Rias Sholihah/G24120078
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor
Dramaga, Bogor, Indonesia
E-mail: riassholihah.sb94@gmail.com
PENDAHULUAN
Kerusakan ekosistem hutan tropis dinilai telah berada pada kondisi yang membahayakan keseimbangan sistem ekologis di dunia. Kerusakan ekosistem hutan tropis yang terjadi yang menyebabkan pemanasan global, mengubah tata air, degradasi mutu dan kesuburan lahan, mengancam kepunahan spesies flora dan fauna tertentu, serta menurunnya keanekaragaman hayati hutan tropis. Salah satu bagian yang dapat masuk dalam kegiatan kerusakan ekosistem hutan ialah pengonversian hutan menjadi areal budi daya tanaman perkebunan. Hal tersebut dilihat dari segi konservasi air pada sistem ekologis merupakan faktor yang menjadikan ketidakseimbangan pada neraca air alami yang telah terbentuk pada awalnya.
Secara alami sebaran hujan yang tidak selalu merata baik menurut ruang dan waktu menyebabkan kondisi ketersediaan air tanah berbeda pada setiap ruang dan waktunya. Kehilangan air yang besar dari lahan akan mempengaruhi neraca air. Ada dua faktor yang secara dominan menentukan ketersediaan air dalam tanah. Pertama, presipitasi melalui mekanisme infiltrasi dan perkolasi sebagai sumber pengisian dalam sistem, Kedua evapotranspirasi sebagai pengosongan yang menyebabkan hilangnya air dari sistem. Apabila pengosongan air lebih besar dari pengisian air maka akan terjadi penurunan ketersediaan air tanah. Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air, yang bersifat dinamis sehingga nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu, kemungkinan bisa terjadi kelebihan air ataupun kekurangan air (Harahap dan Darmosarkoro, 1999).
Hasil penelitian Widodo (2011), menemukan bahwa perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit berdampak nyata terhadap lingkungan, diantaranya adalah semakin berkurangnya ketersediaan air. Tanaman kelapa sawit secara ekologis merupakan tanaman yang tergolong banyak membutuhkan air dalam proses pertumbuhannya, yaitu sekitar 4,10-4,65 mm per hari, hampir sama dengan tanaman hutan yang membutuhkan air sekitar 5,02-6,32 mm per hari.
Penelitian Harahap dan Darmosarkoro (1999), mengemukakan bahwa kelapa sawit memerlukan rata-rata 1.500-1.700 mm curah hujan per tahun untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksinya. Kebutuhan air kelapa sawit hampir sama dengan kebutuhan air untuk tebu yaitu 1.000–1.500 mm per tahun dan pisang 700–1.700 mm per tahun, tetapi tidak setinggi kebutuhan air untuk tanaman pangan berkisar 1.200 – 2.850 mm per tahun atau per 3 musim tanam, seperti padi, jagung, dan kedelai.