"Hujan deras turun lagi, saatnya pancing beraksi"
Begitulah kira-kira kalimat yang pertama kali melintas di pikiranku (seorang yang memang hobi bahkan kecanduan mancing). Seperti halnya pagi hari ini, setelah turun hujan yang lumayan deras dan lama (dari tengah malan sampai dini hari, kira-kira pukul 03.00 Wib), lebih kurang pukul 06.00 Wib, setelah menyiapkan semua peralatan memancing, tanpa pikir-pikir lagi, tanpa peduli omongan tetangga kanan, kiri, depan dan belang (kegeeran banget akunya), aku langsung meluncur ke spot mancing yang aku yakini masih potensial. Ya, saat jalanan masih sangat sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang lari pagi, dengan Beat kesayanganku menuju lokasi mancing (sebuah siring irigasi yang dekat dengan perumahan warga).
Sesampainya lokasi, tanpa banyak basa-basi (karena memang tidak ada teman untuk berbasa-basi) sebuah pancing tegek langsung aku siapkan beserta umpan (cacing) yang memang masih tersisa banyak setelah mancing di hari-hari sebelumnya. Tidak lupa juga wadah tempat ikan hasil mancing (sebuah jerigen ukuran 5 kg) yang tentunya sudah diisi dengan air.
Untuk mata kail, aku biasa pakai mata kait dengan ukuran kecil, untuk kali ini aku pakai mata kail Daiichi No. 2. Aku memang tidak terbiasa dengan mata kail ukuran besar, walaupun ikan yang bakal dipancing ukurannya lumayan besar. Untuk merk joran pancing dan senarnya, aku sendiri sudah lupa (sudah lama dan tulisan merk sudah mengelupas).
Langsung saja:Â
"Bismillah... Sing penting yakin.."Â (menirukan gaya pemancing yang sering aku tonton di youtube)Â
Umpan pertama diturunkan tepat pada titik spot, di mana ikan biasa berkumpul setiap air siring sedang naik (agak meluap dan karuh). Sesuai pengalaman dan pengetahuan yang aku miliki, ikan (terutama ikan nila) biasanya akan berkumpul di percabangan siring atau sungai (tempat pertemuan arus) untuk mencari makan di sana.
Sesuai prediksi, tidak perlu menunggu lama, ikan pertama pun menyambar umpan dan berhasil dinaikkan, menyusul ikan kedua dan seterusnya (tidak sempat diambil gambar, soalnya repot kalau harus mancing sambil pegang Hp, ada resiko Hp malah nyemplung ke dalam siring).
Saat sedang memancing, tidak jarang orang yang melintas berhenti sejenak untuk melihat (kebetulan siring spot mancingnya persis berada di tepi jalan), penasaran mungkin ikan apa yang aku dapatkan mancing pagi-pagi di air yang terlihat keruh (bukan terlihat sih, tapi memang benar-benar keruh, persis susu coklat). Sebagian nampak tidak percaya kalau di siring (tempatku sedang mancing) ini ada ikannya.Â
Ada juga bapak-bapak yang juga hobi mancing, bertanya tentang ikan apa yang aku dapatkan dan umpan apa yang aku pakai. Sepertinya sedang survei lokasi untuk mancing, soalnya tidak terlihat ada alat pancing yang dibawa.
"Ikan apo yang makan dek?" tanya si bapak yang biasa dipanggil Pakde.
"Ikan nila Pakde" jawabku singkat.
"Lah banyak dapatnyo? Pakai umpan apo?" lanjutnya bertanya lagi.
"Lumayanlah Pakde, pakai umpan cacing" jawabku sambil masih meneruskan mancing.
"Way, lumayan itu" sambil melihat ke dalam jerigen yang berisi ikan.
Begitulah kira-kira percakapan dengan bapak-bapak (yang dipanggil Pakde) tadi, yang merupakan perakapan pertamaku untuk hari ini. Â
Pukul 08.00 Wib (lebih kurang), kira-kira 2 jam , diselingi percakapan-percakapan dengan beberapa pengguna jalan yang sempat melintas dan juga warga yang rumahnya tidak jauh dari lokasi mancing. Aku putuskan untuk mengakhiri acara mancing (sedikit terpaksa, masih betah soalnya.. hehe..), karena memang air sudah mulai surut dan ikannya sudah tidak ada lagi yang mau menyambar umpan. Selain itu aku juga harus siap-siap untuk berangkat ke tempat kerja, walau memang tidak ada jadwal masuk dan keluarnya.
Lima belas menit perjalanan (menurut perkiraanku), akupun sudah sampai di rumah. Segera mengambil baskom, lalu ikan hasil pancingan aku pindahkan dari wadah (jerigen) yang aku bawa tadi, untuk langsung dibersihkan sebagian (yang sudah lemas dan mati), dan hasilnya...
Sebagian yang masih hidup dan masih terlihat segar, aku biarkan tetap di dalam baskom yang sudah berisi air (takut kesiangan kalau harus langsung membersihkan semuanya).Â
Alhamdulillah, hasil yang memuaskan bagiku, ada beberapa ekor yang ukurannya lumayan besar, cukuplah untuk lauk makanku sendiri bersama 1 ekor kucing untuk beberapa hari ke depan.
Tambahan:
Bagi sebagian orang, mancing dianggap sebagai pekerjaan seorang yang pemalas, membuang-buang waktu, dan tidak produktif. Entah apa alasannya, aku tidak tahu dan juga tidak mau mencari tahu.
Tidak ada salahnya memang, tapi tidak juga sepenuhnya benar. Bagiku, mancing bukan hanya sekadar hobi yang sangat mengasyikkan, yang bisa melatih kesabaran (saat ikannya susah makan atau sudah makan tapi malah lolos) dan jauh dari kata-kata bergunjing (ngomongin orang yang gak penting). Memancing juga jadi usaha untuk mengais rezeki untuk lauk makan (seperti yang aku dapat pada pagi hari ini), syukur-syukur bisa untuk dijual (sangat jarang sih...).Â
Dengan memancing, aku bisa mendapatkan ikan (walau tidak selalu banyak), jadi aku tidak perlu lagi memikirkan uang yang harus dikeluarkan untuk membeli ikan sebagai satu-satunya sumber protein hewani yang sangat aku sukai dan masih bisa aku konsumsi sampai saat ini (untuk daging unggas aku tidak terlalu suka dan untuk daging hewan berkaki empat aku alergi), tentu saja dengan itu aku bisa lebih menghemat pengeluaran (biaya makan).
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H