Mata uang Garuda semakin menguat dalam beberapa hari terakhir. Penguatan rupiah bahkan merupakan yang paling tajam di Asia.
"Rupiah menguat paling tajam di Asia sementara mata uang lainnya mayoritas justru tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS)," beber hasil riset Samuel Sekuritas, Rabu (7/10/2015).
Menurut hasil riset tersebut, penguatan rupiah juga diiringi oleh penurunan yield dan penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang diprediksidiakibatkan oleh faktor internal.
Harga komoditas yang membaik, serta dolar index yang turun berpeluang menjaga sentimen positif terhadap rupiah pada hari ini. Adapun angka cadangan devisa September ditunggu diperkirakan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
"Perhatian investor domestik juga akan tertuju pada wacana pengumuman paket kebijakan jilid III yang diperkirakan juga memasukkan keputusan pemangkasan harga BBM," lapor hasil riset itu.
Kebijakan Presiden Jokowi
Dalam beberapa hari terakhir, mata uang Garuda terus menunjukkan taringnya. Pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menembus level tertingginya di angka Rp 13.920. Apa penyebabnya?
Analis OSO Securities Supriyadi mengatakan, penguatan rupiah ini didorong kuat oleh rencana bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan tidak akan menaikkan tingkat suku bunganya di tahun ini.
Hal tersebut, memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan dalam negeri. Selain itu, paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid III yang akan diluncurkan besok memberikan optimisme kepada para investor baik lokal maupun asing.
"Rupiah menguat selama tiga hari terakhir. Ada beberapa sebab, salah satunya optimisme pasar soal paket kebijakan pemerintah yang akan diluncurkan besok. BI juga melakukan kebijakan ketat," katanya kepada nyapnyap.com, Rabu (7/10/2015).
Supriyadi mengungkapkan, data-data ekonomi AS yang telah dirilis banyak menunjukkan kinerja negatif sehingga para analis memperkirakan jika The Fed akan menunda untuk menaikkan tingkat suku bunganya hingga tahun depan.