"Bang, saya sudah tiba di Jogja", begitu pesan messenger saya kepada mahasiswa S2 antropologi UGM, yang kebetulan satu kampung dengan saya..
"Posisi dimana sekarang?" Balasnya
Langsung kukirimkan alamat lewat google map.
"Ok, habis magrib aku kesitu" Balasnya lagi..
***
Habis magrib, beliau datang ke Penginapan. Setelah sholat, dia langsung membawa saya ke Malioboro. Ya, Malioboro, tempat nongkrong yang terkenal di Yogyakarta itu. Di situ pula katanya, Dodit Micro sering menampilkan keahlian pantomimnya.
Anak perantauan, yang sudah lama tidak ketemu orang dengan bahasa yang sama, tentu adalah anugrah yang luar biasa kan, di antara ribuan orang, Tiba-tiba ketemu orang yang sama bahasanya denganmu. Sungguh, itu adalah kebahagian yang tidak bisa dirangkai dengan kata-kata.
Maka di bangku taman di Malioboro itu, kami bercerita banyak hal. Dengan ditemani secangkir Kopi, kami mengenang masa lalu di kampung. Bagaimana dulu di masa kami ketika tak mengaji, kami akan merasa malu karena semua orang mengaji. Wajar saja, karena dulu tak ada listrik, tak ada HP tak ada televisi.
Kemudian kami cerita tentang masa-masa perjuangan saat sekolah di perantauan. Bukan sesuatu yang mudah memang, tapi di perantauan kira benar-benar merasakan seperti apa Tuhan hadir dengan cinta-Nya. Bagaimana Rahmat-Nya hadir dengan begitu mesra di saat-saat yang tepat..
Tapi, setelah bicara banyak hal, Tiba-tiba percakapan itu menikung ke arah asmara. Ah kenapa harus ke arah sini?
Maka kuceritakan pula tentang kisahku, yang ujungnya adalah memakluminya sebagai sesuatu yang sudah di desain Tuhan. Dan kuceritakan pula padanya tentang wonderful couple itu. Dan gara-gara ini pula, saya membuka beberapa tulisan masa lalu, yang saat saya di panggil dengan "sahabat terkasih"