dan berkembang dengan jubah organisasi apapun. Anda boleh membatasi dan meregulasi organisasinya, tapi hampir dipastikan mustahil membatasi pemikirannya."

Sebaiknya pemerintah dan birokrasi kampus jangan "baper" dengan kondisi politik nasional. Tidak adil rasanya kalau pemerintah tidak merangkul semua dimensi pemikiran. Pemerintah lewat kemenristekdikiti sebaiknya lebih baik berkomunikasi secara diaologis ketimbang terlihat represif. Para pejabat kampus yang berkepentingan berhentilah melakukan "jilatisasi" dengan ikut-ikutan. Tindakan semacam itu, hanya menghianati keluhuran akal budi seorang akademisi.

Berhentilah bermain sandiwara dengan lebih "demen" dengan gerakan tertentu. Saya melihat ada peran krusial dari gerakan yang jualan kebinekaan dan Pancasila dari fenomena ini. 

Kalau seandainya, gerakan pseudoafiliasi tersebut mau dikebiri, dijungkalkan, dan diberangus, mau digantikan dengan apa? Belajarlah bertepuk tangan bahwa (i) banyak anak muda yang diajarkan untuk taat beragama sehingga terselamatkan dari bahaya narkoba dan seks bebas. Hai..., kampus hanya memberi 2 SKS pendidikan agama. Itu "belum bisa" membuat mahasiswa paham bagaimana mandi wajib yang benar. (ii) Lewat program pengembangan diri dan keahlian, berapa banyak mahasiswa yang kemudian menjadi peneliti muda, politisi muda, pengusaha muda, dll. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan kampus, diambil alih oleh komunitas psoudoafiliasi ini. Kampus adalah tempat meredekanya cara berfikir. Tidak boleh dipasung. Memasung gerakan kampus adalah merencanakan kemunduran bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun