Mohon tunggu...
Abdul Wakhid
Abdul Wakhid Mohon Tunggu... Guru - Alhamdulillah

Penulis lepas tinggal di Boja Kendal Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Renungan Kecil di Hari Pendidikan: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Siapa (Lagi) yang Harus Diteladani

2 Mei 2020   10:19 Diperbarui: 2 Mei 2020   12:44 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki Hajar Dwantara (Sumber: nationalgeographic.grid.id)

Di Hari Pendidikan Nasional ini ungkapan wejangan atau quote dari tokoh pendidikan bangsa Ki Hajar Dewantara dan menjadi semboyan pendidikan di Indonesia menjadi sangat relevan. 

Diambil dari bahasa jawa Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani telah menjadi semboyan bagi pendidikan di Indonesia. 

Kalimat itu memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi bahkan tidak hanya cocok diterapkan di dunia pendidikan, tetapi juga dapat diterapkan di bidang-bidang lainnya.

Ing ngarsa sung tuladha artinya adalah di depan menjadi contoh, ing madya mangun karsa artinya di tengah menjadi penyemangat dan Tut wuri Handayani artinya di belakang memberikan dukungan. 

Tiga jargon itu bukan hanya sekedar kata-kata indah yang di tempel di dinding-dinding sekolah saja, akan tetapi seharusnya mampu diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana kita pahami bahwa milieu pendidikan ada tiga yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Semua mempunyai perannya masing-masing dan memberikan andil kuat tidaknya pengaruh pada masyarakat. Artinya baik tidaknya kualitas seseorang tergantung sejauh mana ketiga lingkungan itu memberikan kontribusi pada pembentukan karakter masyarakat.

Benarkah krisis contoh
Ketika kita membahas Ing ngarso sung tuladha, ada banyak pertanyaan yang harus kita jawab. Sudahkah semboyan ini teraktualisasi dalam kehidupan bangsa Indonesia? Haruskah hanya berhenti pada seorang pendidik atau guru? Sudahkan memberi solusi pada masalah sosial dan langkah konkrit apa yang seharusnya kita lakukan?

Inilah beberapa problematika yang harus kita pecahkan kalau kita akan mengentaskan masalah besar bangsa. Paling tidak dimulai dari memperbaiki pendidikan sebagai ujung tombak pengembangan sumber daya manusia. Tanggung jawab membawa bangsa yang besar ini untuk menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat tidak semudah membalik telapak tangan.

Harus diakui masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini multi kompleks, mulai moral, ekonomi, politik, pendidikan, kebangsaan, dan lain-lain. 

Lalu, apakah upaya yang selama ini ditanamkan dalam dunia pendidikan masih jauh panggang dari api. Oleh karena itu Ikhtiar untuk membumikan lagi semboyan In ngarsa sung tuladaha menjadi sesuatu yang urgen.

Memperbaiki moral bangsa tentunya menjadi kewajiban semua pihak. Salah satu kunci keberhasilannya adalah semua elemen mampu mengaktualusasikan nilai-nilai Ing ngarsa sung tuladha dalam kehidupan ril. 

Seorang pemimpin, baik di eksekutif, legsilatif, tokoh agama, partai politik, maupun pemimpin organsisasi masyarakat idealnya menjadi tolok ukur atau uswatun hasanah (contoh yang baik). 

Bukan lagi hanya pencitraan untuk mendapatkan simpati masyarakatnya, tetapi ketulusan hati yang patut untuk ditiru bukan semu. Insya Allah ini bisa menjadi langkah solutif untuk menghilangkan stigma negatif bagi para tokoh atau pemimpin.

Kita optimis bila upaya ini sadar dilakukan oleh para pengarep atau tokoh negeri ini. Ungkapan bangsa ini  krisis contoh akan terpinggirkan. Akan tetapi sebaliknya bila dengan kasat mata para pemuka dan tokoh masih doyan korupsi, nepotisme, ketidak jujuran, ketidak adilan, keserakahan, gila harta dan sebagainya masih dengan masifnya dipertontonkan.

Maka bisa dibayangkan bagai menegakkan benang basah sulitnya untuk mengindoktrinasi nilai-nilai luhur pada para generasi penerus. Mereka akan berpikir kok tidak sama apa yang diterima di bangku sekolah atau pendidikan dengan kehidupan nyata. Ironi dan kontradiktif.

Sekarang apa yang harus diperbuat. Apakah hanya saling menyalahkan dan mencari kesalahan-kesalahan orang lain, saya kira tidak fair dan tidak tanggung jawab. Oleh karena itu marilah kita semua untuk bisa menjadi guru yaitu orang yang "bisa digugu dan ditiru" artinya bisa dipercaya dan diikuti. 

Lebih-lebih para pemuka atau tokoh sebagai panutan. Bukankah kita semua tahu sesuai anjuran Rasulullah "Ballighu 'anni walau ayah"artinya sampaikan dariku meskipun satu ayat. 

Sebagai guru bagi masyarakat sudah selayaknya kita semua berperan aktif menyampaikan pesan-pesan yang positif, produktif, kreatif dan solutif.

Dalam konteks menyampaikan kebaikan tidak harus verbalistik tetapi melalui perilaku dan tingkak laku yang positif akan memberikan dampak yang luar biasa, ibaratnya "satu tindakan lebih bermakna dari seribu kata-kata". 

Nah, di sinilah peran dari ketiga milieu pendidikan antara keluarga, sekolah dan masyarakat harus selaras. Di sekolah anak meneladani guru-gurunya, di rumah orangtua bisa di idolakan dan di masyarakat para tokoh dan pemimpinnya bisa dihormati dan dibanggakan karena perilakunya layak untuk diadopsi.

Optimis sebagai kekuatan
Masih menjadi kekhawatiran kita benarkah rasa malu berbuat buruk atau maksiat sudah perlahan tercerabut dari nurani kita, saya kira tidak. Tetapi kalau melihat fenomena maraknya penyimpangan sosial di masyarakat, hilangnya rasa malu perlahan menjadi benar adanya. 

Lihat saja di media-media sosial maupun pemberitaaan di telivisi semakin maraknya kejadian kejahatan dan penyimpangan terhadap norma-norma agama maupun adat ketimuran yang kadang diluar nalar akal sehat, ini seolah-olah menguatkan bahwa sebagian dari kita rasa malunya bukan lagi menjadi baju yang menutupi aib perilaku buruknya.

Oleh karena itu, semboyan bapak pendidikan bangsa Ing ngarsa sung tuladha kita gelorakan lagi. sebagai wahana pembelajaran nyata bagi masyarakat untuk berubah lebih positif. 

Penulis yakin dan optimis dunia pendidikan masih berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang besar bagi perbaikan moral bangsa. 

Baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu juga kita berharap masih banyak tokoh dan pemimpin negeri yang mempunyai integritas yang kuat yang masih layak dan patut untuk diteladani, semoga.

Marilah di momen Hari Pendidikan Nasional ini kita kembalikan spirit Ing ngarsa sung tuladha, agar kelak anak-anak kita tidak bertanya-tanya "siapa (lagi) yang harus diteladani" di negeri ini. wallahu a'lam (pakdoel)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun