Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saya Hanya Ingin Sehat, Kok Ditatap Aneh?

10 Mei 2012   07:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13366336141164879063

[caption id="attachment_180526" align="aligncenter" width="448" caption="inilah biang tatapan nanar itu"][/caption]

Jarak antara rumah dengan sekolah tempat saya mengajar, sebenarnya sangat dekat. Jalan kaki saja tak sampai 5 menit. Tapi dasar pemalas, ke sekolah saya selalu menggunakan motor. Saya seperti disandera keinginan serba cepat dan tidak mau capek, suatu gaya hidup kebanyakan orang sekarang.

Membawa motor ke sekolah juga dikarenakan harus mengajar di dua kelas terpisah yang agak berjauhan. Karena sekolah saya berada di pesantren, kelas putra-putri di pisah. Jarak lokasi gedung sekolah putra-putri sekitar 100 meter. Saya harus mondar-mandir mengajar di lokasi kelas yang berjauhan itu. Karena serangan malas, saya selalu membawa motor.

Pernah saya jalan kaki. Saya dalam hitungan bulan tak pernah naik motor. Meski mondar-mandir dan ada guru yang selalu mengajak boncengan, saya menolak. Sayang, saya tak bertahan lama. Akhirnya saya kembali ke kebiasaaan semula, naik motor. Sering membawa sendiri, kadang boncengan sama guru lain.

Bertemu dengan “Teman kecil”

Suatu hari saya berpikir harus melupakan motor. Saya putuskan untuk mencari sepeda ontel. Niat saya untuk membawa motor ke sekolah yang jaraknya sangat dekat harus terwujud. Setelah tanya sana-sini, saya mendapatkan sepeda ontel. Harganya sangat murah, cuma 150 ribu. Maklum untuk beli yang baru tidak ada biaya.

Sebelum digunakan, saya harus melengkapi alat rem yang blong. Juga “tangan” setir yang kosong. Setelah lengkap saya pun mencobanya. Saya putar-putar di halaman tetangga. Sial, ketika turunan, garpu atau sayap sepeda patah. Dan…saya pun terbang di atas setir dan jatuh bergulingan ke tanah. Lengan saya luka. Berdarah.

Para tetangga yang melihat malah ketawa. Lucu, ada bapak dua anak baru nyoba naik sepeda, sudah jatuh. Mereka tambah keras suara tawanya, saat saya langsung bangun tak peduli sama luka. Saya angkat setir sepeda untuk melihat kerusakannya. Sial, karena sayap sepeda patah, antara setir dan roda terputus. Gemerincing orderdil sepeda terdengar berjatuhan diiringi tawa tetangga yang makin kencang.

Tapi saya tak kapok. Sepeda ini seperti mengingatkan saya di waktu kecil. Satu-satunya alat transportasi yang setiap hari menjadi teman saya.

Saya Ingin Sehat

Ada beberapa alasan yang menguatkan saya untuk memiliki sepeda. Alasan inilah yang lebih mendorong saya ketimbang sekedar menggganti motor dengan sepeda karena jarak sekolah yang dekat. Alasan saya sbb:

  • Kuatnya keinginan untuk punya sepeda didorong oleh keinginan saya untuk sehat. Terus terang saya tidak pernah berolahraga. Setiap hari pekerjaan saya kebanyakan duduk dan jarang bergerak. Setidaknya dengan sepeda, saya relative banyak bergerak ketimbang sebelumnya. Pagi-pagi sudah ada semangat untuk sekedar menaikinya ke jalan raya.
  • Naik sepeda berarti hemat BBM. Setidaknya meski tindakan kecil saya ikut mengendalikan dampak pemanasan global dari pada saya hanya mengutuknya.
  • Sepeda bisa menghemat pengeluaran saya yang seharusnya dibelikan BBM. Naik sepeda jelas lebih murah.
  • Pilihan sepeda ini adalah komitmen saya untuk ramah terhadap lingkungan. Tindakan lain yang sudah saya lakukan adalah mengembangkan pertanian organic, menghemat penggunaan listrik, menggunakan kertas-kertas bekas (yang dibaliknya masih kosong) untuk ngeprint, danmendorong murid mendaur ulang sampah plastic menjadi tas cantik.

Setiap hari jika ke sekolah, mata banyak orang menatap saya seperti orang aneh. Hii..hii…hi…saya ingin sehat, kok ditatap aneh sih?

Matorsakalangkong

Sumenep, 10 mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun