Mohon tunggu...
Bernadeta Hestya
Bernadeta Hestya Mohon Tunggu... Penulis - Terbuka terhadap perubahan, terbuka untuk belajar

Status Menikah. Pekerjaan Penulis, Pemerhati Masalah Sosial

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Segelas Kopi untuk Perempuan Tangguh yang Bekerja di Rumah

12 November 2018   10:23 Diperbarui: 12 November 2018   11:26 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maaf, Nak, " jawabmu singkat, karena percuma memberi penjelasan saat mereka sedang jengkel. Nanti saja kalau sudah agak reda amarah mereka.

***

Begitulah siang berganti sore, dan sore berganti malam. Pekerjaan demi pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan. Gunungan baju-baju kering untuk diseterika, tumpukan cucian piring, dan mengukur jalanan lagi untuk mengantar anak-anak les biola dan futsal. Rasa lelah harus lebih dahulu ditahan, karena belum ada waktu luang untuk merebahkan badan. 

Gantinya engkau makan dan makan, untuk mengumpulkan tenaga, itu alasannya. Alhasil, badan melar, melar dan melar. Persetan dengan penampilan, toh tiada yang memperhatikan, mungkin hanya gunjingan tetangga atau candaan teman, aah..biarkan. Mereka hanya bisa bergunjing, tanpa pernah menawarkan bantuan, dengusmu kesal. Jadi mau bilang aku semakin keliatan tua, ubanan, dan semakin tidak terawat..psst..tidak gue pikirin, batinmu.

Hmm.. Bunda kesal ya.. Aku tahu Bunda kesal dan jenuh. Aku mengerti bila diam-diam Bunda menaruh iri kepada para wanita profesional yang berpenampilan elegan, namun setengah mati Bunda berusaha mengusir rasa ini. 

Aku paham bila kadang-kadang Bunda bermimpi menjadi seorang sosialita, yang kumpul-kumpul makan-makan di mall, menicure pedicure di salon, dan asyik bercengkerama dengan teman sambil kepalanya dipijit-pijit enak oleh kapster salon ternama tanpa perlu repot memikirkan pekerjaan rumah tangga. Aku ikut menahan hati ketika diam-diam Bunda diliputi rasa minder dan rendah diri karena tiada sesuatu yang bisa dibanggakan atas nama harga diri. Bunda, aku ngilu menyaksikan diam-diam Bunda meneteskan air mata di tengah malam pada sudut kamar yang gelap. Bunda, sini, peluk, aku peluk kamu.

Malam sudah tiba. Anak-anak sudah berkumpul di rumah semua. Dengan tenaga yang masih tersisa, engkau berusaha mendampingi mereka belajar. Itu pun dengan ungkapan kesal terlebih dahulu, karena televisi yang tidak juga kunjung dimatikan.

Anak yang sudah duduk di kelas enam ogah-ogahan belajar. Padahal ia sudah kelas enam, dan sebentar lagi harus mencari sekolah yang berkualitas untuk tingkat SMP. Setiap kali engkau menasehati, setiap kali pula ia menjawab dengan malas,"Iyaaaaa...". 

Anak yang kelas dua SD, sedang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, tema keluarga. Tentang tugas dan pekerjaan ayah, ibu, dan anak-anak. Ia bertanya,"Ibu, apa pekerjaan Ibu selain mengurus rumah tangga?"

"Ibu juga menjadi anggota RT, RW, dan perkumpulan para Ibu. Ibu mengikuti kegiatan-kegiatan di sana,"jawabmu sekenanya.

"Tapi itu kan bukan pekerjaan. Pekerjaan itu misalnya guru, dokter, atau sopir, seperti di dalam buku ini. Kalau pekerjaan Ibu apa, Ibu dulu bercita-cita jadi apa?". Anakmu tidak puas dengan jawabanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun