Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bantuan Kompasianer yang Mengharukan

7 Januari 2012   06:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:13 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika saya memposting tulisan, Satu Lagi Siswa Siswa Miskin Terselamatkan, semua komentar membuat saya terharu. Langkah kecil yang dilakukan madrasah tempat saya mengajar memperoleh apresiasi yang tulus dan dukungan penuh.

Yang lebih mengarukan ada kompasianer yang saat ini berada di Dubai berniat mengulurkan tangan. Tak cukup melalui komentar, ia mengirim pesan via inbox di Kompasiana agar saya mengirimkan nomer nama sesuai KTP dan nomer HP. Kamis malam sekitar jam 20.00 saya mengirim pesan balasan. Tiga menit kemudian pesan baru masuk ke HP saya mengabarkan bahwa uang sebesar 1 juta telah ditransfer melalui werstern union.

Nama kompasianer itu mas Mukti Ali. Sejak bergabung di kompasiana, saya sudah mengenalnya. Karena dulu ia termasuk kompasianer teraktif di Kompasiana. Saya tidak pernah bertemu face to face dengan mas Mukti. Yang membuat saya haru, ia percaya begitu saja kepada saya untuk menyampaikan amanah kepada siswa yang saya ceritakan di kompasiana.

Jumat malam saya mengontak kepala sekolah dan Kepala TU untuk mengabarkan berita mengharukan ini.Atas banyak masukan, penyerahan itu akan dilakukan di hadapan semua siswa besok paginya. Cara ini diambil biar semua siswa bisa menarik hikmah, bahwa dalam kesulitan selalu ada kemudahan.

Pagi tadi, sebelum masuk07.00 wib, siswa diminta berkumpul di halaman madrasah. Mereka tentu bertanya-tanya buat apa dikumpulkan karena pengumumannya begitu mendadak. Yang berhak menerima bantuan pun tidak tahu.

[caption id="attachment_154392" align="aligncenter" width="448" caption="penyerahan simbolis dilakukan waka kesiswaan"][/caption] Saya yang diminta membuka ‘apel pagi’ itu menjelaskan kronologinya. Apa adanya. Baru mereka mengerti kenapa dikumpulkan. Suasana waktu itu begitu haru. Hingga akhirnya saya memanggil waka kesiswaan, yang menggantikan kepala madrasah yang berhalangan hadir, untuk menyerahkan secara simbolis bantuan itu kepada Nur Atis, siswa kelas X. Tanpa dikomando semua siswa memberi applause . ucapan terimakasih kepada mas Mukti dan support kepada Nur Atis untuk tidak menyerah.

[caption id="attachment_154393" align="aligncenter" width="448" caption="nur atis menandatangani bukti penerimaan"]

1325917516190937724
1325917516190937724
[/caption] [caption id="attachment_154394" align="aligncenter" width="644" caption="bukti transfer dan penerimaan"]
132591771844561207
132591771844561207
[/caption]

Para siswa kembali ke ruangan kelas. Ketika jam istirahat dilanjutkan penandatangan penerimaan bantuan di ruang guru oleh Nur Atis. Selesai menandatangani, Nur Atis menyerahkan sepucuk surat untuk disampaikan kepada bapak Mukti Ali.

[caption id="attachment_154395" align="aligncenter" width="336" caption="surat buat mas mukti dari nur atis"]

1325917949864225966
1325917949864225966
[/caption] [caption id="attachment_154396" align="aligncenter" width="314" caption="nur atis "]
1325918066458565087
1325918066458565087
[/caption] Saya sungguh terharu. Jarak yang jauh dengan mas Mukti Ali, ia di Dubai saya di Sumenep Madura terasa dekat, seolah hanya dibatasi sebuah tirai. Dan salah satu tirai itu bernama Kompasiana. Atas nama keluarga madrasah, dengan tulus saya mengucapkan terimakasih banyak kepada mas Mukti Ali dan kelaurga serta seluruh kompasianer yang telah memberi support melalui komentar-komentar yang membesarkan hati. Semoga semuanya memperoleh balasan dari Allah SWT.

Kami di madrasah tempat mengabdi tetap akan melanjutkan motto yang sudah kami sepakati, “di madrasah ini, tidak boleh seorang pun berhenti sekolah hanya karena tidak punya beaya. Madrasah akan menanggung beaya Anda. Jika berhenti sekolah karena alasan di luar itu, saya tak memiliki hak menahan kalian”.

Matorsakalangkong

Sumenep, 7 Januari 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun