Breaking News!
Berita Terkini dari Tolikara
Sejak tragedi kerusuhan massa yang menyusul terbakarnya beberapa kios dan rumah serta musholla di Tolikara, saya menahan diri untuk tidak membuat status, meskipun saya membaca di banyak timeline teman yang selalu menghujat Aktivis Islam Nusantara, cacian yang teramat pedih akan diamnya saya (beberapa langsung menyebut nama dan beberapa lain menggulirkan sarkasme yang bikin pilu).
Namun, meskipun diam saya dan sahabat saya, ustadz Abdul Wahab yang kini khidmah di Papua, tidak benar-benar diam, perlahan-lahan kami membangun isu "bangun kembali masjid di Tolikara." Meskipun membutuhkan dana tidak sedikit untuk bisa sampai ke Tolikara, saya meyakinkan Ustadz Abdul Wahab untuk bisa tiba di sana secepatnya, sebagai informasi saja, anggaran transportasi dari Jayapura ke Wamena lanjut ke Tolikara membutuhkan 3,5 juta rupiah, dengan medan cuaca yang tidak mudah dilintasi, butuh 4-5 jam menempuh perjalanan udara menuju Tolikara.
Ustadz Abdul Wahab baru saja kembali tersambung via telepon dengan saya dan dilaporkan bahwa signal internet sangat buruk di sana, beliau harus naik ke perbukitan terlebih dahulu untuk mendapat signal. Sebagian kita semoga bisa segera dengan cerdas memahami, bagaimana dengan situasi signal jelek, berita Tolikara berseliweran dengan deras di jagat Sosmed, diiringi dengan fitnahan, cacian dan segudang hinaan kepada aktivis Islam Nusantara. Faktanya, menurut ustadz Abdul Wahab, selain dari Pemerintah, Bulan Sabit Merah, baru NU yang tiba di sana. Karena itu KH. Ali Mukhtar, imam musholla Baitul Muttaqin yang juga aktivis NU tulen, senang sekali menyambut kedatangan ustadz Abdul Wahab, "beliau memeluk saya sambil menangis dan mengatakan, Alhamdulillah akhirnya ada saudara NU saya yang datang ke sini."
Maka, ustadz Abdul Wahab berinisiatif menyambungkan beliau via telpon langsung ke KH. Hafidz Taftadzani, waketum Ashibu PBNU untuk melaporkan keadaan terkini di Tolikara yang Alhamdulillah semakin kondusif.
Saya sendiri kagum dengan keberanian dan kecepatan ustadz Abdul Wahab merespon gagasan mengunjungi langsung lokasi kejadian dan memberikan pelayanan kemanusiaan kepada para korban, hingga saat ini masih banyak korban yang membutuhkan bantuan baik medis maupun materi karena rumah mereka yang terbakar. Beliau anak muda yang berdedikasi tinggi dalam dakwah, meskipun siang hari hanya sebagai kuli bangunan dan sore hingga malam menggelar pengajian di Musholla, niatan mulia utk berdakwah tak pernah surut.
Atas nama persaudaraan di Nusantara, saya menyerukan untuk saya dan sahabat sebangsa, mari syi'arkan da'wah yang toleran, yang ramah dan memuliakan, bukankah sang nabi mengajarkan demikian?
Hentikan sudah membroadcast berita bernada kebencian, aktifkan saja alarm kemanusiaan untuk segera bertindak mulia membangun kembali perdamaian di Papua. Kalau seruan ini dipandang tidak benar, karena yang menyampaikan saya, maka mohon dengarkan dengan hati kalian, ini suara langsung dari Pak Ali Mukhtar, pimpinan Musholla yang terbakar, yang baru saja juga tersambung via telpon dengan saya, "Mohon sampaikan kepada semua kaum muslimin di luar Papua untuk menahan diri agar tidak terprovokasi oleh berita di media online, toleransi kami di sini sudah sangat baik, bahwa kemarin ada kerusuhan akibat miskomunikasi, pelan-pelan sudah mencair lebih baik, tadi ikhtiyar damai sudah difasilitasi Danramil dengan menghadirkan ketua-ketua gereja dan kami sudah berangkulan saling memaafkan."
Saya mengiyakan dan menjanjikan kepada beliau untuk menyampaikan semua obrolan via telpon tadi ke khalayak ramai, saya tahu ada pihak-pihak yang tidak senang dengan perdamaian di bumi nusantara ini lalu menggoreng peristiwa Tolikara menjadi isu agama yang sangat sensitif.
Islam di Tolikara, menurut Pak Ali Mukhtar telah dimulai dengan perjuangan yang sangat luar biasa, terutama menghadapi tantangan dari berbagai kalangan, bahkan penduduk pedalaman hingga saat ini masih memanggil Pak Ali Mukhtar dengan gembala hitam dan mereka lebih mengenal masjid dengan sebutan Gereja Islam. Karena itu, kata Pak Ali Mukhtar, sudah semestinya kita bersyukur Islam bisa diterima di sini dan sejak tahun 1988 bisa membangun Musholla Baitul Muttaqin yang dulu hanya berukuran 5x5 sekarang semakin luas sampai 11x11.