Jika para TKI tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk bekerja sebagai TKI, mestinya para TKI tidak diberikan kesempatan untuk bekerja di luar negeri. Keberanian untuk bekerja sebagai TKI saja tidak cukup untuk menjadi TKI, sebab bekal pengetahuan dan keterampilan menjadi standar umum untuk kebutuhan dunia kerja entah di luar negeri ataupun dalam negeri. Kenyataan tersebut menjadi pekerjaan rumah sangat besar bagi pemerintah Indonesia agar masalah TKI yang dianiaya di luar negeri bisa diminimalisir, sehingga para TKI tidak sekedar dijuluki "pahlawan devisa".
SOLUSI
Pertama, pemerintah mesti lebih serius menangani kesenjangan kompetensi para pencari kerja agar siap bersaing dalam dunia kerja. Masuknya para pekerjaan asing di Indonesia mestinya menjadi 'cambuk' yang memotivasi semua stakeholder untuk menyiapkan keterampilan (skill) para pekerja. Selain menyiapkan para pencari kerja dengan pendidikan formal, pemerintah mesti membekali para pencari kerja dengan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja (industri).Â
Balai Latihan Kerja (BLK) yang sudah ada mesti mulai bekerja maksimal, agar para pencari kerja tidak hanya sekedar mendapatkan sertifikat pada tempat pelatihan tertentu (aspek formalitas), tetapi harus sunggung-sungguh memiliki keterampilan dan bekal yang cukup untuk dunia kerja. Dalam sebuah riset yang dilakukan pada tahun 2013 ada peningkatan prosentase kebutuhan pekerja asal sekolah menengah atas dari 22 % menjadi 35%. Artinya ada kenaikan sebesar 13%. Dunia kerja nampaknya sangat menaruh harapan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kedua, Dunia pendidikan mesti menjadi pilar paling utama untuk menyiapkan para pencari kerja yang skill-full. Hal tersebut tidak bisa ditawar lagi, merujuk pada banyaknya pencari kerja fresh graduated yang tidak memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk dunia industri. Sekolah-sekolah Menengah Atas mesti memiliki konektivitas dengan dunia industri, agar tenaga-tenaga ahli yang disiapkan berkorelasi dengan kebutuhan industri, sehingga tamatan SMK/sederajat bisa langsung bekerja. Dengan demikian, kemungkinan untuk semakin meningkatnya angka pengangguran dapat ditekan.
Persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif saat ini, yaitu dengan masuknya para pekerja asing, menuntut pemerintah untuk memaksimalkan lembaga-lembaga pelatihan yang ada agar menyiapkan para pencari kerja yang berdaya saing. Dengan demikian, para pencari kerja tidak lagi berbicara tentang tenaga kerja asing versus tenaga kerja Indonesia, tetapi berbicara tentang kualitas kerja, sehingga mampu bersaing dan berkompetisi dengan pekerja asing. Kompetisi yang sehat dapat berdampak pada peningkatan kualitas kerja dan hasil kerja, agar anggaran Negara untuk memfasilitasi demonstrasi kaum buruh diminimalisir karena hak dan kewajiban mereka terpenuhi.
Kaum buruh tidak hanya menuntut hak untuk dipenuhi perusahaan, tetapi buruh juga memiki kewajiban untuk meningkatkan keterampilan (skill) yang dibutuhkan, agar terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kaum buruh dan pengusaha. Oleh karena itu, keterampilan menjadi tuntutan dasariah (sangat penting) bagi para pencari kerja di Indonesia maupun di luar negeri, agar persaingan dengan para pekerja asing menjadi lebih kompetitif, sehingga masuknya pekerja asing tidak dijadikan isu destruktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H