[caption id="attachment_81495" align="aligncenter" width="583" caption="google.com"][/caption] Gerah oleh berita korupsi yang tak kunjung habis, justru di saat gerakan anti korupsi mengempurnya? Sama, saya juga. Sampai saat ini menurut data Transparency International, indeks korupsi Indonesia masih bertengger di urutan 110 dari 200 negara di dunia. Nih datanya : [caption id="attachment_81494" align="aligncenter" width="280" caption="http://ti.or.id"]
Meski tidak perlu gemerlap dan hingar-bingar publikasi media, kita toh bisa ikut memberantasnya. Mulai sekarang, mulai dari keluarga. Dengan menyemai karakter jujur pada anak sejak usia dini. Tentu hasilnya tidak instant. Kerja-kerja kebudayaan memang butuh waktu panjang. Tetapi saya yakin, membangun karakter jujur sejak usia dini pada anak, jangka panjang akan turut membentuk karakter jujur pada bangsa ini.
Saya memiliki pengalaman sederhana membangun karakter jujur pada anak yang semoga bisa bermanfaat. Berikut ini caranya :
- Saya sepakat dengan istri, pengelolaan uangjajan anak harus satu pintu. Jika anak minta uang jajan harus sama ibunya. Kalau minta sama saya, saya hanya bilang, “uangnya ada di ibu nak”. Ini kami lakukan untuk menutup prilaku bohong anak. Namanya anak, jika pengelolaan uang jajan tidak satu pintu, ada saja alasan anak untuk minta secara ganda. Sudah minta sama ibunya, masih minta juga sama bapaknya. Tentu dalam keadaan darurat, misal ibunya lagi gak di rumah, baru saya memberi. Tetapi ketika ibunya datang, anak tetap dibiasakan melapor sama ibu. So far so good, sampai saat ini lancar.
- Untuk ngetes kejujuran anak, saya dan istri sering naruh uang recehan sembarangan di banyak tempat di dalam rumah. Di meja, dekat TV, di meja makan, dan di lantai. Uang receh itu tentu sudah dihitung. Jika hilang, pasti ketahuan. Kecuali di rumah ada jin-nya. Kadang anak ketika dalam kondisi kepepet, suka ngambil uang receh tanpa lapor. Nah saatnya bertindak. Anakkami panggil, dikasih nasehat secukupnya. Tetapi uang receh itu kembali ditaruh ditempat semula. Kalau suatu hari hilang lagi, ya dipanggil lagi. Sampai anak sadar, uang yang bukan haknya, tidak boleh diambil, meski tidak ada pemiliknya. Pengalaman ini saya timba dari pengalaman kakak saya yang sudah almarhum.
- Bisa dengan memberi uang jajan lebih dari biasanya. Misalnya, kalau anak sehari habis rp. 5.000, kasih dia rp. 10.000. Tetapi sepakati dengan anak, uang rp 10.000 itu harus digunakan selama 2 hari. Kalau habis sebelum waktunya, itu resiko dia. Bapak dan ibu tak mau ngasih lagi. Cara ini saya timba dari tulisan yang entah saya sendiri lupa sumbernya. Saya sudah mencobanya, tapi belum bisa saya terapkan karena mungkin anak saya yang baru berumur 7 tahun, tak cukup usia untuk memahaminya. Saya bekesimpulan, cara ini baru bisa mulai diajarkan ketika usia 9 tahun. Bagi saya, cara ini bermanfaat. Di samping membangun karakter jujur, anak juga diajari mengelola keuangan secara cerdas.
- Tiga cara di atas harus dijangkarkan pada ketauladanan langsung dari ortu. Nonsens bukan jika kita menuntut anak jujur, sementara kita suka bohong atau mengambil hak anak. Ketauladanan saya pikir kunci. Tanpa ini, sama saja kita mangcaukan konsep jujur dalam pikiran dan kesadaran anak.
- Lakukan dengan konsisten, sabar dan tegas (maaf saya ulangi tegas, bukan keras). Membangun karakter bukan kerja sekali jadi. Butuh waktu panjang dan pembiasaan berulang-ulang sehingga ahirnya menjadi karakter.
Itulah pengalaman saya dan istri. Saya akan senang jika kompasiners lainnya bisa sharing tentang pendidikan anak di rumah sehat ini. Mari mulai melakukan pendidikan anti-korupsi dari yang kecil, dari rumah kita sendiri.
Matorsakalangkong
Sumenep, 4 januari 2011
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI