photo arsip pribadi
seperti biasa kawan, hujan tak dapat ditawar-tawar
tak dapat dicegah walau hanya sebentar
bilamana awan tak lagi tegar
diguncang angin yang terus berembus mengitar
pecahlah ia tumpahkan air tiada tertakar
menyebar, ke segenap penjuru luas terhampar
menyebar, menyapu debu dan berikan rasa segar
seperti biasa pula kawan, di ruang kerja aku duduk bersandar
pada kursi empuk yang selalu membujuk untuk bersandar
sembari membolak-balik lembar-lembar kerja bertumpuk tak wajar
yang aku sendiri tak tahu bila semua akan kelar
saat hasrat kemalasan perlahan nyata mulai menjalar
merasuk ke dalam diri tak lagi terpagar
dengan kelakar di lentik lidah: ingin rihat walau sebentar
tersentak, sejenak aku sempatkan mata untuk memantau ke luar
dari celah pintu yang sengaja tidak dibuka lebar
bertanya di hati: apakah warna hari telah kembali bertukar?
dari gelapnya mendung bersambung hujan ke cerahnya sinar
sebab sempat teringat aku pada rencana-rencana yang terpaksa buyar
dan tak sempat aku himpun dalam satu sampul bernama sabar
berjilid rapi sebagai berkas-berkas ikhtiar
seperti biasa kawan, hujan tak dapat ditawar-tawar
tak dapat dicegah walau hanya sebentar
dan di ruang kerja aku duduk bersandar
terbuai oleh rasa kantuk dan kemalasan yang menjalar
enggan untuk beranjak pun sejenak melangkah keluar
tetap berdiam diri pun sadar perut mulai terasa lapar
berontah, menagih janji-janji yang belum sempat dibayar
Bengkulu, 8 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H