Mohon tunggu...
Khoirul Arjuna
Khoirul Arjuna Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Lucky i am a Writer and Librarian

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mendengar Gemuruh Gunung Bromo

14 Februari 2015   20:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:11 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sedikit bingung mau mulai dari mana menulisnya.. Semuanya bermula saat aku sering membaca dan mendengar tentang Mahameru. Ya bisa dibilang salah satu korban film 5 cm hahah. Tapi, sumpah aku dan teman-temanku tidak melakukan adegan lebay seperti yang di film. Pembaca tahukan bagian mana yang lebay.. Yang saat mereka berdiri dàn mengatakan mata, leher, tangan, pundak lutut kaki bla... Bla...

Oke kità mulakan, Ceritanya begini ...
Bulan Oktober 2014, setelah aku pulang liburan dari Bandung, saat itu liburan terjepit juga. Hasrat liburanku belum terpuaskan. Lalu, aku ingat kalau di Surabaya aku punya teman seperguruan (asyikk) sewaktu mondok di Pesantren KH. Ahmad Dahlan, Sipirok. Dia adalah atlet pencak silat dan kuliah di salah satu PTAIN di sana.

Setelah mendapatkan pin BBnya, tanpa basa basi aku langsung Ping dan request "ke bromo yukk'. Tentu dia sedikit kaget, karena dari jawabannya terlihat kalau ia tidak siap. Sebenarnya aku juga belum siap saat itu hahah.

Aku juga memanggil teman seperguruan yang kuliah di Semarang. Ini merupakan reuni kecil kami, setelah enam tahun berpisah. Diskusi sedikit. Mereka berdua akhirnya setuju. Tidak pèrcuma aku kuliah jurusan ilmu komunikàsi. Lalu aku menyusun rencana karena akulah biang keladi liburan ini.

Aku kasih usulan agar berangkat pada tanggal 15 November supayà dapat memesan tiket kereta api. Artinya, kami punya waktu dua minggu untuk membatalkan segala janji, titip absen, ngumpulin duit, mengenang masa pesantren, dll sebelum hari H.

Hari yang ditunggu tinggal sehari, aku sudah berangkat pada siang hari ke stasiun lempuyangan. Tiket kereta api menuju stasiun Surabaya gubeng seharga Rp 55.000. Setelah enam jam perjalanan sampai juga aku di kota pahlawan, temanku langsung menjemput  lalu menuju kosnya.

Keesokan paginya, teman dari semarang akhirnya tiba juga. Bisa dibayangkan kehebohan dan kekikuan yang terjadi pada saat kami bertemu setelah sekiàn tahun berpisah, bisa?. Yang penting seruuu, kocak, dan sedikit aneh hahah.

Setelah istirahat sebentar. Kami kembali menyusun rencana. Dan rencana telah disusun dengan baik. Sabtu pagi pergi ke kolam tentara angkatan laut untuk renang dan olah raga(ini usulanku lagi hehhe) Siangnya keliling kota surabaya, sore ke jembatan Suramadu. Dan pukul satu pagi berangkat ke Bromo. Fix

Tiga rencana telah kami selesaikan. Malamnya kami istirahat untuk mengumpulkan tenaga sebelum berangkat ke Bromo. Tepat pukul 24 kami sudah berkemas. Semua barang yang dibutuhkan sudah ada dalam tas. Begitu juga kamera SLDR yang kami pinjam dari teman. Let's Go.. Lama perjalanan dari kota surabaya menuju Bromo sekitar lima jam. Kami berjumlah empat orang, yang satunya adalah teman satu kos temanku.

Kami melewati kurang dari delapan desa agar sampai di kawasan bromo. Udaranya dingin sekali. Pukul 5 pagi kami memesan tiket. Saat itu hari libur, jadi tiket masuknya seharga 40.000. Kami melanjutkan perjalanan dengan motor. Butuh perjuangan keras di sini, jalanan yang licin, berbatu, becek, lubang, dan begitu menanjak.

Fajar sebentar lagi akan habis dan kami masih berjuang. Ternyata, sudah ratusan orang yang berbondong-bondong menuju puncak. Kami terjebak macet. Raut kekecewaan mulai terlihat di wajah teman-temanku, begitupun aku. Ditambah lagi rasa dingin yang membuat kami terus menggigil. Tujuan utama kami adalah melihat sunrise di puncak. Bila masih berada di kemacetan, kami tidak akan mendapatkan cahaya pertama matahari dari puncak.

