Mohon tunggu...
Infonitas Gading
Infonitas Gading Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Official page of Infonitas.com - Info Komunitas Online Megapolitan Visit our website http://www.infonitas.com/ Follow Twitter @Infonitascom

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Cerita yang Tersisa dari Pasar Malam di Depok

12 April 2015   17:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INFONITAS Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, sementara rembulan yang bertugas menerangi bumi pada malam hari baru saja muncul, saat Yuni (42), memulai aktivitas mingguannya di Pasar Malam Perempatan UKI, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. Dinginnya udara malam yang menusuk tulang saat itu tidak menjadi alasan lapak dagangannya surut  terkembang. Yuni sendiri merupakan pedagang pakaian di pasar malam yang persis bersebelahan dengan Kali Pitara tersebut. Bersama sekurangnya  30-an pedagang, dirinya mengadu nasib di setiap Sabtu malam. Keberadaan pasar malam, bak menjadi super hero penyelamat Yuni dan kedua anaknya. Bagaimana tidak, Yuni yang sebelumnya merupakan pedagang di Terminal Depok, divonis tak memiliki lahan cari makan pasca digusurnya seluruh bangunan pada terminal tersebut beberapa waktu lalu. "Mau makan apa anak saya kalau nggak dagang lagi," ujar perempuan yang mengaku telah lima tahun menjanda itu. Berawal dari ajakan temannya sesama pedagang lah, sampai akhirnya dirinya bisa bergabung dengan rombongan pedagang pasar malam tersebut. Sebenarnya pihak pemerintah kota telah memberikan lahan pengganti bagi perempuan yang mempunyai anak gadis berusia 20 tahun dan lelaki berusia 17 tahun ini, untuk berjualan. Lokasinya yang dinilai tak strategis, dirasa tak mampu memberikan pemasukan. Tarif sewa yang relatif mahal yang tak sesuai dengan kemungkinan keuntungan yang didapat, juga menjadi alasan penolakan ia dan rekan sesama pedagang lainnya menempati lahan tersebut. Ikut rombongan pasar malam pun dijalaninnya. Setiap harinya Yuni berpindah-pindah tempat berjualan, dari satu titik, ke titik yang lain, sesuai yang dijadwalkan koordinator. Hal ini terpaksa dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ia dan keluarga. "Ini ada koordinator pedagangnya, bang Budi namanya, pedagang juga" ungkap Yuni yang mengaku menjanda akibat ditinggal menikah lagi mantan suaminya tersebut. Yuni mengungkapkan, daerah tujuan ia dan teman-temannya berdagang kebanyakan terdapat di wilayah Depok.Dengan membayar tarif Rp 10 ribu per malamnya, dirinya diijinkan berdagang di sekitar daerah pimpinan Wali Kota Nur Mahmudi itu. "Rp 5 ribu untuk listrik, sisanya untuk kebersihan," terang Yuni. Adapun iuran bulanan Rp 20 ribu juga diberikan setiap bulannya melalui koordinator. Iuran ini dibayarkan guna biaya 'mengamankan' pihak-pihak yang menilai aktivitas berdagang mereka, mengganggu ketertiban umum. "Kayak RT, RW gitu. Preman-preman juga yang dikasih," ungkapnya. Kendati demikian, diakuinya tak setiap hari dagangannya itu dapat terjual. Jelang-jelang akhir pekan lah yang dirasanya paling menjanjikan untuk berjualan. "Hari Jumat, Sabtu, Minggu. Sama kalau tanggal muda yang ramai. Pemasukan Rp 150 hingga Rp 250 ribu pun didapatnya apabila sedang ramai pembeli,” lanjut Yuni. Tak laku satu helai pakaian dagangannya pun, pernah dialaminya. Biasanya, kata Yuni, koordinator berusaha memaklumi kondisi ini dengan tak memberlakukan tarif berdagang. Meski begitu, ia pun sesungguhnya telah menyiasati kondisi ini. Keuntungan berlebih semasa ramai pembeli, ia sisihkan guna persiapan ketika masa paceklik yang sepi pembeli ini. Kini, berdiam dari ketidakadilan sambil terus memutar roda peruntungan dengan berjualan di pasar malam, pun menjadi jalan pilihan Yuni. Karena dirinya yakin, impian akan terbukanya mata hati penguasa terhadap nasib orang-orang sepertinya, hanyalah tinggal angan-angan. "Suka lupa kalau udah jadi (kepala daerah)," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun