Mohon tunggu...
Oki lukito
Oki lukito Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Insan Bahari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sesat Pikir Pendidikan Kemaritiman

19 Mei 2015   03:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:51 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minat generasi muda menekuni pekerjaan atau usaha di bidang kelautan, maritim dan perikanan sangat kecil, hal itu lebih disebabkan minimnya pengetahun dasar di bidang tersebut. Padahal ditubuh mereka mengalir darah pelaut, tinggal di negara yang letak geografisnya strategis, diapit dua benua dan dua samudra serta berada di persimpangan jalur perdagangan dunia..

Sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis pantai terpanjang ke dua serta luas laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi yang merupakan dua pertiga luas wilayah negara, akan tetapi orientasi pendidikan dan pembangunan selama ini bertumpu ke darat (landbase oriented). Seharusnya kita meniru Rusia, Korea Selatan, Cina atau Jepang mendirikan Universitas Kemaritiman untuk penguatan sumber daya manusia dan penunjang peningkatan penguasaan ilmu dan teknologi di bidang kelautan.

Pendidikan kemaritiman untuk mendukung penguatan kembali budaya dan potensi maritim sangatlah penting. Keberadaannya merupakan manivestasi investasi jangka panjang yang dapat mengangkat citra sebagai bangsa bahari. Menteri Pendidikan selain harus faham masalah teknis pendidikan, seyogianya memahami idiologi, visi, tantangan dan ancaman bangsa. Disitulah pendidikan kemritiman menjadi penting.

Pemahaman kejayaan bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari mulai meredup seiring pudarnya Kerajaan Majapahit, disusul masuknya VOC pada tahun 1602 dan menjajah sampai dengan ratusan tahun, perlu ditanamkan kedalam samudra jiwa peserta didik. Generasi penerus juga harus disadarkan telah terjadi proses penurunan semangat dan jiwa bahari bangsa serta perubahan nilai dalam masyarakat.

Tanpa pendidikan kemaritiman persepsi mengenai masyarakat di sekitar laut pun dapat mengundang sesat pikir dengan identitas yang lekat dengan kemiskinan, kumuh dan menyeramkan akibat mitos hantu penjaga laut seperti Nyai Roro Kidul. Sementara lulusan sekolah umum di kota maupun dataran tinggi tidak faham apa itu plasma nuftah laut, atau cerita kapal Phinisi si penjelajah dunia.

Termasuk diantaranya pelajaran perjalanan sejarah bangsa yang diharapkan akan mencuatkan rasa bangga. Para pelaut Nusantara menerjang samudra mencapai Madagaskar di Benua Afrika, Daratan Tiongkok, Birma, Srilangka dan Australia. Era keemasan itu terus berlanjut abad ke-8 hingga ke-16. Munculnya tiga kerajaan besar, yakni Sriwijaya di Sumatra tahun 683 sampai tahun 1030, Singosari dan Majapahit tahun 1293 hingga 1478, adalah fakta sejarah yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita lebih cerdas dari generasi penerusnya.

Belum lagi manfaat laut yang melimpah ruah, baik dari sektor perikanan, terumbu karang, wisata bahari, bioteknologi, potensi ekonomi pulau kecil hingga kekayaan tambang dasar laut. Tak salah jika pendidikan bahari ini disegerakan karena telah mendapat dukungan politis dan telah mempunyai payung hukum.

Dengan terbitnya Undang-Undang No 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan seharusnya pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri terkait pasal 35-37 yang mengamanahkan pendidikan dan pengembangan SDM serta riset kelautan.

Pelajaran kemaritiman masuk dalam kurikulum adalah harga mati. Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang mencanangkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Pelajaran kemaritiman akan menjadi entry point untuk kembali kepada jati diri sebagai bangsa bahari.

Wilayah laut Indonesia memiliki sumber mineral dan energi yang sangat potensial. Disamping minyak dan gas bumi, juga mengandung mangaan, timah, pasir besi, dan mineral radioaktip. Mengingat banyaknya sumber daya mineral dan energi di wilayah laut, akan menjadi medan kegiatan ekonomi dan industri yang penting bagi hajat hidup bangsa di dunia yang harus didalami generasi penerus bangsa.

Masuk Kurikulum

Peserta didik perlu disadarkan bahwa kekayaan yang berlimpah tersebut saat ini belum dapat dinikmati, kita menjadi penonton di negeri sendiri. Salah satu penyebabnya, pergeseran orientasi ke daratan yang cukup lama. Selama tiga dasa warsa terakhir, sektor kelautan selalu diposisikan sebagai anak tiri dalam pembangunan ekonomi nasional.

Selain itu sektor pendidikan belum mendapatkan perhatian yang maksimal sebagai wahana sosialisasi pembangunan kelautan.
Salah satu upaya dalam membangun kembali semangat kebaharian bangsa adalah dengan memasukkan konsepsi kemaritiman dan budaya bahari pada semua jenjang pendidikan formal di tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi.

Masuknya materi itu sebagai bagian integral dalam kurikulum pendidikan nasional, akan membuka wawasan kelautan peserta didik yang kelak akan menjadi penerus masa depan bangsa.
Satu hal yang menggembirakan dalam tiga tahun terakhir ini banyak berdiri lembaga fakultas atau program pendidikan (prodi) bidang kelautan dan perikanan di sejumlah perguruan tinggi antara lain, di Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjajaran Bandung, Universitas Airlangga Surabaya.

Hal ini diharapkan disusul oleh perguruan tinggi lainnya baik negeri maupun swasta. Termasuk harapan dibukanya fakultas hukum kelautan, atau minimal pogram studi hukum kelautan untuk mengisi kekurangan tenaga ahli di bidang itu.

Lepasnya Sipadan dan Ligitan dari pangkuan NKRI adalah pengalaman pahit bangsa dan rakyat Indonesia. Ahli Hukum Kelautan diharapkan mampu mengawal sekaligus mengatasi konflik batas wilayah laut dan 92 pulau terdepan yang berbatasan dengan 10 negara, 12 pulau diantaranya rawan pengusaan efektif oleh negara tetangga (Perpres No 78 tahun 2005).

Sebagai langkah awal pendidikan kemaritiman dapat diawali dari wilayah provinsi yang hampir semuanya memiliki wilayah laut sebelum ditetapkan menjadi kurikulum nasional. Peran Dewan Pendidikan Daerah sangatlah penting untuk menginisiasi hal tersebut, minimal pendidikan kemaitiman menjadi pelajaran ekstra kurikuler.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun