Mohon tunggu...
samsul arifin
samsul arifin Mohon Tunggu... -

I'm just ordinary man, but I have extra ordinary dreams

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

SAYA DAN BENCI

18 Juni 2013   14:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:50 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagaimana kabar si Benci? Apakah ia masih menjadi sahabatmu atau bahkan menjadi musuhmu?Sejak kapan kau mulai mengenal Benci dan berteman dengan si benci?

Sebelum saya mengulas lebih jauh mengenai benci, ijinkan saya untuk berbagi sedikit pengalaman tentang diri saya dan sahabat saya ‘kebencian’ saat duduk di bangku SMP. Semua berawal dari sebuah pertemuan antara saya dan seorang guru baru yang mengajar pelajaran Bahasa Inggris. Saat itu saya yang duduk di bangku kelas XI tidaklah fasih untuk berbicara bahasa Inggris, bahkan jauh dari itu tidak banyak kosa kata yang saya ketahui atau dengan kata lain saya NOL BESAR. Guru baru itu adalah guru yang dipindah tugaskan dari kota ke desa. Guru itu tampak expert dalam berbicara bahasa Inggris, dan itu terbukti ketika mengajar, beliau tidak pernah berbicara bahasa Indonesia sepatah katapun, melainkan bahasa Inggris. Guru yang merupakan putra asli Papua tersebut dikenal sebagai guru yang sangat jarang tersenyum, perawakanya kekar, berkumis lebat dan mempunyai tatapan mata yang tajam. Selain itu guru itu adalah tipe guru yang sangat disiplin dan tegas.

Suatu hari, saya beserta semua teman-teman kelas saya mendapatkan tugas untuk men-translate sebuah bacaan yang cukup panjang, karena saya tidak begitu paham serta mengerti banyak tetang pelajaran yang satu itu, saya putuskan untuk tidak mengerjakan dan lebih memilih mengabaikanya. Ketika hari pengumpulan tugas itu tiba, rupanya saya adalah satu-satunya yang tidak mengerjakan tugas itu, dan alhasil saya harus berdiri di depan kelas, mengangkat salah satu kaki, memegang kedua telinga saya dan parahnya saya harus bertahan selama satu setengah jam. Kesal, marah, dan kecewa menyelimuti pikiran saya, menyulut api amarah serta memadamkan kesadaran saya. Saat itu saya masih sangat labil dan cenderung mudah ikut-ikutan, saya dan beberapa teman saya yang mengalami hal yang sama kian hari kian menunjukan ketidaksukaan terhadap pelajaran tersebut. Setiap tugas yang diberikan tidak pernah saya kerjakan, dan bahkan tidak jarang saya bolos ketika pelajaran tersebut diajarkan. Hari demi hari agaknya ketidaksukaan saya berbuah kebencian, saya benar-benar menjadi anti bahasa Inggris, akibatnya nilai bahasa Inggris saya benar-benar tidak layak, bahkan guru yang saya benci tampaknya benar-benar marah akan ketidakpatuhan saya dan parahnya kedua orang tua saya juga ikut-ikutan marah dengan hasil yang sangat tidak memuaskan di setiap tugas serta ujuan harian dan semester, namun saya merasa sangat beruntung karena meski nilai bahasa Inggris saya sangat buruk, saya masih bisa lulus ketika ujian nasional.

Senada dengan kebanyakan siswa yang baru lulus Sekolah Menengah Pertama, Saya memutuskan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, SMP ke SMA, namun saya lebih memilih sekolah khusus guru ( KPG ; Kolese Pendidikan Guru ) yang lama pendidikanya lima tahun ( 3 tahun SMA + 2 tahun Kuliah ). Terus terang itu bukanlah pilihan serta kemauan saya, akan tetapi saya melakukanya berdasarkan dorongan dan harapan besar dari kedua orang tua saya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru. Di awal-awal masa SMA, saya masih bersahabatkan dengan kebencian akan pelajaran bahasa Inggris, parahnya ketika hari pertama saya masuk belajar, yang menjadi pelajaran di jam pertama adalah bahasa Inggris. ‘Mr.Stev’ adalah panggilan yang akrab di telinga semua murid-murid di sekolah saya. Beliau terkenal ramah dan supel , kendati demikian saya masih saja membeci pelajaran bahasa Inggris. Di awal pelajaran, beliau meberi kesempatan kepada semuamurid yang hadir, saya sengaja duduk di barisan temapat duduk paling belakang agar saya tidak mendapatkan kesempatan untuk perkenalan. Namun waktu berkata lain, pada akhirnya saya toh ditanya juga, dan hal itu merupakan mala petaka besar bagi saya yang notabene sangat anti terhadap pelajaran tersebut. Saya hanya tertunduk diam seribu bahasa ketika diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri di depan kelas, hasilnya semua teman mentertawakan serta mencemooh saya. Rasa malu yang teramat sangat ternyata menyadarkan saya akan kebodohan saya, hati kecil saya pun berbisik “bagaimana mungkin kamu bisa menjadi yang terbaik di kelas ini kalau pelajaran bahasa Inggris saja tidak kamu kuasai?”, dan sejenak saya berfikir akan kebenaran hal tersebut.

Selang beberapa waktu setelah kejadian tersebut, sekolah saya mengadakan sebuah lomba pidato bahasa Inggris dalam rangka memperingati “Dies Natalis yang ke – 4”, rombongan siswa-siswi turut menyemarakan dan bergabung mengikuti kontes pidato tersebut. Saya dibuat heran oleh beberapa siswa asli papua yang sangat lincir lidah dalam berbicara bahasa asing itu, dan kecengangan itu benar-benar menghampiri saya seolah membangkitkan semangat yang lama telah terkubur dalam liang kebencian. Akhirnya, dengan semangat yang baru lahir, saya mencoba membuang jauh pandangan buruk saya terhadap bahasa Inggris, saya mengambil program bimbingan belajar bahasa Inggris di salah satu guru terbaik saya ‘Mr. Stev’. Dengan metode yang digunakan dalam mengajar perlahan saya mulai bisa mempraktekan bahasa yang kini menjadi bahasa internasional itu dengan baik. Dengan semangat yang menggebu, kata demi kata mampu saya hafalkan, penggalan-penggalan ungkapan dapat saya terapkan hingga selama sembilan bulan saya sudah mampu berbicara dengan cukup baik walau tidak begitu lancar. Sejalan dengan bergulirnya waktu, kian hari saya kian jatuh hati pada pelajaran yang dulunya saya benci dan rasa itu semakin kuat ketika tahun 2008 saya bergabung di sebuah komunitas bahasa Inggris ‘English Chat’ di Merauke. Sekalipun saya sudah tidak mengambil kursus pada waktu itu, namun setidaknya saya masih punya tempat untuk terus mengasah skill berbicara saya.

****

Kini kembali ke pertanyaan awal “Apa kabarBenci?”

Mohon maaf jika saat ini saya harus mencampakanmu dan menggantikanmu dengan Cinta, karna ia mampu membuat saya berdiri dan melangkah terus ke depan tanpa sayatan luka yang dalam yang membuat saya terdiam kesakitan seperti apa yang pernah engkau berikan di saat masa-masaku dulu.

Kau ibarat sebuah kentang yang terus dibawa dan disimpan di sebuah saku celana yang tidak pernah ditanggalkan oleh orang yang mengenakanya, sehari dua hari kau belum menampakan kebusukanmu, namun perlahan tapi pasti orang yang membawamu akan merasa terganggu dengan bau tidak sedapmu yang kian lama kian akut, dan ternyata bukan hanya orang yang membawamu kemanapun orang itu berada merasa terganggu, akan tetapi orang disekitar mu pun akan merasakan keburukanmu.

Itulah Benci yang senantiasa berdiri diatas ego yang awalnya tampak biasa-biasa saja namun kian berlalu kian menutup mata hati kita, so apakah kita masih mau beteman dengan BENCI?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun