Mulai maraknya jual beli ijazah terungkap setelah Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mendapatkan laporan dari masyarakat. M. Nasir geram dengan banyaknya ijazah palsu yang beredar. Hasil sidaknya pada tanggal 21 Mei 2015 di STIE Adhy Niaga dan University of Berkley membuat kita yang mendengar pusing kepala. Disebutkan bahwa data administrasi mahasiswa tidak ada, tidak ada SK Judicium, tidak ada buku wisuda, izin kampus yang ada hanya sebagai tempat kursus, bukan penyelenggara pendidikan tinggi. Di tempat yang berbeda, tanggal 28 Mei 2015 polisi menangkap Marsaid Yusha (63) yang menjabat sebagai Rektor University of Sumatera yang diduga melakukan jual beli ijazah. (Rp. 15 juta – 40 Juta per ijazah).
Sebelumnya diberitakan juga kasus yang sangat menghebohkan dunia kesehatan, setelah ditemukan adanya praktek “Dokter Kecantikan” di toilet mall terkemuka di Jakarta, Plaza Semanggi. Pada tanggal 19 Mei 2015, kepolisian menangkap “Dokter Kecantikan” gadungan yang sedang melancarkan aksinya di toilet mal Plaza Semanggi, yang ternyata hanya lulusan SMA. Dilaporkan korban akibat “praktek” dokter palsu ini hingga menderita hepatitis dan kelainan ginjal. Praktek ini sudah dilakukannya sejak tahun 2012 dengan tarif hingga 6 juta rupiah.
Penangkapan dokter palsu lainnya dilakukan oleh Polresta Depok pada tanggal 22 Mei 2015. Dokter Palsu itu bernama Herma Ayu Dewi yang praktek di klinik umum. Herma Ayu Dewi ternyata tidak pernah menyelesaikan kuliah kedokterannya, hanya sampai semester 8. Jauh sebelumnya cukup banyak penipuan serupa yang terjadi, berpura-pura sebagai dokter atau perawat yang memasuki Rumah Sakit dan akhirnya melakukan kerugian atau tindak kejahatan yang tentunya merugikan masyarakat.
Tahun 2012 pernah terungkap kasus ijazah bodong di RS Pelengkap Jombang. Bahkan tidak tanggung-tanggung, kali ini sang pemilik ijazah bodong bukan saja mengaku sebagai dokter, namun mengaku juga memiliki ijazah Manajemen Administrasi Rumah Sakit (MARS), sehingga diangkat sebagai direktur selama 1 tahun. Dia adalah Dodot Pangestu, yang ternyata hanya lulusan SMA. Bahkan dia sempat melakukan prakteknya di sejumlah rumah sakit dan klinik. Pada proses penerimaannya, Dodot Pangestu melampirkan bukti fotokopi lulusan dokter dari universitas terkemuka di Jakarta. Namun sandiwaranya terungkap ketika akreditasi Rumah Sakit, Dinas Kesehatan meminta berkas ijazah, SIP (Surat Izin Praktek), STR (Surat Tanda Registrasi sebagai dokter), namun berbagai alasan diungkapkannya untuk menghindar. Pihak Rumah Sakit akhirnya melakukan verifikasi ijazah ke Universitas asal, dan ternyata tidak ada lulusan dokter dengan nama Dodot Pangestu.
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Rumah sakit dikenal dengan padat modal, padat karya dan juga padat profesi. Padat karya karena melibatkan cukup banyak dokter, perawat, tenaga medis dan tenaga non medis. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padat profesi atau sumber daya manusia karena terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang cukup banyak.
Cukup mudahnya pemalsuan ijazah di Negeri kita, maka Rumah Sakit harus memverifikasi setiap karyawannya. Verifikasi ijazah dari setiap institusi dalam proses penerimaan karyawan baru penting untuk dilakukan, yaitu dengan mengirimkan surat verifikasi ke sekolah atau universitas asal dari karyawan. Verifikasi ini berisi pertanyaan, apakah karyawan tersebut benar-benar lulusan sekolah/universitas tersebut. Dalam audit akreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit, surat verifikasi ini merupakan dokumen wajib Rumah Sakit untuk sebagai syarat kelulusan akreditasi Rumah Sakit. Adapun verifikasi juga dapat dilakukan terhadap sertifikat pelatihan.
Lapangan kerja yang kurang dan kebutuhan ekonomi yang mendesak merupakan penyebab calon karyawan memalsukan dokumen. Setiap institusi harus waspada dengan adanya dokumen bodong alias palsu yang makin marak di Negeri Kita. Karyawan merupakan sumber daya terpenting dalam memajukan Rumah Sakit kita.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penting di Rumah Sakit, Betapapun baiknya sarana, prasarana dan teknologi yang dimiliki Rumah Sakit, tanpa didukung dengan SDM yang baik, maka tujuan yang ingin dicapai tidak dapat terwujud secara optimal. Menyadari hal tersebut, kita meyakini SDM merupakan kunci yang sangat penting untuk keberhasilan dan kemajuan Rumah Sakit.
Contoh saja negara Singapura atau Jepang, dengan sumber daya yang terbatas dan hasil alam yang kurang namun mempunyai SDM dengan etos kerja yang tinggi dan disiplin, hingga membuat mereka menjadi Negara maju yang diakui dunia. Di Indonesia, kita sangat kekurangan tenaga kesehatan, baik dokter dan perawat, terutama di daerah-daerah. Saat ini fokus pemerintah adalah menciptakan sebanyak-banyaknya tenaga kesehatan. Namun efeknya, hasil yang didapatkan adalah kualitas SDM yang kurang. Bentuk geografis negara yang merupakan kepulauan dan infrastruktur transportasi yang belum merata di Indonesia, menyebabkan kualitas institusi pendidikan antara yang satu dengan yang lain akan berbeda atau tidak setara. Fungsi pendidikan sangat penting, terutama pendidikan dasar, sehingga nantinya akan tercipta SDM yang berkualitas dan bermoral. Pendidikan ini juga harus didukung dengan lingkungan yang baik.
Saat ini banyak pasien negara kita lebih banyak berobat di Singapura, Malaysia, Cina dibandingkan di negaranya sendiri. Apakah kualitas dokter di Indonesia sangat kurang? Kalau kita telusuri, sebut saja Malaysia, saat ini cukup banyak mahasiswa Malaysia yang menuntut ilmu di Indonesia untuk meraih gelar dokter, contohnya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Triskati dan Universitas Padjajaran. Setelah lulus mereka kembali lagi ke Malaysia dan membangun negaranya. Melihat fenomena ini, berarti lulusan dokter di Malaysia dan Indonesia tidak ada bedanya, malah mereka belajar dari negara kita. Namun kenapa relatif banyak pasien kita lebih memilih berobat di luar negeri?
Dua bulan lalu ramai di social media, artikel dengan judul “Inilah 5 keburukan rumah sakit di Indonesia yang perlu diketahui". Lima keburukan yang dikemukakan adalah 1). Administrasi rumit; 2). Pelayanan pegawai administrasi tidak prima (lamban, tidak ramah, tidak senyum, tidak komunikatif); 3). Perawat satu dimensi, kurang berkomunikasi; 4). Tempat parkir tidak memadai; 5). Dokter kilat, tidak memiliki banyak waktu. Diluar benar atau tidaknya hal-hal tersebut, perlu dicermati bahwa sebagian besar keburukan terkait dengan kualitas SDM, yang sebenarnya dapat diatasi. Penilaian bagus tidaknya suatu rumah sakit selalu dinilai secara keseluruhan. Apabila seluruh perangkat rumah sakit baik namun jika tidak didukung dengan petugas administrasi yang baik akan dinilai jelek. Dokternya bagus, namun apabila pelayanan susternya tidak ramah/ketus, penilaian rumah sakit akan juga jelek. Disinilah pentingnya suatu manajemen tim kerja. Seluruh staf di Rumah Sakit harus mempunyai komitmen bersama, saling percaya dan menghormati. Seperti kutipan Quotes dari Marcus Aurelius: “Kita dilahirkan untuk bekerja sama, sebagaimana kedua kaki kita, sepasang tangan kita, kelopak mata kita, dan rahang atas dan rahang bawah kita. Orang saling memerlukan satu sama lain untuk melengkapi yang tidak dimiliki orang lain” (HW).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H