Mohon tunggu...
Isma Ariyani
Isma Ariyani Mohon Tunggu... -

i luv writing

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangisan pencari kehidupan

30 Januari 2011   02:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:04 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mulutku semakin terkunci, ketika orang-orang disekitarku lagi-lagi mengeluhkan hal yang sama. Kulangkahkan kakiku mendekati ruanglingkup mereka. Terlalu lama mereka mengimpikan hal itu.

“Terbebas dari lingkar derita”

Itulah impian mereka. Berada di tempat ini memang sangatlah tidak pantas. Berjalan di atas kerasnya kehidupan dengan menggenggang hidup 5 orang anak bahkan lebih. Pernahkah orang-orang yang ada di kursi emas memegang janji dan lantunan indah dari bibir mereka memikirkan orang-orang yang bergelut dengan tikus-tikus got dan tumpukan sampah? Jangan kan memikirkan tikus-tikus itu, tikus-tikus besar penindas dan perampas uang rakyat pun tak sanggup mereka basmi. Sungguh tak ada gunanya jabatan yang mereka miliki.

Ketika kutanya, apakah anak-anakmu bersekolah?

Dengan sedikit tersenyum, dia kemudian menatap anak-anaknya begitu pilu. Anak sekecil itupun harus bercengkrama di luar sana demi mendapatkan sesuap nasi. Mereka begitu bahagia menghitung sepeser demi sepeser recehan yang mereka dapat. Pilu, kusesali menanyakan hal yang tadi. Jangankan bersekolah, makan pun mereka susah.

Kembali ku langkahkan kakiku. Kali ini kutemukan beberapa anak berpakaian sekolah yang nampak begitu lusuh memegang beberapa koran. Kudekati dan bertanya. mengapa kalian harus bekerja begitu keras sampai tak sempat mengganti baju seragam kalian dulu. Tak sempat menjawab, mereka kemudian berlari.

Sungguh malang, kurasa mereka berjuang begitu keras demi melanjutkan sekolah, kadang hati ini mengangis melihat begitu tidak berdayanya pemerintahan kita. Mengapa orang-orang seperti mereka tidak mendapatkan bantuan? Bukankah subsidi dari pemerintah bisa membantu mereka. Oh tidak, aku pun tersadar, kurasa anak-anak seperti mereka bernaung di sekolah-sekolah swasta. Itu karena mereka tak mampu bersaing untuk masuk ke sekolah sekolah negeri. Bukan karena mereka bodoh, kolusi akan selalu berjaya, banyak di antara orang-orang yang berkelimpahan uang dengan mudahnya mengenyam pendidikan dengan uang mereka, merampas kursi yang seharusnya milik mereka sang pencari kehidupan. Lemahnya pemerintahan tak kan mampu menghalangi mereka mencari kehidupan yang layak. Mereka akan tetap hidup dalam indahnya penderitaan. Bayangkan ketika mereka bersekolah di sekolah swasta yang jelas biayanya jauh lebih mahal, mana mungkin mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara di sisi lain, mereka yang berada di sekola-sekolah negeri dan kebanyakan berkelimpahan malah mereka yang menerima subsidi pemerintah. Apakah ini adil?

v

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun