Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamat Datang, Mabrur Saudaraku

25 November 2010   05:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat datang saudaraku. Semoga Anda menjadi haji yang mabrur. Perjalanan Anda ke tanah suci merupakan perjalanan spiritual. Bukan wisata dan rekreasi.

Saya tahu –meski saya belum ke sana—betapa beratnya ibadah haji itu. Berat tidak saja beayanya, tetapi secara fisik ibadah haji membutuhkan energi yang luar biasa. Tapi saya yakin, itu menempa rohani. Mengakarkan spiritualitas Anda.

Saya membayangkan, begitu indahnya di situ. Lebih dari 3 juta manusia dari penjuru bumi berkumpul dalam sebuah lokus dengan kesamaan harap dan tujuan. Menjadi HAJI MABRUR. Tak terbayang bagaimana gemetarnya saya, melihat jutaan manusia berpakaian serba putih. Presiden, pajabat negara, menteri, pemilik perusahaan, petani, buruh, pedagang semua sama. Tak beda. Dibalut dengan kain putih, persis kain putih yang biasanya dijadikan pembungkus orang meninggal. Semua status apakah kekuasaan dan kekayaan menjadi tidak penting. Hilang. Terlucuti.

Itulah cara Allah mengajari kita saudaraku. Agar kita menjadi manusia terhormat tanpa embel-embel status. Semua sama di hadapan-Nya. Karena itu tak boleh lah kita sombong hanya karena kebetulan Anda penguasa. Atau kebetulan pengusaha. Apalagi status yang melekat pada Anda diperoleh dengan cara-cara yang tidak fair. Tentu semakin tidak ada artinya Anda di hadapan Allah.

Juga tak perlu Anda menganggap remeh orang lain. Tak perlu menganggap hina orang tidak punya kuasa atau harta. Semua sama di hapan Allah. Bukankah, setiap manusia hanya dinilai ketaqwaannya?

Menurut cerita, yang berat juga ketika melakukan pelemparan jumrah. Anda harus berjibaku mencari celah di antara jutaan jamaah lainnya untuk melemparkan batu yang Anda genggam. Ketika itu Anda seperti Ibrahim dan Ismail yang melempar musuh manusia, syetan.

Saya yakin Anda melempar jumrah sepenuh hati. Sungguh-sungguh. Dan ketika kena, syetan menggelepar. Semoga Anda menang saudaraku. Jika menang, Anda akan membuang jauh-jauh sikap sombong, serakah, iri, dengki, dhalim, tak peduli pada sesama, suka menginjak hak orang, menjarah uang negara, kemaruk citra, dan sikap jelek lainnya. Jika menang, seharusnya Anda berteriak lantang: STOP SIKAP DAN TINDAKAN JAHAT.

Sebagai gantinya Anda akan mengambil spirit Nabi Ibrahim dan Ismail, dua nabi yang taat dan ikhlas luar biasa. Demi Allah yang dicintainya, rela berkurban. Dari sini kita diberi kunci menjalani kehidupan: IKHLAS.

Mabrur saudaraku. Anda saat ini sudah menyandang status haji. Tak mengapa anda membubuhkan “H” di depan Anda. Itu adalah budaya kita. Persis seperti orang yang baru diwisuda. Gelar ditaruh di depan. Atau di belakang. Kadang gelarnya jauh lebih panjang dari namanya. Sekali lagi tak kenapa. Hitung-hitung itu sebagai simbol pengingat bahwa anda pernah berhaji.

Status sosial Anda saat ini naik saudaraku. Anda akan menjadi orang terpandang. Anda sudah ditakdirkan bisa menyempurnakan keislaman Anda. Jika anda terpandang dan terangkat status sosialnya, itulah cara masyarakatkita menghormati Anda. Toh Anda tidak minta, bukan?

Tapi akan menyesakkan jika Anda terjebak pada simbolisme. Jika Anda berhenti pada formalisme. Jika begitu, Anda hanya akan memperoleh kulit. Bukan isinya. Maka “H” di depan nama Anda hanya penghias lahiriah. Tidak mencerahkan. Juga tidak merasuk ke relung terdalam batiniah.

Mabrur saudaraku. Kedatangan Anda sangat dinanti untuk menyebarkan spiritulitas yang Anda timba dari tanah suci. Secara kebetulan, negeri kita tahun ini seperti tak habis-habis dirundung musibah. Seharusnya kedatangan Anda berdampak bagi perbaikan negeri kita. Negeri kita butuh orang peduli pada sesama. Negeri kita butuh orang yang memberi tauladan kejujuran. Meski Anda di mekah ketika gayus pelesiran, saya yakin Anda mengikutinya dari jauh. Itulah negeri kita saudaraku.

Mabrur saudaraku. Semoga bergerak dari haji simbolik ke haji subtantif. Negeri ini juga mengharapkan efek kemabruran haji Anda. Semoga.

Salam dan matorsakalangkong

Sumenep, 25 november 2010

sumber foto: google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun