Jika kita mendengar kata mumi ingatan kita langsung mengarah kepada Bangsa Mesir. Mumi adalah sebuah mayat yang terawetkan dalam kurun waktu hingga ribuan tahun, hal ini dapat terjadi dikarenakan perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Bangsa Mesir kuno mengenal proses pengawetan jenazah dengan cara memberikan cairan khusus kedalam tubuh mayat dan melapisinya dengan bahan pembungkus berupa linen. Proses Ini dilakukan dengan menaruh tubuh mayat tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin denganketiadaan oksigen atau menggunakan tambahan bahan kimiawi.
Para ahli arkeologi mempelajari temuan benda sejarah ini untuk menguak misteri peradaban dimasa lalu. Seperti itulah cara Bangsa Mesir kuno mengawetkan sejarah nenek moyang mereka dengan menggunakan tekhnologi sederhana ketika itu. Bangsayang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah masa lalunya. Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, begitulah kata Sang Proklamator republik ini.
Masih ingat didalam ingatan kita kejadian Gempabumi dan Tsunami yang menerjang pesisir barat ujung Pulau Sumatera begitu membekas hingga saat ini. Gempabumi dan Tsunami 26 Desember 2004, seolah-olah menampar muka bangsa ini dengan menyadarkan kita bahwa kita memang benar-benar hidup diatas jantungnya dunia. Suka atau tidak kita harus menerima bentangan nusantara ini dengan segala bentukan alam yang lahir dari proses geologi. Kehadiran bencana yang selalu meminta banyak korban jiwa dan menghancurkan harta benda serta meninggalkan kesedihan dan trauma yang mendalam bagi korban yang selamat. Itulah rekaman peristiwa maha dahsyat yang terjadi dipenghujung tahun 2004.
Potret bencana alam Gempabumi dan Tsunami diberbagai lokasi menunjukan kelompok rentan memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah setempat. Rentan dapat diartikan sebagai kondisi yang dapat menurunkankemampuan seseorang untuk dapat bertahan dan selamat dari ancaman. Kejadian bencana banyak meminta korban dari anak-anak usia sekolah. Kondisi ini terjadi karena karakteristik wilayah dengan tingkat kerentanan fisik yang tinggi disertai dengan pengetahuan yang rendah dalam mengenal ancaman diwilayah yang mereka tempati. Belajar dari pengalaman gempabumi dan tsunami 2004 menunjukan informasi tentang pengetahuan bencana dirasakan masih sangat kurang.
Tingkat pendidikan pada suatu masyarakat mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap bencana alam. Pengetahuan dapat merubah paradigma bencana yang ada dimasyarakat, cara pandang masyarakat terhadap bencana alam dipandang cendrung menganggap bencana semata-mata adalah takdir yang tak terhindarkan. Konstruksi berfikir seperti ini umum kita temukan diwilayah rawan bencana di Indonesia. Sebenarnya bangsa ini memiliki kunci untuk membukakan ketidaktahuan masyarakat dalam memahami potensi dan ancaman diwilayah yang rentan bencana.
Melalui pengetahuan diharapkan dapat meningkatkan kemampuandalam mengantisipasi ancaman bencana. Pengetahuan yang dimaksud adalah informasi kejadian bencana alam yang telah terjadi dimasa lampau tersimpan dalam kurun waktu yang lama dan terawetkan secara alamiah dengan bantuan proses alam sebagai pembungkusnya. Hal ini sama persis seperti cerita tentang mumi yang diawetkan oleh Bangsa Mesir kuno.
Kalau para arkeolog di Mesir mencari tahu dari tubuh mumi yang terawetkanuntuk menggali informasi apa yang terjadi di masa lampau, hal ini juga berlaku di Indonesia namun dengan mumi yang berbeda. Tidak selamanya Gempabumi dan Tsunami meninggalkan kesedihan dan duka disuatu wilayah, banyak yang bisa kita pelajari dari rekaman kejadian alam yang terjadi dimasalampau yang mampu memberikan arti tentang potensi ancaman tersebut bisa terulang di waktu yang akan datang.
Tsunami Mummy, istilah ini memang jarang kita dengar. Mungkin hanya dikalangan peneliti Paleotsunami saja yang memahaminya. Paleotsunami adalah studi tentang Tsunami yang terjadi pada masa lampau. fokus kajiannya adalah kejadian di masa lalu yang memerlukan data dan rekam jejak sebagai petunjuk kejadian Tsunami pernah terjadi disuatu wilayah. Mumi yang terjadi akibat proses alam dalam kurun waktu ratusan hingga ribuan tahun lalu itu mampu direkam dengan baik oleh alam dalam bentuk lapisan-lapisan tanah yang terbentuk dalam kurun waktu yang panjang.
Gempabumi dan Tsunami Aceh 2004 silam terekam dengan sempurna dalambentangan alam yang terbentuk dari sisa-sisa kedahsyatan gelombang Tsunami yang menghempaskan pasir laut hingga kedaratan sejauh 1Km. Rekam jejak inilah yang dijelaskan oleh Brian Atwater seorang peneliti dari USGS (United State Geological Survey) dan Eko Yulianto peneliti Paleotsunami dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI sebagai Tsunami Mummy, dalam sebuah sesi diskusi pelatihan sekolah siaga bencana bersama guru-guru sekolah diKota Banda Aceh.
Pada saat itu kedua orang peneliti berbeda bangsa ini berusaha menjelaskan kepada guru dengan menunjukan seperti apa bentuk mumi yang dimaksud. Brian lalu mengangkat sebuah bungkusan plastik sepanjang kurang lebih 50cm dengan sangat berhati-hati kemudian membuka segel pembungkus dan lapisan plastik penutup dari pipa paralon berdiameter 10cm. Tsunami Mummy sebenarnya adalah bentuk potongan melintang tubuh tanah sedalam kurang lebih 50 cm itu diambil dari lokasi yang tidak terlalu jauh dari Kota Banda Aceh, bahkan bisa saja mumi ini diambil dari halaman belakang rumah mereka, begitu penjelasan dari Pak Eko sambil tersenyum kepada para guru yang hadir.
Kesempatan yang langka ini tentunya tidak disia-siakan oleh guru yang hadir ketika itu. Penampakannya sangat menarik dan mengundang ragam pertanyaan, tekstur tanah dengan warna lapisannyamenyimpan segudang misteri mengundang ragam pertanyaan dari beberapa orang guru. Pak Eko menjelaskan ”Penampang tubuh tanah ini memberikan informasi tentang kejadian Tsunami yang terjadi sebelum tahun 2004. Belajar dari masa lampau untuk melihat kemasa depan mungkin ini adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan suasana didalam ruangan pelatihan disiang hari itu.
Laboratorium alam seperti ini jarang ditemukan diwilayah Indonesia. Pendekatan geologi bisa digunakan untuk menyampaikan bahasan mengenai sejarah bencana dan memberikan informasi potensi ancaman bencana dimasa yang akan datang. Metode nya pun sederhana bisa dengan mengajak siswa datang kelokasi dan mengambil sample lapisan untuk dijadikan topik pembelajaran yang menarik. Sekolah yang ada di Banda Aceh boleh saja membuat ke-irian bagi sekolah lainnya. Anak-anak Aceh yang lahir setelah kejadian Tsunami 2004 akan punya tempat bermain yang penuh dengan informasi dari masa lalu, kejelian guru untuk mengolah laboratorium alam ini akan menjadi metode yang menarik dalam mendekatkan kejadian masa lampau dengan kondisi saat ini akantetap menyadarkan mereka bahwa potensi dan ancaman bencana di negeri tsunami (Aceh) itu tetap ada.
Mau selamat, ayo belajar bencana!
*Tasril Mulyadi, Trainer untuk Sekolah Siaga Bencana. Bekerja sebagai staff pendidikan publik dan kesiapsiagaan masyarakat pada unit COMPRESS (Community Preparedness Program) LIPI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H