Akhirnya, lepas juga kami dari kemacetan, kami langsung mencari tempat parkir. Dengan langkah cepat, kami penuju tempat untuk melihat sunrise. Sungguh sangat ajaib, setelah sampai di puncak, orang -orang berkata wawwww. Yang pasti bukan untuk kami. Tapi, kepada matahari yang baru saja terbit tepat setelah aku menginjak pendopo untuk melihat sunrise.

Begitu cerah.. Dan silau.. Dingin yang kami rasakan berkurang sedikit. Terlihat lengkungan kuning di sebelah timur, cahanya tidak menyakitkan mata. Berlahan dan sangat berlahan naik ia naik ke atas. Moment itu tidak kami sia-siakan, kami memainkan kamera untuk mengambil gambarnya.

Kami berpindah ke sebelah barat pendopo. Terlihatah gunung Bromo dengan asapnya yang mengepul. Di kakinya ada awan putih dan tebal. Cahaya matahari menerangi separuh sisinya. Terlihat bayangan yang memanjang dari sisi yang lain. Terus ke barat tampak Mahameru dengan gagah. Tapi sayang, kami tidak bisa ke sana karena sangat jauh.

1423895320418637499
1423895320418637499

Temanku mengajak turun ke bawah menuju gunung Bromo. Kami pun kembali mengambil motor dan menyempatkan diri untuk sholat shubuh di mushollah. Saat mengambil air wudhu, brrrrrr..... mati rasa men..... Airnya seperti diimpor dari kutub utara. Dinginn pollllll. Aku melihat ada sekelompok remaja putri berwajah tionghoa yang juga antri di kamar mandi musollah. Dan benar, bahasa mereka juga bahasa negeri bambu.

Selesai sholat shubuh, kami bergegas menuju kawah gunung bromo. Ternyata menuju kawah mendapatkan pengalaman lain tersendiri. Bila kita naik pesawat, maka kita menembus awan dari bawah. Nah, kalau ini kita menembusnya dari atas. Kerenn. Kami belum bisa melihat dibawah kepulan awan itu karena begitu tebal. Setelah beberapa menit barulah kami sampai di bawah. Terlihat Gunung Bromo dari kejauhan.

14238953881240050817
14238953881240050817
Abu di kaki gunung bromo sangat indah, membentuk tekstur yang memiliki cita rasa seni yang tinggi. Di depan kami telah ada jalan lintasan mobil jeep, dan kendaraan lainnya. Jalur itu membelah abu vulkanik dan terus menuju kaki Bromo.

Cukup sulit untuk mendekati Bromo karena ban motor kami sering tenggelam di dalam abu. Butuh keseimbangan tinggi melewati jalur ini. Kami melaju dengan lamban agar tidak terjatuh. Akhirnya, sampai juga di kaki gunung Bromo. Kami pun memarkirkan motor dan istirahat sejenak.

Di lereng gunung bromo, kembali terlihat ratusan orang yang menaiki tangga menuju kawah. Di sebelah tangga ada beberapa orang yang mendaki dengan tangan kosong. Salah satu temanku tidak ingin ikut ke atas untuk melihat kawah. Lalu, kami memutuskan untuk naik bertiga melewati lereng gunung.

14238954401774702276
14238954401774702276

Kami sampai di atas, terdengar suara gemuruh dari dalam kawah gunung bromo. Suaranya begitu garang dan berwibawa. Asapnya tetap mengepul beradu ke atas. Terdapat pagar setinggi dada untuk menjaga jarak langkah wisatawan melihat kawah. Di pagar terdapat tulisan agar jangan berlama-lama di situ karena berbahaya untuk pernafasan. Terdengar juga suara ngos-ngosan dari seluruh wisatawan. Mereka bak mendapat hukuman berlari mengelilingi lapangan sepak bola.

Setengah jam kami habiskan di atas menikmati segala pemandangan kawah, semut manusia, dan tekstur abu vulkanik di sekitar kaki gunung. Aku mengambil foto tekstur itu untuk diaplikasikan saat aku mengikuti lomba kaligrafi dekorasi.

Setelah itu, kamipun turun dari sisi yang lain dan menghampiri teman kami yang kelelahan. Kami kembali beristirahat sebelum kembali Surabaya. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi dan kami bersiap meninggalkan bromo.

[caption id="attachment_368854" align="alignnone" width="620" caption="arsip pribadi juna (pin:75656D88)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun