Mohon tunggu...
Jefri Hidayat
Jefri Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bermukim di Padang, Sumbar. Hobi menulis.

domisili di Sumbar, lajang, 30 tahun. Twitter @jefrineger

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lembaga Survey Mana yang Kita Percayai

6 Juni 2014   02:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:07 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi kebiasan menjelang pergelaran Pileg, Pilkada maupun Pilpres release survey bertebaran dimana-dimana. Entah itu memang asli atau palsu public tidak pernah tahu, karena public tidak pernah melakukan riset. Jadi sedikit sulit melakukan perbandingan dengan release yang telah dipublish. Alhasil, kita sebagai penonton tidak tahu Survey man yang akurat.

Dua tahun belakangan ini, mulai dari Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat dan Pileg tidak sedikit ramalan lembaga survey meleset, jauh dari angka-angka yang mereka share ke public. Sebagai contohnya ketika pilkada Jawa Barat berlangsung. Banyak lembaga riset mengunggulkan rival Ahmad Heryawan. Tapi yang keluar sebagai pemenang adalah pasangan yang diusung oleh PKS tersebut.

Sebelumnya, kejadian serupa juga terjadi ketika PIlgub Jakarta. Jokowi-Ahok yang tidak diunggulkan versi lembaga survey berhasil menaklukan pasangan Incumbent, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. publik pun mulai sangsi atas kredibilitas lembaga survey.

Pada Pileg lalu, hamper semua lembaga survey memprediksi bahwa partai-partai yang beridelogi islam suaranya akan anjlok. Realese mereka itu lengkap dengan variable kesalahan masing-masing partai. Bahkan beberapa partai Islam dirama tidak melewati Parlementary Trsehold. Tapi lagi-lagi dan lagi ramalan lembaga survey kembali tidak terbukti. Suara PKB naik hamper dua kali lipat, PKS hanya turun 1 persen dan suara PAN stagnan. Hanya PPP yang turun dari pemilu sebelumnya.

Dan sekarang menjelang pemilihan Presiden lagi-lagi lembaga survey menebar ramalan pemenang pilpres berupa angka-angka. Beda lembaga, beda pula hasilnya. Jika lembaga survey pendukung Capres a, maka dalam prediksi mereka yang menang pilpres adalah Capres A. begitu juga sebaliknya. Sehingga kita bingung.

Contohnya adalah Lingkaran Survey Indonesia (LSI) yang barubaru ini mempublish hasil survey mereka. Menurut lembaga yang dikomandani oleh Denny JA itu, Jokowi-Jusuf Kalla keluar sebagai pemenang dengan persentase 39,06% VS 29,96%. Sample tersebut diambil dari tujuh Provinsi yang penduduknya terpadat sepertiDKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumut, Banten, Sulseldan Jateng.

http://sumatra.bisnis.com/m/read/20140604/28/50788/pilpres-2014-lsi-kalau-pencoblosan-digelar-sekarang-begini-hasilnya

Tapi sebagaimana kita ketahui Denny JA merupakan pendukung Jokowi-Jusuf Kalla . Jadi apakah survey ini akurat atau hanya sebagai alat propaganda menggiring opini untuk jagoannnya http://www.antaranews.com/berita/434407/denny-ja-dukung-jokowi-karena-ideologi

Yang menarik dari riset Lembaga Denny JA itu adalah daerah-daerah yang mereka survey merupakan kantong-kantong suara Jokowi-JK. Seperti contoh Jawa Tengah yang merupakan basis PDIP. Jawa Timur adalah basis NU (PKB) dan Sulsel, tanah kelahiran Jusuf Kalla. Walaupun dengan alasan jumlah pemilih di kawasan tersebut padat tapi akurasinya tetap kita pertanyakan.

Keraguan semakin tinggi lantaran LSI memprediksi Jokowi akan mendulang suara di Jawa Barat. Sedangkan Jawa Barat bukanlah wilayah empuk PDIP. Dua Pilgub dan Pilwako Bandung dapat kita jadikan tolak ukur peta kekuatan partai-partai di tanah Sunda tersebut.

Ditambah lagi ketika Aher menang, padahal jagoan PDIP itu bukanlah kalangan sembarangan, Rieke Diah Pitaloka, merupakan artis dan anggota DPR yang pasangannya tokoh anti korupsi, Teten Masduki. Tapi harus bertekuk lutut oleh calon pasangan yang diusung PKS satu putaran.

Begitu juga yang terjadi di Sumut lagi-lagi jagoan PDIP kalah telak. Sama halnya dengan Rieke, Efendi Simbolon juga politisi Senayan yang sudah malang-melintang dikancah perpolitikan nasional tapi tidak berdaya menghadapi Gatot Pudjo. Padahal Jokowi juga telah dikerahkan untuk menarik simpati masa, tapi gagal karena memang tak ada Jokowi effect di Jawa Barat dan Sumut. Apalagi di Jatim, PDIP harus bersabar mendapat peringkat nomor 3, dibawah Soekarwo dan Khofifah.

mungkin nanti ada pembaca menjawab bahwa Pilgub dan Pilpres dua buah kompetisi yang sangat jauh berbeda. Bias jadi.

Mungkin karena terprovokasi oleh release LSI atau memang telah disurvey sebelumnya.Lembaga survey yang menamakan diri dengan SPIN ini juga ikut mempublikasi hasil riset yang mereka miliki. Hasilnya tentu bertolak belakang dengan hasil riset LSI. http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/06/05/survei-spin-prabowo-hatta-449-jokowi-jk-401

Menurut hasilpenelitian SPIN, Prabowo-Hatta Rajasa unggul 44.9%. sedangkan Jokowi memperoleh 40,1%. Jajak pendapat yang dilakukan SPIN ini via telepon. Lantaran bertolak belakang dengan LSI, sehingga hasil yang di realeas SPIN ini membuat kita bingung. Dan kita juga tidak mengetahui apakah SPIN ini konsultan Prabowo-Hatta Rajasa atau tidak. Berbeda dengan Jokowi-Jusuf Kalla yangdidukung oleh Denny JA, Eep Saifulah Fatah dengan Polmarknya, Saiful Mujani yang mengkomandani SMRC dan konsultan-konsultan lainya yang tidak kita ketahui. http://djunaedird.wordpress.com/2014/05/21/prabowo-di-mata-saiful-mujani/

Kepada lembaga-lembaga survey kita hanya berharap agar hasil riset yang mereka memang-memang akurat, tidak lagi seperti hasil survey sebelumnya yang kebanyakan meleset.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun