Mohon tunggu...
Bank Raff Beding
Bank Raff Beding Mohon Tunggu... -

Kemudian lebur menjadi satu tuk mengajarimu makna hidup ..maka kedewasaan bukan hanya dari segi usia .. seorang mahasiswa fakultas Komunikasi, yang mengambil jalur Jurnalistik, dan sekarang berada pada semester 6..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Suara Anak Langit

11 Juni 2011   00:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:38 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihat Kami, Dengar Kami, Rasakan Hadirnya Kami

Oleh Rafael Miku Beding "Bank"

Melihat situasi pendidikan di Indonesia saat ini, mendengar apa yang dibicarakan orang banyak mengenai sistem pendidikan di Indonesia saat ini, sampai ke 'merasakan' sistem pendidikan mulai dari bangku TK hingga ke jenjang perkuliahan merupakan suatu hal yang biasa kita rasakan. Tapi itu mimpi dan sesuatu yang tidak biasa bagi anak-anak jalanan yang merajut harapan  di Rumah Belajar keluarga anak langit. Berlokasi di Kota Tangerang (25 km arah barat Jakarta), di  pinggir sungai Cisadane (samping rumah duka BOEN TEK BIO), akan banyak kita temukan anak-anak jalanan belajar untuk menjadi generasi penerus bangsa. Belajar untuk menjadi anak yang berkualitas berlandaskan : cerdas, kreatif, mandiri, dan berbakti mulia. "Kak John," itulah sapaan hangat dari Pria dengan nama lengkap John Mukmin Kusnendar. Pembimbing sekaligus penggagas awal berdirinya rumah belajar keluarga anak langit. "Rumah belajar  ini konsep awalnya sudah sejak tahun 2000, berjalan perlahan dan bergerak di tahun 2004. Kami ber-enam mendirikan ini, semuanya berangkat dari kepedulian kami akan pendidikan bagi anak-anak jalanan yang hidupnya luntang lantung tidak jelas." Ujar Kak John. Aktivitas dan kreatifitas mengalir bebas di rumah belajar anak langit, terbukti sejak awal berdirinya rumah belajar ini. Semuanya dibangun murni dari alam, Dibangun tanpa tembok, dan juga tidak ada atap dari genting. Bermodalkan bambu, otak dan tenaga fisik menjadikannya beberapa saung, tempat berkumpul anak-anak dan pembina. "Sekarang karena berkembang dan mulai banyak yang melihat kita. Jadi ada beberapa bangunan yang sudah dipugar jadi menggunakan tembok seperti aula, galeri (tempat menjual hasil karya anak langit), workshop recycle (tempat mengkreasikan barang bekas), studio musik (sekaligus studio sirkus perkusi), dan rumah ikhlas (sebutan WC di tempat ini). Selebihnya masih murni tersusun dari bambu." Ujar Glen salah satu penghuni yang sudah bergabung sejak tahun 2007. Berkembangganya beberapa bangunan, tidak luput dari kerja sama rumah belajar anak langit dengan beberapa pebisnis yang menerapkan sistem CSR (Corporate Social Responsibility). "Mereka menawarkan kerja sama dengan kami. Jadi kenapa kami tolak, toh berguna bagi kami." Jelas kak John. Kalau ditanya donatur tetapnya siapa? para penghuni rumah belajar ini pasti menjawab "Tuhan yang Maha Esa." Sekalipun anak langit ini adalah sebuah organisasi non-profit, mereka tidak pernah minta-minta (mengemis bantuan) dari orang lain. Jiwa idealis mereka adalah berkembang mandiri. "Apalagi membuat proposal. Kami tidak pernah membuat proposal, karena itu sama saja dengan minta." tambah kak John sambil tersenyum. Total anak yang diasuh disini mencapai 200. Tapi yang tinggal menetap hanya 15 orang. Karena konsep rumah belajar ini adalah bukan panti asuhan. Rumah belajar ini lebih kepada rumah singgah, yang tidak mewajibkan anak-anak untuk selalu hadir disini. Dari sekian banyak anak yang dibina dan dididik disini, ternyata banyak yang berprestasi mengharumkan nama anak langit. Terbukti 40 anak mendapatkan beasiswa sekolah, bahkan ada pula yang sampai pada tahap pra PON Olahraga bela diri kempo. Anak-anak adalah karunia Tuhan yang sangat mulia. Namun sekarang, banyak nilai anak yang mulai merosot. Kehadiran rumah belajar keluarga anak langit ini menjadi sebuah oase di gurun pasir. Mendidik, memanusiawikan anak-anak agar kelak menjadi genarasi muda yang mandiri, cerdas, kreatif, dan berbudi mulia. Tidak ada kata hambatan dan rintangan bagi mereka yang memiliki potensi dan kemampuan untuk lebih maju. Suara anak langit : "kami hadir .. tumbuh .. berkembang .. bermanfaat. Mimpiku dilangit, masih panjang, yang harus diraih dan digapai."

(sebelumnya, tulisan sudah dimuat di Cakrawala Media Edisi 3, Juni 2011)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun