Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sepelekah Soal Anak [Tidak] Pamit?

12 Juni 2012   15:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:03 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini terinspirasi pengalaman saya seminggu lalu. Jam menunjukkan hampir pukul 13.00. Anak perempuan saya yang masih berumur 8 tahun belum pulang juga pulang. Biasanya pas adzan dhuhur ia pasti sudah di rumah. Karena sejak dulu kesepakatannya yang kami buat memang begitu.

Istri saya yang memang ‘ditakdirkan’ panic, bolak-balik keluar-masuk rumah. Wajahnya tegang pertanda tidak tenang. Ia pun menyindir saya yang terlalu santai. “Cari dong…ba. Entar kalau ada apa-apa, gimana? Gak seperti biasanya seperti ini

Mendengar sindiran istri saya pun tertular panic. Saya akhirnya mencari di rumah temannya –anak tetangga—yang biasa menjadi tempat main. Satu, dua, dan tiga rumah tidak ada. Saya terus ke rumah ibu saya yang tak jauh dari rumah, juga tidak ada. Kepanikan makin bertambah menjalar.

Pencarian terus berlanjut ke rumah temannya yang agak jauh, tidak ada juga. Saya meyakini pasti anak saya bareng sama 4 temannya yang kebetulan tidak di rumahnya. Salah satu diantara temannya punya kebiasaan main jauh. Makin paniklah saya.

Kasihan melihat saya panic, seorang tetangga ikut mencari. Tetapi saya bingung mau mencari dimana lagi. Pikiran berkelebat. Kehawatiran mendorong bayangan yang tidak. Diculikkah? Kecelakaankah? Main di jalan rayakah?

Baba kok gak nanya ketika tadi keluar main kemana?,” kata istri saya meneror. Kebetulan ketika anak keluar rumah istri saya –bersama anak yang kedua— belum datang dari tempat mengajar.Ketika ke luar rumah, anak saya cuma bilang mau main. Biasanya setiap hari pasti mainnya hanya di rumah tetangga sebelah.

Pas jam 13.00 –di tengah kehawatiran makin menjadi—ia nongol dari arah timur rumah. Ia seperti bersalah melihat wajah saya yang sudah siap menerkam. Baru datang langsung saya introgasi, dari mana, main bersama siapa, kenapa lambat pulang, dan main apa.

Adel dari perpustakaan madrasah Tsanawiyah ba. Asyik melihat buku-buku gambar di situ bersama mbak ijah [kakak kelasnya anak tetanga].”

Saya tidak langsung percaya. Saya langsung check ke perpustakaan yang tak sampai 100 meter dari rumah. Ternyata benar. Temannya,Ijah, masih di situ bersama bapaknya yang menjadi tukang kebun di madrasah itu.

Tapi karena melanggar kesepakatan, saya kasih punishment. Berdiri di pojok rumah selama 10 menit. Istri saya yang tak bisa menahan emosi minta 30 menit berdiri. Tapi akhirnya kami sepakat 10 menit.

Bukan Masalah Sepele

Saya berkeyakinan masalah pamit bukan masalah sepele, termasuk terhadap anak ABG. Pamit bagi saya merupakan etika yang harus disosialisasikan dan dibiasakan. Sudah kewajiban bagi anak berpamitan ketika hendak ke luar rumah untuk main, meski hanya ke tetangga sebelah.

Setidaknya ada beberapa manfaat dari kebiasaan pamit bagi anak dan orang tua:


  1. Belajar jujur. Ketika pamit anak sebenarnya belajar tentang kejujuran. Karena ketika main anak pasti bilang, setidaknya main kemana. Ia akan berpikir ulang ketika mau main ke tempat yang tidak sesuai janjinya.
  2. Belajar disiplin. Ketika mau main sebaiknya disepakati hingga jam berapa. Cara ini untuk mengajari anak disiplin. Tentu jam main disesuaikan. Kadang memang harus negosiasi dengan anak, karena anak biasanya meminta jam main yang lama dan seringkali berlebihan.
  3. Pengakuan bahwa di rumah ada pemimpin. Pamit sebenarnya juga bermakna bahwa di rumah ada otoritas yang harus dipatuhi. Menjadi berbahaya jika otoritas ini lemah atau bahkan tidak ada, maka anak akan berprilaku seenaknya sendiri. Bahkan kadang justru ia yang memiliki ororitas, dengan memunculkan diri sebagai bos.
  4. Pengawasan. Bagi orang tua pamit bisa menjadi media pengawasan. Jadi orang tua harus tahu bersama siapa anak main, dimana, main apa, dsb. orang tua pun harus tahu sama teman-teman mainnya.
  5. Keluarga tenang. Orang tua akan tenang jika anak pamit sebelum main. Meski sekali-kali orang tua tetap harus mengawasi di tempat mainnya, tetapi suatu ketika tidak sempat tetap merasa tenang, karena orang tua tahu dimana anaknya main, bersama siapa, dan main apa.
  6. Sebaiknya memang disepakati kapan anaknya boleh main. Kesepakatan menjadi penting sebagai aturan main agar anak tidak seenaknya sendiri bermain.
  7. Jika sudah disepakati perlu ada sanksi jika anak melanggar. Tentu sanksinya tetap dalam koridor mendidik.
  8. Anak butuh keteladanan. Orang tua ketika mau ke luar rumah sebaiknya juga pamit sama anak. Menjadi lucu, jika anak diminta pamit, sementara orang tua ke luar rumah seenaknya sendiri.

Pengalaman saya, dibiasakan pamit saja anak kadang sering melakukan pelanggaran dan sulit dikontrol. Apalagi kalau tidak dibiasakan pamit. Kewaspadaan perlu kita miliki, karena lingkungan sering tidak aman bagi anak. Berita tentang penculikan atau perkosaan terhadap anak di bawah umur patut dijadikan pelajaran bagi kita.

Matorsakalangkong

Sumenep, 12 juni 2012

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun