Kata Hamid Paddu, berita informasi bahwa dana haji digunakan untuk infrastruktur tidak benar. Berita bahwa Kemenag ada utang akomodasi juga tidak benar (sudah dijawab oleh Dirjen Haji).Â
Keputusan pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji tahun ini (tentu sesuai dengan perhitungan kebutuhan waktu yang dibutuhkan untuk proses pemberangkatan yang sudah tidak mencukupi, andai pun dapat kuota misalnya hanya 5%. Yang waktunya sudah kurang dari 30 hari dari penutupan hari terakhir bandara dalam musim haji). Yang sampai hari Pemerintah Saudi belum mengumumkan kuota haji untuk seluruh negara di dunia.
"Semoga informasi ini dapat menghindarkan kita semua dari kesalah pahaman," kunci  Hamid Paddu.
      Menyimak dua informasi inti tersebut, yakni masalah pembatalan pemberangkatan jamaah haji dan masalah dana haji, menjadi pertanyaan, bagaimana informasi ini kemudian disampaikan seperti itu. Alasan pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut apakah bukan merupakan sebuah rumor, isu, untuk tidak mengatakan "hoax"? Isu lain, soal "utang" Indonesia ke Arab Saudi berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Informasi ini pun belum valid karena merupakan perkiraan yang dikait-kaitkan dengan pembatalan pengiriman jamaah haji itu.Â
Menurut hemat saya, pemerintah buru-buru memutuskan pembatalan pemberangkatan jamaah haji tanpa mengonfirmasi lebih dulu kepada pemerintah Arab Saudi mengenai tentang penyelenggaraan jamaah haji tahun 2021 terkait beberapa hal. Pertama, pemerintah Arab Saudi telah merilis mengenai adanya hanya 11 negara yang pesawatnya dapat terbang ke Arab Saudi. Dari 11 negara tersebut, Indonesia tidak termasuk di dalamnya.
Simpulan awam sangat jelas dari informasi tersebut. Bagaimana mau mengirimkan jamaah calon haji, pesawat dari Indonesia saja tidak boleh mendarat di Arab Saudi. Â Ini persoalan mendasar yang dihadapi dipemerintah. Oleh sebab itu, hingga saat ini pemerintah belum mengambil langkah berjaga-jaga menghadapi penyelenggaraan ibadah haji itu dengan tidak adanya kepastian informasi mengenai penyelenggaraan ibadah haji dari Pemerintah Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia terpaksa membatalkan pengiriman jamaah haji karena selain tidak adanya informasi resmi dari Pemerintah Arab Saudi, juga tidak cukup waktu mempersiapkan pemberangkatan jamaah haji. Puncak haji dilaksanakan 20 Juli 2021, sementara kita sekarang ini sudah berada pada pada menjelang paruh bulan Juni. Biasanya pemberangkatan jamaah haji dilakukan sudah berjalan minimal satu bulan sebelum hari wukuf di Arafah. Sekarang, jangankan berbicara soal pemberangkatan, kepastian saja belum ada.
Di tengah belum ada kepastian penyelenggaraan ibadah haji dan sempitnya waktu, masih banyak kerja-kerja tambahan yang dilakukan Kementerian Agama selaku pemegang domain penyelenggaraan haji. Mulai persoalan menetapkan kuota Indonesia yang boleh mendapat jatah menunaikan ibadah haji. Membagi kuota tersebut tidak mudah kepada 34 provinsi. Kuota  harus dibagi rata lagi ke 415 kabupaten, 93 kota, dan 5 kota administratif. Pembagian kuota secara berjenjang yang "ribet" ini tidak mudah bagi sebuah negara seperti Indonesia yang terdiri atas belasan ribu pulau.
Lalu ada ada pekerjaan pengurusan masalah kesehatan vaksinasi yang mungkin saja masih ada yang belum menerimanya. Ini persoalan baru karena vaksin kedua memiliki jangka waktu tertentu setelah pemberian vaksin yang pertama. Masalah ini tambah "ribet" pula saat persediaan vaksin masih terbatas, Â
Pekerjaan lain yang sangat menentukan adalah penerbitan visa yang memerlukan kerja sama yang baik dengan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Pelayanan penerbitan visa tentu disesuaikan dengan berapa lama limit waktu yang tersedia dan jumlah jamaah yang dilayani.Â
Kerja-kerja lain, transportasi. Saya tidak paham tentang yang ini, yang jelas tradisi Indonesia selalu menyewa pesawat berbadan besar dari negara lain. Biasanya dari Belanda. Ini juga memakan waktu yang lama, belum lagi bagaimana memenej jamaah di tengah situasi tidak normal, wabah Covid-19.