Kepentingan politik, seringkali membuat banyak pejabat negeri ini tak peka dalam melihat berbagai persoalan yang ada di tengah masyarakat. Karena politik, banyak pemimpin yang makin terisolasi dari sejumlah persoalan yang dihadapi rakyat. Akibatnya, persoalan masyarakat yang seharusnya cepat diselesaikan, akhirnya harus berlarut-larut dan makin membebani kehidupan masyarakat itu sendiri.
Lihat misalnya ketika Presiden SBY lagi-lagi terlihat sibuk dengan persoalan politik itu sendiri. Bahkan beberapa hari yang lalu Presiden SBY mengimbau mundur menterinya yang hanya sibuk mengurusi partai. Dengan mengimbau mundur kepada menterinya yang sibuk ngurusi partai, sebenarnya presiden juga sama dengan menterinya yang sibuk ngurusi soal politik melulu.
Padahal di saat bersamaan, rakyat menghadapi masalah yang tidak menyenangkan, terutama terkait kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Sementara di beberapa daerah, konflik berlatarbelakang perebutan lahan terus berlanjut. Konflik yang melibatkan warga versus aparat keamanan dan pemerintah, atau warga melawan pemodal swasta.
Dua isu ini dikedepankan media massa secara berkelanjutan tapi tetap luput dari perhatian Presiden yang sibuk mengelola politik kekuasaan. Terlihat SBY dan para menterinya bukan hanya tidak sensitif melainkan juga tidak antisipatif. Lonjakan harga sembako selalu terjadi menjelang Ramadhan dan Lebaran.
Kalau benar fokus kepada persoalan rakyat, semestinya presiden memerintahkan Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala Bulog untuk mengantipasi lonjakan harga.
Kita yakin persoalan kenaikan harga menjadi persoalan serius menjelang lebaran. Tapi pemerintah terkesan tak memberi perhatian serius untuk diselesaikan. Tentu saja sikap seperti itu sulit dipahami, mengingat masalah tersebut sangat strategis.
Bukankah lonjakan harga sembako berkait dengan perut lebih dari 100 juta warga negara? Bukankah persoalan konflik lahan memiliki dimensi yang lebih luas? Mulai aspek kepastian hukum dalam berbisnis, prospek perekonomian rakyat di atas lahan yang disengketakan, aspek keamanan hingga potensi konflik berdarah dengan jatuhnya korban jiwa.
Melihat situasi tersebut, muncul kekhawatiran bahwa pemerintahan tidak fokus mengurusi persoalan yang dihadapi rakyat. Itu sebabnya, antara suara atau aspirasi rakyat dan respons pemerintah sering tidak nyambung.
Sebagai pemimpin, tentu Presiden SBY wajib memberi contoh. Masyarakat tahu bahwa ia menjabat Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan tokoh sentral partai itu. Tapi presiden seharusnya memberikan batasan yang jelas antara tugas dan kepentingan partai, sehingga persoalan masyarakat tidak terabaikan akibat persoalan politik yang dominatif. Semoga.***