Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana Alam Menurut Perspektif Teodice

11 Maret 2019   15:01 Diperbarui: 11 Maret 2019   15:12 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberadaan ciptaan selalu terbatas. Dan terbatas selalu berarti tidak sempurna. Ketidaksempurnaan adalah akar dari kemungkinan adanya kekeliruan dan kejahatan.

Kita, yang memperoleh segala keberadaan dari Allah dimanakah kita akan menemukan sumber keburukan? Jawaban atas pertanyaan ini dapat dijumpai dalam idea alam ciptaan, yang sangat jauh sebagaimana alam ini termuat dalam kebenaran-kebenaran abadi yang ada dalam pemahaman Allah secara bebas akan kehendak-Nya. Karena itu, kita perlu mempertimbangkan bahwa ada "ketidaksempurnaan alamiah dalam ciptaan". Setiap ciptaan terbatas dalam essensinya.

Manusia harus mengakui bahwa dia tidak dapat mengetahui semua, dan bahwa dia tidak dapat menipu dirinya sendiri serta komit terhadap kekeliruan-kekeliruan yang lain. Sumber terakhir dari keburukan demikian metafisis, dan pertanyaan muncul, bagaimana Allah tidak dapat merespons keburukan, dalam kenyataan bahwa Dia menciptakan dunia, hingga memberi eksistensi yang terbatas dan tidak sempurna pada ciptaan. Menurut Leibniz, adalah lebih baik ada dari pada tidak ada sama sekali. Sejauh itu, sebagaimana kita berhak untuk membedakan momen-momen perbedaan dalam kehendak Ilahi, kita dapat mengatakan bahwa Tuhan selalu menghendaki kebaikan bagi ciptaan-Nya.           

Ketidaksempurnaan dalam ciptaan tidak bergantung pada pilihan Ilahi, tetapi pada ideal essensi ciptaan. Allah tidak dapat memilih untuk menciptakan tanpa pilihan untuk menciptakan adanya ciptaan yang tidak sempurna. Dia tetap memilih untuk menciptakan dunia yang terbaik yang mungkin.

Dalam menciptakan, Allah selalu menghendaki kebaikan tetapi konsekuensinya bahwa sekali memberikan keputusan Ilahi untuk menciptakan, itu akan menjadi yang terbaik dari yang mungkin. Itu berarti dalam menciptakan Allah menghendaki yang terbaik bagi ciptaan, namun tak dapat disangkal bahwa ada keterbatasan dalam ciptaan sesuai essensinya.

Allah tidak dapat menghendaki "yang terbaik" tanpa menginginkan eksistensi barang-barang yang tidak sempurna. Yang terbaik dari segala ciptaan yang mungkin harus ada yang tidak sempurna.

Kritik Atas Teodice Leibniz

Para pengkritik Leibniz berpendapat bahwa konsep teodise Leibniz, seakan menghadirkan hiburan baru bagi manusia untuk menerima penderitaan sebagai hal yang harus ada karena ketidaksempurnaan ciptaan. Itu berarti konsekuensi dari keberadaan manusia di dunia adalah bahwa dia harus menderita karena ketidaksempurnaan dunia itu. Namun konsep seperti ini dapat juga melemahkan usaha manusia untuk meminimalisir adanya bencana. Manusia menerima bencana sebagai kejadian yang harus ada.            

Bencana tidak selalu menjadi konsekuensi keberadaan manusia di dunia yang tidak sempurna ini, tetapi bencana dapat terjadi oleh tingkah laku manusia. Bencana alam seperti banjir dan tanah longsor dan keadaan musim yang tidak menentu adalah akibat dari relasi ketidakharmonisan manusia dengan alam ini.

Penebangan hutan secara liar, pembakaran hutan untuk membuka kebun baru adalah bukti tindakan manusia yang serakah terhadap alam. Karena itu, penderitaan seperti bencana alam yang terjadi tidak harus dilihat sebagai "murka' Allah tetapi merupakan reaksi alam dalam dirinya sendiri, karena alam mengalami ketidakharmonisan. Alam menjadi Chaos bukan kosmos (teratur). Dengan demikian, selalu ada usaha manusia untuk meminimalisir penderitaan (bencana) yang sering terjadi akhir-akhir ini.            

Dalam gerakan ekofeminisme, alam dilihat sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan segala kehidupan yang ada. Karena itu, terhadap ibu yang melahirkan itu, manusia mesti memberi penghormatan lebih. Alam harus dilihat, lebih dari sekedar kumpulan benda-benda yang memberi hidup kepada manusia dan ciptaan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun