Semakin hangat dibicarakan mengenai kasus eksekusi mati. Eksekusi mati tersebut merupakan kebijakan dan putusan hukum di Indonesia, karena sudah memiliki kekuatan hukum yang kuat dan mengikat. Perlu di pahmi bahwa eksekusi mati narkoba itu bukan terhadap warga negara, tapi yang dieksekusi mati itu adalah untuk para Bandar dan pengedar narkoba.
Komitmen yang tegas sudah dapat ditunjukkan oleh pemerintah saat ini dalam memerangi narkoba. Kenapa harus narkoba, kenapa tidak koruptor? Pertanyaan itu mungkin yang banyak dibicarakan oleh berbagai kalangan. Keduannya berhak di hukum mati, tapi narkoba tidak pandang kalanagan, baik itu orang miskin, kaya, tua, muda, pejabat, artis dan lain sebagainya, sehingga dapat merusak generasi dan nasib bangsa Indonesia jauh kedepan. Pengedar bisa jadi orang asing, tetapi yang mendapat akibat dari itu semua adalah negara kita.
Belum genap satu tahun pemerintahan Presiden Jokowi-Jk, sudah mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba, dari enam terpidana yang dieksekusi, lima diantaranya merupakan warga negara asing yaitu Namaona Denis, Marco Archer Cardoso Moreira, Daniel Enemuo, Tran Thi Bich Hanh dan Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya. Sedangkan WNI yang dieksekusi adalah Rani Andriani alias Melisa Aprilia. Para terpidana itu dieksekusi di dua tempat berbeda yaitu di Lapas Nusakambangan, Cilacap dan di Boyolali, Jawa Tengah pada 18 Januari 2015. Pada bulan maret ini, setidaknya akan dieksekusi 10 terpidana pengedar narkoba. Ada 64 narapidana yang sudah diputuskan untuk dilksanakan hukuman mati dan mengajukan grasi.
Seharusnya kebijakan yang sudah di buat pemerintah Indonesia khususnya oleh Presiden Jokowi sudah tidak bisa di ganggu gugat, dimana hal tersebut bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia agar terhindar dari bahayanya nakoba. Kebijakan tersebut memang harus bisa diterima oleh warga negara asing. Permasalahan ini sebenarnya bukan membahas letak ketidak prikemanusiaan Jokowi terhadap pelaksanaan eksekusi tersebut, dengan demikian layaklah diberikan ancungan jempol terhadap jokowi atas ketegasan yang diambil untuk mengeksekusi mati para bandar narkoba.
Kontroversi mulai berdatangan di bergaia media sosial mengenai bakal mengeksekusi sejumlah gembong narkoba asing, termasuk dua gembong narkoba Bali Nine asal Australia, Andrew Chan dan Myuran. Berbagai pihak Autralia menilai kebijakan eksekusi mati terhadap gembong narkoba, akan menjadi kesalahan besar yang dilakukan Indonesia, bahkan upaya Australi meminta warga negaranya yang di hukum mati di Indonesia untuk di tukar dengan narapidana Indonesia yang ada di sana. Pemerintah Indonesia malah diminta untuk mengingat jasa Negara Australi yang sudah banyak membantu dalam bencana alam di Aceh.
Ketegasan Presiden Jokowi dalam menolak permintaan Australia untuk membatalkan eksekusi mati warga negaranya dilihat dari persiapan pengawalan dan pemantauan jelang rencana eksekusi mati, bahkan dua kapal perang Republik Indonesia dikerahkan untuk menjaga perbatasan sebelah selatan Indonesia. Kapal tersebut berpatroli di perairan selatan Cilacap hingga Bali.
Kita sebagai warga negara Indonesia sudah seharusnya mendukung dan memberiapresiasi kepada pemerintah dalam menangani narkoba sampai keakarnya. Mengigat kita sebagai generasi muda yang akan melanjutkan perjuangan Bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H