Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Book Review: Kisah Inspiratif Sang Pahlawan Sunyi

22 Maret 2012   15:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:37 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_170223" align="aligncenter" width="300" caption="penyunting ikhdah henny&ayu windiyaningrum,penerbit bentang dan kick andy enterprise,2012,212 hal [sampul kickandy.com"] "][/caption]

Dalam rutinitas keseharian seringkali kita abai terhadap orang lain. Kita sendiri yang mengambil jarak. Menggali lubang. Seolah kita membiarkan orang lain di seberang sana, sementara kita di seberang sini. Tak ada perjumpaan apapun. Jangankan perjumpan empatik, menyapa saja tidak.

Otak kita semakin dibebalkan oleh berita yang seolah tiada bagusnya. Korupsi, perampokan, tabrakan, longsor, banjir, konflik kekerasan, Negara abai, dan seribu satu berita yang setiap hari nyinyir kita dengar. Sementara panggung yang digelar secara hingar-bingar oleh elit, hasilnya tak sepadan dengan berisiknya.

Apakah kehidupan sudah mati? Tidak. Di luar sana, jauh dari gebyar dan hingar-bingar banyak dijumpai para pahlawan yang bekerja ibarat akar. Mereka menebar manfaat, menabur kasih, memberi inspirasi melalui tindakan-tindakan sunyi. Sepi. Karena mereka bekerja dengan hati, tak butuh pamrih.

Inilah yang dikisahkan dalam bukuHidden Heroes, Para Pahlawan Sunyi dengan Tindak Nyata” . Buku ini merupakan 7 kisah orang-orang pilihan yang telah memperoleh penghargaan dari Kick Andy. Penghargaan terhadap 7pahlawan sunyi ini merupakan hasil dari seleksi panjang yang dilakukan oleh para dewan juri yang integraritasnya cukup kita kenal yaitu FX Muji Sutrisno, Prof Dr, Komaruddin Hidaya, dan Sosiolog Dr. Imam B. Prasodjo.

Bed Man = Great Man

Buku ini dibuka dengan kisah seorang yang mengalami keterbatasan fisik, bahkan tak berdaya di atas ranjang. Itulah si bed man, Pepeng si Jari-jari. Tetapi percayakah Anda bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi pepeng untuk berbagi dengan sesama, atau menjadi penggerak perubahan?

Pepeng sejak 2005 hingga sekarang mengidap penyakit multiple sclerosis (MS). Penyakit ini menyerang system saraf pusat, mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang dalam mengendalikan organ tubuh yang berakibat pada tergangggunya panca indera (hal. 15)

Jika penyakit kambuh mengirim rasa nyeri yang sangat luar biasa. Tetapi pepeng menolak jalan pintas. Ia anti meminum obat pereda nyeri alias painkiller. Ia pun menampik jika dibilang korban keganasan MS. “Saya tidak mau jadi victim atas sakit saya,” kata pepeng. Dengan tidak menjadi korban atas penyakitnya sendiri, pepeng dapat menguatkan diri (hal. 19)

Tidak saja fisik, Pepeng juga berjuang mengendalikan emosinya. Ia mencoba untuk tidak merasakan sakitnya. Pepang belajar mengendalikan emosi dalam berbagai wujud –rasa gembira, marah, sedih, kecewa—dan semua hal yang menjadi sumber kambuhnya MS. “Masa saya gembira, kok, malah kumat,” selorohnya.

Di tengah keterbatasan, dari kamarnya yang berukuran sekitar 5x4 pepeng tidak bisa dicegah untuk mengadakan perubahan dan memikirkan orang banyak.Saat ini pepeng punya mimpi merevitalisasi kearifan local (local wisdom) yang mulai ditinggalkan oleh banyak daerah di Indonesia. Ia ingin melakukan gerakan social, dan saat ini sudah mulai dengan mengidentifikasi kearafian local mulai Jawa, Batak hingga Menado. Ia sudah menebar kadernya di 118 titik (hal.30)

Ia membayangkan di tiap desa ada local leader yang bisa mendorong desanya untuk maju. Ia berkomitmen akan melatih dan memotivasi kader dan calon leader. Bahkan pepeng siap tinggal di sejumlah desa selama tiga bulan untuk menggali potensi dan kepemimpinan local (hal.31)

Nyala Lilin dalam Kegelapan

Kisah lain dalam buku ini adalah pahlawan sunyi bernama Priska Smith Jully, lahir 1978. Ia menderita kebutaan karena ketika dalam kandungan ia “dipaksa” digugurkan. Orang tuanya waktu itu mengharapkan anak laki-laki.

Dalam kondisi buta ia kurang mendapat perlakuan adil dari orang tuanya. Akibatnya ia hanya menyelesaikan sekolah hingga kelas 5 SD, karena orang tuanya lebih mengutamakan saudara-saudaranya yang normal.

Priska pun berusaha sendiri dengan membuat dan berjualan kue. Tak menemukan penghidupan yang layak di Jambi, ia putuskan merantai ke Ibu Kota. Ia pun melakoni berbagai pekerjaan mulai dari karyawan pabrik tas, kondektur bus, hingga menyanyi di café dan pub di Jakarta. Bahkan priska pernah terjerumus ke dunia hitam menjadi peminum. Ia pernah berusaha bunuh diri dengan menyilet tangannya (hal. 81)

Cahaya bersinar. Ia diajak oleh temannya untuk kembali ke agama. Tahun 2004, oleh komunitas agamanya, ia dikirim ke Semarang untuk mengikuti workshop kepemimpinan dan pendidikan karakter. Di Semarang itulah lakon perjuangan Priska dimulai, dengan berbagi kepada orang-orang yang terbuang.

Perjuangannya dimulai pada tahun 2005. Dekat tempat kosnya ia bertemu dengan perempuan yang lumpuh akibat polio. Ia rawat dengan sepenuh kasih di kamar kosnya. Sejak saat itu, priska ibarat malaikat penolong orang yang terbuang. Satu-persatu mereka datang sejak difabel, baik cacat anggota badan maupun mental, bahkan mantan residivis (hal. 84)

Priska melayani tanpa memandang agama dan etnis. Yang memperoleh pelayanan Priska mulai sejak Aceh, Kendari, Kalimantan, juga Papua. Orang-orang yang terbuang kini hidup bersama Priska dan suaminya di sebuah rumah kontrakan baru berukuran 100 meter persegi. Jumlahnya sekitar 80 orang (hal. 79).

Dalam kondisi buta, Priska seperti tidak memikirkan dirinya. Uang sendiri ia habiskan untuk melayani orang yang terbuang ini. malah dengan kesabarannya Priska menyuapi mereka ketika makan.

Masih ada 5 pahlawan dalam buku ini yaitu Adi Suhandi yang mendampingi anak jalanan di bekasi, Paris Simbiring Perintis Bank Pohon, Johannes Barnabas Ndolu sang pendobrak jeratan adat, Lies Koesbiono pengabdi hidup bagi penyandang cacat, dan Robin Lim M, perempuan kelahiran Amerika yang tinggal di bali berjibaku menyelamatkan Ibu dan anak.

Semua kisah ditulis dengan gaya features yang menyentuh, dan gaya reportase yang memikat. Tetapi yang paling penting, kisah 7 pahlawan sunyi inilah yang lebih memikat. Kisah-kisah yang menurut saya bisa menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang menyisihkan waktu, uang, tenaga dan pikirannya untuk orang lain. Sekecil apapun dan di manapun. Dengan cinta, dengan hati.

Matorsakalangkong

Sumenep, 22 maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun