Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fitri, Murid Istimewa Meski Tidak Gaul

31 Maret 2012   12:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:13 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_171992" align="aligncenter" width="409" caption="fitri (paling kiri) ketika menerima penghargaan (foto:dokumen pribadi) "][/caption]

Ketika beberapa hari yang lalu, saya diundang untuk hadir dalam acara penutupan dan pembagian hadiah Creative Student Day (CSD ke-3) di madrasah, saya terharu menyaksikan seorang gadis bertubuh kecil yang terpilih sebagai juara 1 lomba menulis cerpen, menyisihkan 330 teman-temannya. Siswi ini masih kelas X . Meski saya tidak mengajar di kelas itu, tetapi setiap hari saya melihatnya.

Awalnya gadis ini seperti ‘lebur’ oleh kesempurnaan fisik yang dimiliki teman-temannya. Karena gadis ini memang berbeda. Tubuhnya terbilang kecil dan tidak tinggi. Jika akhirnya ia gampang dikenali mungkin karena tubuhnya yang berbeda itu. Saya mendapat informasi bahwa siswi ini pernah diseruduk kambing yang menyebabkan struktur tulang bagian belakang tubuhnya rusak, sehingga menhambat perkembangan tinggi badannya.

Dua tahun lalu ketika ia masih duduk di bangku MTs –yang masih satu yayasan dengan madrasah MA tempat saya mengajar—saya sering menyaksikan ia diantar-jemput bapaknya karena ia tidak bisa berjalan. Turun dari motor, ia kemudian digendong oleh bapaknya hingga sampai di tempat duduknya di ruang kelas. Pulangnya ia digendong lagi hingga ke motor untuk kemudian pulang.

Setelah agak sembuh, itu ia menggunakan alat penyangga yang ia jepitkan ke –maaf—ketiaknya untuk bisa berjalan. Tetapi saya melihat semangatnya untuk sekolah luar biasa. Ketika ia masih mengalami sakit akibat diseruduk kambing, ia tetap semangat bersekolah. Sama luar biasa dengan orang tuanya, yang selalu setia mendampinginya ketika ia tidak bisa berjalan.

Sekarang ia sudah tidak menggunakan alat penyangga lagi. Ia normal berjalan, meski akibat kecelakaan yang ia hadapi, langkahnya seperti oleng ke kanan dan ke kiri. Itulah fitri, seorang siswi yang mungkin dalam istilah anak muda sekarang tidak gaul. Seorang dengan tampilan fisik tidak sempurna, tapi dalam dirinya terpendam bakat menulis yang luar biasa. Istimewa.

Ketika disebut sebagai juara 1 lomba menulis cerpen antar siswa di madrasah kami, saya lihat ia begitu terharu. Bahkan saya melihatnya ia sempat menitikkan air mata. Suasana ketika itu jadi hening. Semua murid, sebagian wali murid, dan guru tercengang seakan tidak percaya, gadis dengan postor tubuh mungil ini menjadi pemenangnya. Ia menyisihkan kakak kelasnya yang setiap tahun sudah langganan menjadi juara. Jujur, saya saat itu juga menitikkan air mata.

Karena saya penasaran sama cerpennya yang ia tulis, saya meminta soft copy-nya sama panitia. Saya baca cerpennya memang bagus. Sebagai penulis pemula, ia mampu meramu bahasa denganindahnya. Mendeskripsikan suasana dengan hidupnya.

Baiklah saya akan kutip pembuka cerpen, yang ia beri judul, Putih Abu-abuku, cerpen yang melukiskan pengalamannya sebagai murid baru di madrasah kami.

Aku berdiri kesal di balik jendela. Hujan turun deras di luar sana. Kecipaknya berloncatan mengotori sepatuku yang lupa kubawa masuk ke dalam, sepatu putih yang kini berwarna merah dipenuhi air. Aku mendengus sambil mengangkat tangan memandangi jam tanganku yang menampilkan angka 06:44. Dengus semakin berat. Jika hujan berhenti sepuluh menit lagi, mungkin aku tidak akan telat sampai sekolah. Sisa enam menit untuk pas di angka ke tujuh, cukuplah waktu dari sini sampai sekolah. Bisakah hujan berhenti sebentar lagi? Aku kembali melihat ke luar jendela. Langit mendung. Aliran deras air hujan tumpah ke tanah, mencipta lubang. Pohon kelapa tersaruk-saruk dihempas angin, hujan benar-benar turun dengan sangat lebatnya.

Bemimpi Menjadi Penulis

Suatu hari saya sempatkan mengobrol dengannya. Saya coba menanyakan apa cita-citanya. Dengan mantap ia bilang, “mau menjadi penulis”. Gadis kecil ini memang sudah belajar menulis sejak di bangku MTs. Cuma ia tidak pernah mengikuti lomba.

Jika baru-baru ini ia mengikuti lomba, itu adalahpengalaman pertama. Ia tidak menyangka akan terpilih sebagai pemenang 1 menyisihkan 330 teman di madrasahnya. Tentu pengalaman menjadi juara ini membuatnya senang.

Menurutnya, setelah menjadi juara lomba cerpen, teman-temannya memperlakukannya dengan berbeda. Dulu, sebelum jadi juara lomba menulis, tak ada satu pun temannya yang menanyainya atau curhat tentang kesulitan dalam pelajaran. Tetapi saat ini, jika ada kesulitan, teman-temannyanya selalu meminta pendapatnya. Fitri saat ini telah dipercaya sama teman-temannya menjadi semacam, “tutor sebaya”, terutama pelajaran bahasa Indonesia.

Itulah fitri. Meski mungkin ada yang bilang ia tidak gaul karena memiliki “kekurangan”, tetapi itu bukan penghalang untuk menjadi murid yang istimewa. Tak ada gunanya gaul, jika otak dan hati tidak memiliki kekuatan apa-apa. Tampilan fisik sama sekali bukan jaminan jika murid tidak menjelajah bakat dan potensinya untuk sukses kelak.

Fitri saat ini masih belia. Semangatnya yang tidak kenal menyerah dan kesukaannya membaca buku dan novel Insyaallah akan membuka jalan terang baginya untuk menjadi penulis, cita-cita yang dengan mantap diucapkannya. Semoga tercapai.

Matorsakalangkong

Sumenep, 31 maret 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun