[caption id="attachment_194685" align="aligncenter" width="448" caption="sedang orasi menolak diskriminasi/foto : A. Rahman "][/caption]
Demo terbesar paska reformasi hari ini (17/7) terjadi di Sumenep. Lebih2.000-an alumni pesantren Annuqayah, yang menamakan diri Jaringan Alumni Annuqayah,mengepung polres Sumenep, menolak diskriminasi kepolisian yang menolak lulusan pesantren Annuqayah melamar jadi polisi .
Sebagaimana yang saya tulis di Kompasiana, Moh Azhari ditolak ketika melamar menjadi polisi di polres Sumenep, karena dianggap sebagai lulusan pesantren yang tidak ada dalam brosur penerimaan.Dalam brosur penerimaan cuma ada 4 pesantren yang tertera yaitu Gontor Ponorogo, Al-Amien Prenduan Sumenep, Mathlabul Ulum Sumenep, dan Ponpes Modern Al-Barokah Nganjuk.
Tetapi dalam brosur juga ada persyaratan ijazah, minimal SMA/MA jurusan IPA/IPS atau SMK yang sesuai dengan kompetensi dan tugas pokok Polri. Di sinilah keanehannya. Azhari betul lulusan Pesantren yang tidak tercantum di brosur. Tapi Azhari memiliki ijazah MA yang diakui setara dalam UU pendidikan dengan SMA.
Sepertinya polres Sumenep salah tafsir. 4 pesantren yang tercantum dalam brosur adalah pesantren yang merancang kurikulum sendiri [disebut muallimin] tetapi oleh Kemendikbud dianggap setara dengan SMA/MA/SMK. Sementara pesantren Annuqayah –sebagaimana banyak pesantren lain di Indonesia—mengelola MA yang berafiliasi ke Kemenag dan ijazahnya diakui setara juga dengan SMA/SMK [selengkapnya baca, Lulusan Pesantren Ditolak Mendaftar Jadi Calon Polisi]
Karena diperlakukan diskriminatif sama pihak kepolisian para alumni pesantren ini menggelar demo dengan massa ribuan. Mereka menuntut agar KAPOLRES dan Kapolda Jatim minta maaf atas perlakuan diskriminatif akibat salah tafsir memahami persyaratan menjadi polisi. “ini menunjukkan bahwa kepolisian tidakmemahami UU Sisdiknas,” kata Drs. Masyhuri Derajat, M.Pd.I dalam orasinya.
Sementara Hosnan Nafi’, salah satu pengurus pesantren Annuqayah menjelaskan, adanya aksi ini bukan semata karena azhari ditolak. “Toh Azhari sekarang sudah diterima menjadi TNI, masuk AKMIL. Persoalannya, justru terletak pada diskriminasi yang dilakukan kepolisian”.
Kabar dari Hosnan menjelaskan ternyata polres Sumenep sudah menolak lulusan pesantren 2 tahun terkahir ini. Tahun kemarin ada lulusan dua pesantren yang juga ditolak. “Pada hal di kabupaten lain tidak ada kebijakan seperti ini”, katanya.
Memanas
Demo ini mulai jam 10.00 Wib. Lautan massa ada yang berjalan, naik mobil, dan motor bergerak ke arah polres. Di polres massa gantian berorasi. Massa miminta Kapolres AKBP Dirin agar minta maaf di depan massa. Karena Kapolres sedang konsultasi dengan Kapolda, wakapolres yang menggantikannya. Wakapolres cuma bilang setengah jam lagi Kapolres pasti datang, karena dari Surabaya naik helicopter.
Hingga jam 12.00 Kapolres belum datang juga. Massa bergerak dari kantor polisi ke kantor DPRD. Wakapolres yang sudah terlanjur di mobil pick up terbuka yang mengangkut sound system, diminta untuk ikut beserta massa ke kantor DPRD. Massa menuntut jika Kapolres datang langsung ditunggu di kantor DPRD.
Sayang, di DPRD tak satupun wakil rakyat yang ngantor. Katanya sedang mengikuti pelatihan. Akhirnya massa beorasi di jalan raya depan kantor DPRD. Hingga jam 13.00 Kapolres tak juga datang. Massa mulai memanas. Atas dasar kesepakatan dengan wakapolres, akhirnya massa berencana membawa wakapolres ke pesantren Annuqayah yang jaraknya sekitar 25 km dari kantor dewan.
Meski Wakapolres sepakat, tiba-tiba satu kompi polisi memukul sebagian massa sambil menurunkan wakapolres dan mengamankannya. Massa merasa dikhianati. Akhirnya situasi sempat tak terkendali karena massa melempar polisi yang mundur ke dalam kantor DPRD. Untungnya, para alumni tua turun tangan menenangkan massa. Massa yang sebelumnya larut dalam emosi bisa dikendalikan lagi.
Habis kerusuhan, massa bergerak ke depan masjid jamik Sumenep, dan bertahan di situ. Mereka bersepakat tidak akan pulang sebelum Kapolres minta maaf. Sekitar jam 15.00 Kapolres hadir di hadapan massa setelah sebelumnya memanas.
Di hadapan massa, AKBP Dirin meminta maaf dan mengakui ada kesalahan menafsirkan persyaratan dalam brosur penerimaan calon polisi. Dirin berjanji dalam 2 hari ini akan ada permintaan maaf dan pengakuan salah secara tertulis yang akan disampaikan kepada pesantren Annuqayah dan Jaringan Alumni Annuqayah.
Ketika selesai aksi massa, seorang teman bilang sama saya, “inilah karakter aparat kita, baru responsif kalau didemo”. Tapi tetap saya menyatakan salut atas kapolres yang mengakui kesalahannya. Semoga ke depan diskriminasi seperti ini tidak terjadi lagi.
[caption id="attachment_194686" align="aligncenter" width="448" caption="massa menyemut di kantor kepolisian/foto A. Rahman "]
[caption id="attachment_194694" align="aligncenter" width="448" caption="depan DPRD/foto A. Rahman"]
Matorsakalangkong
Pulau Garam, 17 Juli 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H